Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kepolisan Republik Indonesia sedang memetakan siapa saja aktor yang terlibat dalam kerusuhan aksi massa pada 21–22 Mei lalu. Menurut Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, kepolisian telah memilah-milah kelompok massa yang melakukan aksi damai dan kelompok yang melakukan kerusuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah bisa membedakan antara aksi damai dalam bentuk ibadah, buka puasa, dan tarawih, dengan aksi yang memang sengaja anarkis, rusuh, menyerang petugas. Ini ada dua segmen berbeda," ujar dia, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini kepolisian masih menahan 441 orang yang diduga sebagai pelaku kerusuhan. Menurut Tito, kelompok ini didatangkan dari sejumlah daerah. "Ada kelompok dari Lampung, Banten, dan Aceh. Nanti akan diungkap siapa yang mengundang mereka ke sini dan siapa yang membiayai," ujar dia.
Aksi massa memprotes penghitungan suara pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum di Jakarta pada bulan lalu berujung ricuh. Awalnya, aksi pada 21 Mei berlangsung damai. Para peserta aksi juga mulai meninggalkan lokasi selepas melakukan salat tarawih berjemaah. Namun beberapa jam kemudian muncul kelompok massa yang memantik kericuhan dan selanjutnya dihalau polisi.
Kerusuhan berlanjut hingga 22 Mei. Massa menyerang aparat hingga membakar sejumlah kendaraan. Sementara itu, tim gabungan pengamanan yang terdiri atas personel Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian berupaya membubarkan massa sehingga bentrokan terjadi.
Akibat kerusuhan itu, ratusan orang terluka dan delapan orang lainnya tewas. Sebagian korban meninggal akibat tertembak peluru tajam. Padahal, sebelumnya Tito telah menegaskan bahwa aparat keamanan yang bertugas tidak dibekali peluru tajam. Kini kepolisian masih menyelidiki siapa pelaku penembakan tersebut.
Dalam laporan investigasi majalah Tempo edisi 10–16 Juni 2019, diungkapkan bahwa organisasi pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Baladhika Indonesia Jaya, ikut terlibat dalam kerusuhan tersebut. Ketua Umum Baladhika Indonesia Jaya, Dahlia Zein, mengakui sejumlah anggotanya dari berbagai daerah ikut berunjuk rasa. Mereka sempat melawan saat polisi membubarkan massa.
Tempo juga mendapatkan salinan transkrip percakapan Dahlia dengan Ketua Bidang Pendayagunaan Aparatur Partai Gerakan Indonesia Raya, Fauka Noor Farid, saat kerusuhan 22 Mei lalu. Fauka adalah mantan anak buah Prabowo Subianto saat aktif di Tim Mawar Komando Pasukan Khusus TNI AD. Tim ini di Pengadilan Mahkamah Militer pada 9 April 1999 terbukti menculik sejumlah aktivis pada 1997–1998. Fauka divonis 1 tahun 4 bulan penjara, tapi tidak dipecat sebagai anggota TNI. Tertulis juga di situ bahwa Fauka menyatakan berada di sekitar gedung Bawaslu. Menurut transkrip tersebut, Fauka menyatakan bagus jika terjadi chaos, apalagi jika ada korban jiwa.
Sejumlah personel Garda Prabowo, organisasi yang didirikan Fauka, juga ikut terlibat dalam aksi massa. Salah satunya adalah Abdul Gani Ngabalin yang disebut sebagai Panglima Garda Prabowo. Menjelang 22 Mei, Abdul Gani diduga ikut mengerahkan massa dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Maluku. Sebagian diinapkan di daerah sekitar Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Polisi telah menangkap Abdul Gani karena diduga terlibat dalam kericuhan.
Meski mengaku memerintahkan melawan pembubaran massa oleh aparat, Dahlia membantah isi percakapan tersebut. Menurutnya, dia tidak berharap ada korban jiwa dalam kerusuhan itu. "Instruksi dari Pak Prabowo jelas: unjuk rasa harus damai dan tak boleh anarkistis," ujar Fauka. Ia juga membantah memerintahkan Abdul Gani ikut berunjuk rasa. INGE KLARA | MAJALAH TEMPO | AVIT HIDAYAT
Diduga Menyulut Kerusuhan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo