Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perlawanan Warga Berpunya

Pembangunan jalur bus Transjakarta dihalangi warga Pondok Indah. Mereka merasa tak dilibatkan.

19 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAJI Muhammad Sulaiman membeli rumah mewah di kompleks permukiman Pondok Indah, Jakarta Selatan, 20 tahun lalu. Purnawirawan jenderal berbintang dua ini mengaku ingin menghabiskan masa pensiunnya dengan nyaman di sana. Dia ingat betul asrinya kawasan itu dulu. ”Tenang, hijau, aman, bersih,” katanya.

Setelah malang melintang di berbagai instansi pemerintah, Sulaiman pensiun pada 1995 dan sejak itu menjadi warga Pondok Indah. Bertahun-tahun tak terusik, pada Juli lalu istirahatnya terganggu saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan rencana pembangunan busway koridor VIII jurusan Harmoni-Lebak Bulus, melewati Pondok Indah.

Jika koridor busway masuk Pondok Indah, Sulaiman membayangkan kompleks permukiman elite itu akan makin babak-belur. Lingkungan yang semula sudah macet oleh mal dan pertokoan, kini akan lebih remuk.

Menurut Sulaiman, perubahan terjadi di Pondok Indah sejak dua dekade lalu. Ketika pusat perbelanjaan besar dibangun pada 1991, penghuni Pondok Indah tidak diajak urun rembuk. Juga, ketika banyak rumah mewah di pinggir jalan Metro Pondok Indah, jalan yang membelah kawasan kelas atas itu, beralih fungsi menjadi pertokoan. ”Selama ini kami diam saja,” katanya pelan. Lucunya, para pelaku kerusakan itu, tak lain adalah tetangga-tetangga Sulaiman sendiri.

Tiga bulan lalu, Sulaiman dan kawan-kawan bertindak. Sepuluh Ketua Rukun Warga dan anggota Dewan Kelurahan, plus belasan Ketua Rukun Tetangga, yang mengklaim mewakili mayoritas warga Pondok Indah, membentuk Kelompok Peduli Tertib Lingkungan Pondok Indah. Sulaiman, yang juga salah satu Ketua Rukun Warga, didaulat menjadi koordinator.

Sulaiman pun kini beralih rupa: dari pensiunan jenderal berpunya menjadi demonstran. Meski bekas pejabat, dia tak jengah turun ke jalan. ”Semua orang seharusnya berani mengoreksi kebijakan pemerintah yang menyengsarakan,” katanya.

Dua pekan lalu, bersama lima ratusan warga kompleks permukiman mewah itu, Sulaiman benar-benar berdemonstrasi. Tidak seperti unjuk rasa umumnya yang digelar siang hari di depan instansi pemerintah atau lembaga perwakilan rakyat, demo ala Pondok Indah ini berlangsung satu jam menjelang tengah malam. Mereka mendatangi pekerja proyek busway di perempatan Jalan Metro Pondok Indah. Tidak ada spanduk atau poster. Para pesertanya pun tidak mengenakan ikat kepala atau atribut aksi seragam. Sekilas seperti arisan massal di jalan raya. ”Kalau proyek ini tidak dihentikan, warga bisa rusuh,” kata Subowo, salah satu ”demonstran”, mengancam.

Pembangkangan kaum berpunya Jakarta ini makin meriah oleh spanduk-spanduk protes bernada garang yang dipasang di pohon-pohon palem. Salah satunya bertulisan ”Tebang = Perang”.

Akibat insiden itu, malam berikutnya, ratusan petugas ketertiban Pemda DKI Jakarta diterjunkan untuk mengawal pengerjaan proyek busway di Pondok Indah. ”Suasananya jadi tegang,” kata seorang warga. Takut terjadi bentrokan, warga balik kanan. Mereka memutuskan berdemonstrasi sekali saja.

Namun, aksi di front lain tidak surut. Sehari setelah unjuk rasa tengah malam itu, Kelompok Peduli Tertib Lingkungan Pondok Indah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, melaporkan dugaan penyimpangan dalam proyek busway. Pengacara Eggy Sudjana ditunjuk menjadi ”komandan” warga di sana. ”Dia memang diminta menangani urusan politiknya,” kata Wilmar Sitorus, kuasa hukum warga Pondok Indah.

Wilmar sendiri berkonsentrasi di medan hukum. Setelah pada akhir Oktober lalu mendaftarkan gugatan class action warga Pondok Indah ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pekan lalu dia mengadukan Gubernur Jakarta Fauzi Bowo dan pendahulunya, Sutiyoso, ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. ”Kami ingin unsur pidana dan perdatanya diproses bersamaan,” katanya.

Wilmar yakin hukum kelak berpihak kepada warga Pondok Indah. Dia menuding dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) belum siap ketika proyek busway koridor VIII dimulai. ”Itu jelas pelanggaran prosedur yang fatal,” katanya. Wilmar mengaku punya bukti sahih: pengumuman permintaan masukan publik untuk studi amdal proyek busway koridor VIII yang dimuat harian Sinar Harapan pada 18 September 2007. ”Padahal, proyek sudah diumumkan sejak Juni,” katanya.

Tak hanya itu, Wilmar juga mengantongi rencana awal pembangunan 15 koridor busway yang tidak mencantumkan Pondok Indah sebagai daerah yang bakal dilalui koridor bus TransJakarta ini. ”Semula, busway koridor VIII diplot melewati Pondok Pinang, bukan Pondok Indah,” katanya.

Menghadapi gelombang serangan itu, Pemerintah Daerah Jakarta pantang mundur. ”Aksi mereka tidak ada dasar hukumnya,” kata Fauzi Bowo. Dia menegaskan tak akan tunduk pada keinginan warga Pondok Indah.

Soal setumpuk tuduhan penyimpangan prosedur, Kepala Dinas Perhubungan Jakarta, Nurachman, punya jawaban. ”Yang jelas, proyek busway koridor VIII sudah dibicarakan dengan warga,” katanya tegas. ”Tentu saja, yang diajak bicara bukan hanya orang Pondok Indah, tapi semua warga dari kawasan Harmoni sampai Lebak Bulus tempat koridor itu dibangun,” tambahnya.

Nurachman juga menjelaskan perubahan rencana pembangunan koridor VIII dari Pondok Pinang ke Pondok Indah dilakukan berdasarkan riset kebutuhan angkutan umum. ”Di sana, kebutuhannya lebih besar,” katanya. Soal dokumen analisis dampak lingkungan? ”Tentu saja ada,” Nurachman menukas cepat. Sayangnya, Nurachman tak menjelaskan detail amdal itu.

Direktur Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas, menilai pembangkangan kaum elite Pondok Indah ini ada hikmahnya. ”Ini peringatan untuk pemerintah daerah,” katanya. Dia menilai manajemen pembangunan koridor busway memang perlu diperbaiki. ”Tuntutan warga Pondok Indah cukup berdasar,” katanya mengakui.

Wahyu Dhyatmika, Ferry Firmansyah, Rudy Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus