Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ELIZA P.N. tidak lagi kerepotan untuk bersantai pada sore hari. Ibu tiga anak itu selalu menyusuri jalan yang lebar di kawasan hunian Graha Natura untuk menghangatkan tubuh. Ia senang dengan pemandangan pohon menghijau dan rerumputan yang menyulap suasana perumahan di bagian barat Kota Surabaya itu menjadi bernuansa perdesaan. Beragam pohon tropis, seperti nangka, durian, dan mangga, tumbuh dengan paduan rumput bermuda (jenis rumput lapangan bola) yang tumbuh teratur. Taman juga tersebar di kawasan seluas 80 hektare itu.
Pada saat awal membeli rumah di kawasan itu, Eliza kerap mendapati kabut di pagi hari. Suasana asri dan keheningan membuat perempuan 45 tahun ini puas membeli rumah seharga Rp 3,2 miliar itu dua tahun lalu. "Lingkungannya enak, banyak pohon, dan tidak ada polusi udara," katanya Selasa pekan lalu.
Sebelumnya, Eliza bertempat tinggal di kawasan Darmo, Surabaya, yang dirasakan semakin bising dan macet. Setiap pagi, tiga putrinya harus menghadapi macet saban berangkat dan pulang sekolah. Tidak betah melawan macet, Eliza memutuskan pindah ke Graha Natura.
Kawasan ini memang dibangun untuk konsumen yang mengutamakan lingkungan hijau. Dibangun PT Intiland Development Tbk, Graha Natura merupakan perumahan berkonsep ramah lingkungan. Renny Mariska, Planning Manager Graha Natura, mengatakan konsep yang diusungnya adalah menciptakan kawasan dengan seribu jenis pohon dan pengelolaan limbah. "Kami mengangkat isu green building sebagai sarana untuk berjualan properti," ujarnya.
Fokus pembangunannya adalah menanam seribu jenis pohon, membangun rumah berkonsep ramah lingkungan, dan menerapkan teknologi pengolahan limbah rumah tangga. Tiga ikon ini menjadi andalan pengembang Graha Natura untuk merebut pangsa pasar properti hunian kelas atas di Kota Surabaya.
Renny menjelaskan, rencana menanam seribu jenis pohon itu meniru konsep pembangunan Graha Famili, yang juga besutan Intiland. Kunci konsep ramah lingkungan adalah membangun ruang terbuka hijau yang cukup bagi penghuni. "Persentase ruang terbuka hijau dan hunian harus seimbang," tuturnya.
Untuk mengantongi beragam jenis pohon, pengembang harus berburu ke Kebun Raya di Bogor, Purwodadi di Pasuruan, dan beberapa wilayah di Jawa. Dari blusukan ini, sudah dikantongi sekitar 500 jenis pohon yang tergolong buah tropika. Pohon yang sudah berbuah di Graha Natura adalah pohon mangga. Pada musim panen kali ini, beberapa penghuni antusias menggelar panen bersama. Selain pohon tropika, di kawasan ini digalakkan penanaman tanaman herbal, misalnya akar-akaran untuk obat diabetes dan kanker. Tanaman obat ini menghiasi beberapa taman di sejumlah titik.
Adapun konsep ramah lingkungan menonjolkan penerangan dari cahaya matahari. Tujuannya: menghemat penggunaan energi listrik pada siang hari. Ciri bangunan ramah lingkungan adalah didominasi kaca dan banyak ventilasi. Intiland juga membangun sarana fitness center di luar ruangan. Ini untuk menghindarkan penghuni memasang alat-alat senam yang menyedot energi listrik. "Ini mengajari masyarakat berbudaya sehat," kata Renny.
Konsep sehat ini juga mempertimbangkan kelestarian tanah. Caranya dengan melindungi tanah dari infiltrasi limbah rumah tangga. Konsep ini menghindarkan pembuangan tinja ke dalam septic tank yang ditanam di bawah rumah. Menurut Renny, model pengelolaan limbah konvensional ini rawan bocor sehingga merusak kelestarian lingkungan.
Model kuno itu telah ditinggalkan. Pengembang memilih menerapkan teknologi baru dengan mengimpor mesin vacuum buatan Belanda untuk pengolahan limbah secara terpadu. Mesin itu bekerja dengan menyedot seluruh limbah dari semua unit rumah untuk dikumpulkan menjadi satu. Limbah itu diolah menjadi pupuk organik yang akan digunakan buat menyuburkan tanaman di kawasan ini. Renny mengklaim teknologi mesin ini baru pertama kali diterapkan di Indonesia.
Kendati tiga konsep ramah lingkungan sudah disiapkan matang, konsumen tidak silau oleh keunggulan yang ditawarkan. Menurut Renny, banyak konsumen yang bertanya tentang desain rumah dan kenyamanan ketimbang konsep ramah lingkungan. Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap budaya ramah lingkungan juga tecermin dari mayoritas penghuni cluster pertama Graha Natura, yang sudah terisi 33 unit. Renny menilai kesadaran penghuni memisahkan sampah organik dan non-organik masih rendah.
Sejak peluncurannya tiga tahun lalu, dari 100 unit rumah di cluster pertama telah terjual 33 unit. Satu unit yang berukuran 150-375 meter persegi ini dibanderol seharga Rp 2,5-7 miliar. Harga rumah berkonsep ramah lingkungan ini lebih mahal 10-15 persen. Rencananya, pengembang akan membangun tiga cluster di atas lahan 24 hektare. Adapun target pembangunan hunian mencapai 80 hektare. Renny optimistis konsep ramah lingkungan bisa menggaet konsumen.
Anton Sitorus, Director Head of Research Savills, lembaga riset properti internasional, menilai Graha Natura cukup beruntung konsepnya bisa diterima konsumen. Padahal, dari konsep desain, Graha Natura dianggap kurang disukai masyarakat Indonesia.
Menurut Anton, desain rumah Graha Natura terlihat melebar ke samping. Dengan model ini, rumah terlihat besar. Namun, begitu masuk, hanya beberapa meter, sudah bertemu dengan tembok belakang. Desain melebar ke samping juga membuat setiap ruangan di dalamnya hanya menghadap ke halaman rumah.
Anton mengatakan model rumah seperti ini sangat jarang dipasarkan karena, bagi komunitas Cina, tidak mendatangkan keberuntungan. Bukan hanya komunitas Cina, warga Indonesia lainnya pun kurang menyukai konsep rumah melebar ke samping. "Plus-minusnya, privasi kurang," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo