Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pasal 310 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP inkonsistusional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat," kata hakim MK Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan uji materiil pasal tersebut, di ruang sidang MK, Kamis, 21 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MK menjelaskan, setelah dicermati mencermati isi Pasal 310 ayat 1 KUHP, telah diakomodir di dalam Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Bunyi pasalnya: "(1) Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak kategori II".
"(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III".
"(3) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri". Sehingga dalam pencermatan MK, materi Pasal 433 UU 1/2023, terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023.
"Dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan 'dengan lisan' dimana unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP," tutur Enny.
Sehingga MK menilai, UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan. Maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan “dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi sebagai kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat 1 KUHP.
Dengan demikian, tutur Suhartoyo, norma Pasal 310 ayat 1 KUHP tersebut dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas norma Pasal 310 ayat 1. "Sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas," tutur dia.
Berdasarkan pertimbangan hukum itu, Pasal 310 ayat 1 KUHP yang diuji di MK, harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. "Karena itu dalil para pemohon berkenaan inkonstitusionalitas norma Pasal 310 ayat 1 KUHP adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian," ujar dia.
Dalam amar putusan MK, menyatakan Pasal 310 ayat 1 KUHP yang menyatakan: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”, bertentangan UU dengan 1945.
Selanjutnya pasal tersebut, kata Ketua MK Suhartoyo, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Putusan ini disampaikan dalam memutus perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023. Diputuskan dalam gugatan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat 1 KUHP, serta Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Uji materi Pasal 310 ayat 1 itu diajukan Haris Azhar, Fatia Maulidyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).