Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGHAMPAR di punggung perbukitan Hambalang, Bogor, Jawa Barat, tempat tinggal Prabowo Subianto menyerupai markas tentara. Gerbang paling luar dijaga empat pria tegap berseragam rapi, yang mengecek setiap tamu Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra itu. Dari sini tamu melintasi jalan berbelok menanjak, yang di satu sisinya dijadikan area penanaman cabai.
Gerbang kedua, sekitar 200 meter dari gerbang paling luar, dijaga dua pria dengan penampilan serupa, sigap membuka pintu. Mereka menghormat dengan sikap sempurna saat mobil tamu melintas. Jalan menuju bangunan utama melewati helipad dan ranch yang ditumbuhi rumput hijau, tempat beberapa kuda berlarian. Di kejauhan, deretan bukit terlihat samar-samar tertutup awan.
Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus ini membeli tanah 24 hektare yang berjarak setengah jam dari pintu jalan tol Sentul itu pada 2001, tiga tahun setelah ia dipecat dari militer karena dituduh terlibat penculikan sejumlah aktivis. Tapi ia baru mulai membangun "persembunyian" besarnya pada 2004. Rumahnya terdiri atas bangunan utama yang dilengkapi perpustakaan, kolam renang, pendapa kayu jati, plus rumah untuk belasan kudanya.
"Saya ini kesatria yang menyepi pada saat tidak dibutuhkan," kata Prabowo ketika menerima tim Tempo untuk wawancara khusus, Senin pekan lalu. "Dan kesatria selalu menyepi di gunung, seperti tempat ini." Prabowo ditemani sejumlah lelaki muda yang ia sebut sebagai "Kesatria Jedi"—sebutan untuk murid Master Yoda dalam film Hollywood Star Wars. "Mereka ini anak muda yang pintar-pintar. Lulusan luar negeri," ujarnya.
Sebelumnya, pada 9 Oktober lalu, Prabowo berkunjung ke kantor redaksi Tempo. Ia awalnya terlihat kaku. Pensiunan letnan jenderal ini membawa sendiri kopi dan pelbagai sajian. Anggota stafnya menyiapkan dua gulung handuk basah, ditaruh dalam piring kecil, dipakai Prabowo untuk sesekali mengelap wajahnya. Setengah jam pertama ia menceritakan perasaan trauma kepada media massa yang dianggapnya selalu memojokkan. Setelah diskusi tiga jam lebih yang banyak diselingi canda, ia terlihat rileks.
Pada dua kali pertemuan itu, Prabowo lincah menjawab pelbagai isu sensitif: penculikan aktivis oleh Kopassus yang ia pimpin pada 1997-1998, komitmennya pada demokrasi, sifat temperamentalnya, hingga calon istri. Ia bercerai dengan Siti Hediati Hariyadi, putri Soeharto, tak lama setelah penguasa Orde Baru ini jatuh dari kursi presiden pada Mei 1998.
Wawancara berikut ini diambil dari dua pertemuan itu.
Mengapa Anda merasa pantas menjadi calon presiden?
Setelah 68 tahun merdeka, 32 tahun Orde Baru, 16 tahun reformasi, ternyata Indonesia terjebak dalam sistem yang salah. Kita tidak menjadi negara produktif, tapi konsumtif. Bahkan petani, yang paling berjasa di peradaban Indonesia, kita telantarkan. Petani dibikin tak mau produksi. Kita impor bawang, impor singkong, ikan asin, garam, walau dua pertiga wilayah kita adalah laut. Ini menghina, memalukan. Dan saya ingin membuat perubahan.
Kesalahan sistem, menurut Anda, itu tanggung jawab pemerintahan Yudhoyono?
Oh, tidak, mulai pertengahan Orde Baru sudah begitu. Ini kesalahan kita semua. Tapi Orde Baru, yang dibilang jelek, melarang ekspor kayu gelondongan. Setelah reformasi, dengan pasar bebasnya ekspor kayu gelondongan boleh dilakukan. Dulu ekspor rotan dilarang dan harus diolah, tapi sekarang dibolehkan. Semua sumber daya alam juga dikuasai elite dan asing.
Anda sendiri punya perusahaan yang menguasai hutan dan batu bara?
Iya, benar. Sebab, kalau saya tidak ikut mengambil, semua diambil orang asing. Kalau saya yang mengambil, ini milik orang Indonesia. Saya juga memakainya untuk membesarkan kekuatan Indonesia.
Anda anti-asing?
Saya tidak anti-asing. Saya ini produk asing, tapi yang saya terima dari Barat adalah life, liberty, and the pursuit of happiness. Kok, orang kulit putih boleh punya nilai itu, dan rakyat Indonesia tidak boleh? Kenapa kita tidak boleh punya air bersih? Kenapa uang rakyat di bank pemerintah dialirkan untuk kredit bikin mal-mal? And everybody keeps quiet? Saya tidak anti-asing. Saya selalu mengajarkan kepada anak buah saya belajar dari asing. Ketika saya masih aktif, saya perwira tinggi yang paling banyak mengirim anak buah ke luar negeri.
Jika menjadi presiden, apa yang akan Anda lakukan?
Konstitusi hasil amendemen memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada eksekutif. Jadi, kalau ada keberpihakan, kita bisa mengubah kesalahan itu dengan drastis. Contohnya pupuk. Pabriknya dibangun oleh uang negara, uang rakyat. Tiap tahun APBN mensubsidi pupuk, produksinya juga disubsidi. Tapi distribusinya lewat siapa? Swasta. Ini adil atau tidak? Masuk akal atau tidak? Anda juga tahu, subsidi pupuk tidak sampai ke petani. Ini ketidakadilan, dan itu terjadi pada semua komoditas. Ini perampokan kekayaan negara untuk segelintir orang. Saya kira masalahnya adalah sistem neoliberal ini. Deregulasi dan privatisasi.
Jadi, bagaimana Anda akan menempatkan peran swasta?
Saya ini orang praktis. Kenapa kita tidak nyontek yang sudah berhasil, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Cina, dan Taiwan? Kenapa tidak nyontek Korean Inc, Singapore Inc, Japan Inc? Jangan kita pertentangkan swasta, BUMN, dan koperasi. Kita harus melakukan sinergi, tapi jangan korbankan kekuatan sendiri.
Pada awal Orde Baru memang seperti itu. Bung Karno seperti itu. Tapi Barat tidak suka government rule dan perusahaan negara terlalu besar. Padahal, di Singapura, 80 persen ekonominya perusahaan negara. Di Cina, siapa yang di depan? State owned enterprises.
Butuh berapa tahun untuk mencapai itu semua?
Masalah pupuk itu hanya masalah kertas dari Menteri Perdagangan, kan? Semua produksi harus disalurkan melalui koperasi. Jadi kadang-kadang perlu keberpihakan, gitu lho. Sekarang orang kecil menengah mau meminjam kredit ke bank persyaratannya sama dengan konglomerat. Bagaimana orang yang enggak punya apa-apa bisa memperoleh kredit?
Apa pendapat Anda tentang korupsi?
Korupsi adalah penyakit yang bisa meruntuhkan negara. Rezim yang tak bisa mengendalikan korupsi akan menjadi failed state. Kita harus memperbaiki sumber penyakitnya. Hitungan saya, di Indonesia ada 50-60 ribu pejabat—dari presiden, wakil presiden, 35 menteri, wakil menteri, lima dirjen, anggota dewan, bupati, hingga camat. Kalau kualitas hidup mereka dijamin, saya kok optimistis korupsi akan berkurang.
Ketua Mahkamah Konstitusi yang gajinya Rp 200 juta per bulan saja tetap melakukan korupsi?
Maksud saya ini pendekatan sistemik. Jika kualitas hidup para pejabat itu kita angkat tinggi-tinggi, pelanggaran akan sangat tabu dilakukan.
Bagaimana tentang hak asasi manusia?
Sangat penting. Life, liberty, and the pursuit of happiness, saya kira itu utama. Yang paling utama adalah hak untuk hidup. Kita harus melihat hak asasi manusia secara utuh, jangan hak asasi sebagai titipan Barat. Hak yang paling dasar adalah tiap anak bangsa harus hidup layak, bisa makan. Siapa pun yang memerintah harus menjamin hak itu.
Jika menjadi presiden, Anda akan memprioritaskan pengusutan kasus pembunuhan Munir?
Apakah hanya Munir? Saya kira kita perbaiki sistem hukum, dan biarlah hukum yang menyelesaikannya.
Artinya?
Ya, (kasus Munir) harus diselesaikan lewat jalur hukum. Tapi bagaimana Anda mempersoalkan kasus Munir tapi Anda tidak persoalkan Mesuji? Pernah Anda persoalkan nasib petani yang digusur?
Kami persoalkan, kok. Tempo juga menulis kasus Mesuji....
Wah, bagus kalau begitu....
Bagaimana komitmen Anda terhadap demokrasi, misalnya menghadapi oposisi yang cerewet, aktivis dan media yang bebas?
Saya kok merasa pertanyaan ini aneh. Komitmen saya terhadap apa? Jaminan apa? Saya sudah membuktikan komitmen saya pada Undang-Undang Dasar. Kalau Anda ingat, pada 1998 saya memimpin 34 batalion. Dalam hal fisik, saya yang terkuat di Indonesia. Saya dituduh mau kudeta, saya diberhentikan oleh Presiden, dan saya ikuti perintah itu tanpa perlawanan. Jadi saya sudah membuktikan komitmen pada UUD. Bagi saya, itu adalah sumpah.
Jadi, Anda tak akan memberangus oposisi?
Dulu aktivis dan mereka yang menganggap saya bagian dari rezim Orde Baru menyebut saya militeristik, fasis, bla-bla-bla. Lihat sekarang: aktivis prodemokrasi justru ada di Gerindra. Mereka menduduki posisi yang menentukan. Mereka menjadi ketua, caleg nomor jadi di daerah strategis. GAM, musuh saya selama 26 tahun, panglimanya kini masuk Gerindra. Anak Panglima OPM masuk Gerindra. Anak Kartosoewirjo ada di Gerindra.
Anda tegas dan cenderung pemberang. Benarkah Anda sampai melempar telepon seluler kalau marah?
Kalau Anda pelajari otobiografi hampir semua direktur utama, CEO, panglima, apakah ada yang enggak pernah marah?
Maksudnya, tipikal marah Anda khas sekali.
Begini, saya dulu komandan pasukan tempur. Prajuritnya saya sebut harimau. Kami didik mereka untuk jadi predator. Bayangkan kalau saya lemah gemulai. Ada pepatah, seribu harimau jika dipimpin kambing akan mengembik semua. Seribu kambing yang dipimpin harimau akan mengaum semua. Itu kiasan. (Ketika bertemu di rumahnya, Prabowo mengulang jawabannya ini sambil memperagakan gaya perempuan bicara dan berjalan. Semua anak buahnya terbahak-bahak).
Jadi, Anda galak karena Anda militer?
Menjadi pemimpin militer itu gampang-gampang susah. Mereka semua punya senjata. Kalau saya memimpin mereka tidak benar, siapa yang tahu bakal terjadi di hutan? Berapa pemimpin dihilangkan anak buahnya sendiri. Di Amerika, di Vietnam. Jadi, kalau memimpin tentara, kita harus benar-benar ing ngarso sung tulodo, memimpin dari depan. Di TNI, prajurit itu paling benci komandan yang maling, komandan yang korupsi, komandan yang penakut.
Anda menodong Habibie pada peristiwa 1998?
(Prabowo tertawa kecil) Di tentara itu ada peraturan, setiap anak buah yang menghadap komandan peleton harus membuka kopel. Di mana-mana menghadap komandan harus membuka kopel. Masak, saya membawa pistol waktu menghadap presiden?
Dalam bukunya, Sintong Panjaitan mengatakan Anda bahkan sempat diperintahkan melepas pistol....
Ya enggaklah. Saya seorang jenderal. Kopral aja buka kopel, masak jenderal enggak buka? Tapi, ya itulah, cerita dibuat-buat. Sekarang pakai logika, deh. Saya memimpin 34 batalion. Kalau saya jahat, apa saya datang sendiri. Kan, saya cukup berada di posko, operasi saya serahkan ke letnan atau kapten.
Anda merasa difitnah?
Peristiwa 1998 itu credit point bagi saya sekarang. Anda lihat pada saat itu, ketika Panglima Angkatan Darat Thailand diganti oleh Thaksin, dia kudeta. Saat Musharraf akan diganti oleh Perdana Menteri Nawaz Sharif, dia kudeta. Saya? Tidak pernah saya bicara, membantah, atau mengeluh saat diganti. Sewaktu saya ke beberapa tempat, banyak teman saya di luar negeri malah concern bahwa saya mau dibunuh. Malah banyak yang menyalahkan saya, seharusnya saya ambil alih kekuasaan.
Anda dicegah masuk Amerika....
Setiap kali saya minta visa tidak dikasih. Tapi bukan hanya saya, banyak juga jenderal lain.
Bagaimana Anda menjelaskan kasus penculikan aktivis ke pemerintah asing?
Ya, saya katakan, kadang dalam pemerintahan, kita sebagai alat pemerintah menjalankan misi yang dianggap benar. Begitu ada pergantian pemerintah, pemerintah baru menganggapnya tidak benar. Saya kan hanya petugas saat itu. Tapi setelah pergantian, nilai-nilai yang lama dibilang salah. Pembunuhan Munir, masak Prabowo disuruh tanggung jawab? Penembakan Theys Hiyo Eluay, masak Prabowo lagi? Saya kira Amerika sudah paham.
Dalam penculikan aktivis, Anda cuma melaksanakan tugas?
Ya. Sesuatu yang dibilang benar pada saat itu, begitu ada pergantian rezim, lalu dinyatakan salah. Saya tidak ke mana-mana, saya bertanggung jawab, saya tidak ngumpet. Persoalannya apa?
Benarkah ada tim lain di luar Tim Mawar Kopassus yang melakukan penculikan pada 1997-1998?
Mungkin banyak tim, tapi saya tidak tahu. Saya hanya salah satu, kan ada beberapa belas panglima. Dari segi hukum, saya tidak bisa bicara. Kan, saya tidak punya bukti. Ini masalah hukum. Apa yang menjadi porsi saya, saya sudah bertanggung jawab. Saya tidak ke mana-mana, ada di sini. Orang yang dulu saya culik malah datang ke saya, berterima kasih ke saya. Malah mereka memperjuangkan saya jadi presiden. Sebagian besar sudah bergabung dengan Gerindra, sebagian sudah ada yang jadi DPR, calon anggota DPR, atau jadi anggota biasa.
Bagaimana Anda mendekati mereka?
Pakai akal sehat, jurus akal sehat. Setelah kita lihat, duduk, nilai yang kita perjuangkan sama: keadilan sosial.
Popularitas Anda tampaknya mulai disalip Joko Widodo?
Saya ini orang yang apa adanya, praktisi, pragmatis. Survei itu kan siapa yang pesan dan siapa yang bayar. Kadang-kadang surveyor juga nakal. Sudah kita bayar, mereka kerja lagi untuk orang lain. Saya khawatir demokrasi sedang dibajak antara lain dengan survei. Itu kan soal perception management. Sehabis itu bikin daftar pemilih bohong, jutaan suara hantu. Alhamdulillah, KPU sudah mengizinkan daftar pemilih diakses secara online. Di banyak survei saya tetap di atas.Â
Kalau jadi presiden, gaya seperti apa yang akan Anda terapkan?
Kepemimpinan yang rasional, saya akan berusaha kolegial karena negara kita ini besar. Saya akan memilih the best and the brightest untuk tim yang bersama saya mengelola negara. Saya punya keyakinan sejak kecil, setiap pekerjaan ditentukan dari penyusunan tim. Menyusun tim adalah kunci.
Anda mempertimbangkan partai politik dalam penyusunan tim?
Secara realitas, sangat sulit kalau tidak mempertimbangkan parpol. Katakanlah Gerindra bisa menang gemilang, 51 persen. Mungkin saya tidak perlu. Tapi di banyak tempat, supaya lancar di parlemen, pasti juga mempertimbangkan parpol. Tapi kan kita bisa menuntut kriteria dari partai, misalnya setiap partai mengajukan lima calon yang paling berkualitas. Kalau cari Menteri Pertanian, mbok yang ngerti pertanian.
Sampai sekarang Anda masih menduda. Jika anda nanti terpilih jadi presiden, siapa yang bakal jadi ibu negara?
Tunggu saja tanggal mainnya. Saya tidak mungkin menyebut nama. Cinta itu melibatkan dua pihak. Kalau saya sebutkan nama ternyata dia tidak merasa cinta, bagaimana? Ha-ha-ha....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo