Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bantuan dukun

Herry pemilik toko yang kehilangan uang meminta bantuan dukun. dukun menggunakan air panas untuk menangkap pencuri. (ina)

14 Juli 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK mengusut perkara kejahatan, dukun rupanya bisa lebih dipercaya ketimbang polisi. Paling tidak oleh pemilik toko mebel Harmonis di Jalan Gemblongan, Surabaya. Herry Effendy alias Kho Ping, 36, bos di toko itu, ceritanya kehilangan uang tunai Rp 200.000 dari laci meja. Ia lalu berunding dengan Totok, pegawainya yang paling dipercaya. Hasil pembicaraan menyimpulkan: si pencuri pasti bukan orang jauh, melainkan salah satu dari 19 karyawan toko itu. Herry tak mau menanti lebih lama. Esoknya, Ahad 17 Juni, ia memerintahkan semua karyawan dijemput dari rumah untuk diinterogasi. Sayang, tak ada yang mengaku. Tak seorang pun merasa telah mencuri uang majikan. Totok penasaran. Ia mengemukakan ide agar persoalan itu dipecahkan lewat dukun. Dan Herry yang lagi marah segera setuju. Berbekal uang Rp 30.000, Totok berangkat menuju Desa Telasing, Kecamatan Dander, Bojonegoro - sekitar 106 km. Di situ memang ada dukun muda yang cukup beken, Wachid namanya. Dan tengah malam itu juga Wachid, 27, di boyong ke toko Harmonis. Setelah memandangi ke-19 karyawan satu per satu, ia mengancam yang tak mau mengaku bakal celaka. Tapi gertakannya tak mempan. "Bagaimana kami mau mengaku? Kami tidak berbuat. Tidak ada dari kami yang tahu tempat menyimpan uang," tutur Juhari mewakili teman-temannya. Sang dukun komat-kamit sebentar. Kemudian ia menyuruh Totok menjerang air. Setelah air panas, ia memerintahkan para tersangka mencelupkan tangan mereka, satu per satu. "Yang merasakan air ini panas, berarti dialah yang mencuri," kata Wachid. Seperti kerbau dicocok hidung, semua tersangka yang merasa tak bersalah menuruti perintah sang dukun. Totok yang mendapat giliran pertama menyusul Bagong, Siswanto, Juli, Juhari, dan yang terakhir Sarpin. Tangan kelima orang yang disebut terdahulu kontan melepuh kepanasan. Sarpin pun, yang mendapat giliran terakhir, masih merasakan hangatnya air. Tapi ia ini kontan marah, karena sang dukun dinilainya menempuh cara yang tak masuk akal. Maka, begitu ia mencelupkan tangannya, ia lalu menyiramkan air tadi ke wajah sang dukun. Giliran Herry dan sang dukun yang kini terbengong-bengong, karena lewat cara itu ternyata tak bisa diketahui siapa sang pencuri. Malahan, beberapa hari setelah kejadian itu, Herry dipanggil polisi karena diadukan para karyawannya. Wachid sendiri sudah ngacir ke Bojonegoro. "Itu cara edan. Mengusut maling kok memakai air mendidih," kata seorang petugas di Poresta Surabaya Utara. Totok terus terang mengaku salah. Juga Herry. "Saya juga heran kenapa begitu saja menyetujui usul Totok," katanya. Ia mengaku, kini tak lagi mendewa-dewakan dukun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus