Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Taman Pemisah di Tengah

Taman di tengah rumah menjadi pembeda yang ditawarkan cluster Griya Mitra Insani 2. Dinilai ramah lingkungan tapi menyusahkan bagi penghuni lanjut usia.

31 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU setengah tahun tinggal di Bekasi, Nanda tertawa saja mendengar ejekan orang Jakarta yang menyebut kotanya jauh dan gersang. Perempuan 30 tahun ini toh tak perlu sering-sering bepergian ke Ibu Kota. Ia juga tak merasakan gerah dan terik Bekasi. Setidaknya di rumahnya. "Enak, kok. Sejuk," kata Nanda kepada Adi Warsono dari Tempo di rumahnya di cluster Griya Mitra Insani 2, Bekasi, 17 Agustus lalu.

Berada di Jatiranggon, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat, lokasi ini juga dekat dengan beberapa sarana pendidikan, seperti Sekolah Tiara Bangsa, Sekolah Alam Bekasi, dan Sekolah Dasar Percontohan. Jika ingin berbelanja, Pasar Kranggan, Plaza Cibubur, dan Cibubur Junction dapat ditempuhnya dengan bersepeda. Begitu juga bila ada anggota keluarganya yang sakit, ia tinggal mengantarnya ke Rumah Sakit Permata Cibubur dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Jatisampurna. "Tapi, sejak tinggal di sini, anak-anak saya tidak pernah sakit," kata ibu dua anak ini.

Apa rahasianya? Menurut Nanda, keberadaan taman di tengah adalah pembeda rumahnya dengan kebanyakan rumah di kompleks lain. Taman dan teras yang dibiarkan terbuka di tengah rumah itu adalah kunci lancarnya sirkulasi udara di seluruh rumah. Sebab, ia memisahkan dua kamar tidur dan kamar mandi di bagian belakang dan ruang keluarga serta ruang makan dan dapur di bagian depan rumah.

Tak hanya di tengah, tiap rumah di Griya Mitra Insani 2 juga punya taman di bagian depan dan belakang rumah. Dari total lahan seluas 90 meter persegi, luas bangunan hanya 60 meter persegi. Dengan ruang terbuka sebanyak itu, Nanda dan penghuni lain pun tak perlu memasang penyejuk udara. "Jadi lebih hemat listrik," kata Nanda.

Bagaimanapun, taman di tengah rumah butuh perawatan ekstra. Kebersihannya harus benar-benar dijaga. Sebab, jika tidak, taman itu akan cepat menjadi sarang serangga. "Apalagi kalau hujan, harus cepat dibersihkan," kata Viana, tetangga Nanda.

Toh, seperti Nanda, Viana tetap menyukai keberadaan taman di teras di tengah rumahnya. Sebab, ia tak perlu menyalakan lampu di siang hari karena jendela-jendela kaca yang dipasang memungkinkan sinar matahari menerangi seluruh ruangan. Apakah itu tak menjadikan rumah terlalu terik? Tidak juga. Sebab, ke-27 rumah di cluster ini menghadap ke utara atau selatan, jadi sinar matahari tidak langsung masuk.

Sistem cluster yang tiap rumahnya dibiarkan tak berpagar membuat interaksi warga perumahan jadi lebih akrab. Sebaliknya, kompleks yang tertutup dengan satu gerbang yang dijaga 24 jam itu juga tak hanya memberi rasa aman, tapi juga nyaman bagi penghuni. "Tidak banyak kendaraan melintas, jadi di dalam tidak bising," kata Viana. Merogoh kocek Rp 450 juta saat penjualan perumahan ini dibuka tiga tahun lalu, Viana mengaku puas. "Enggak rugilah," ujarnya.

Bukan hanya penghuni, Kepala Konsultan Bidang Riset Savills PCI (Property Connection Indonesia) Anton Sitorus juga memuji karya arsitek Yu Sing ini. Menurut dia, desain yang memisahkan massa bangunan di bagian depan dan belakang juga membuat penghuni leluasa jika ingin merenovasi. "Untuk rumah, konsepnya menarik sekali," kata Anton.

Namun Anton, yang juga menjadi juri Tempo Property Award 2015, memberi catatan. Menurut dia, keberadaan taman di tengah rumah memberi jarak bagi penghuninya. Untuk penghuni berusia lanjut, apalagi yang menderita reumatik, misalnya, jarak yang harus ditempuh untuk berpindah ruang itu akan terasa menyiksa. Begitu juga untuk berkomunikasi dengan penghuni di ruang lain, mereka harus berteriak-teriak. "Taman ini tidak ramah bagi manula," katanya.

Anton juga menyatakan salah satu syarat rumah ramah lingkungan adalah menyediakan ruang terbuka minimal 15 persen dari total lahan yang dimiliki. Di Griya Mitra Insani 2, tanpa memperhitungkan taman bersama yang dibuat pengembang pun tiap rumah sudah membuka sepertiga lahannya untuk bisa menyerap air. "Jadi ini lebih dari cukup," ujarnya.

PT Deka Signature, sebagai pengembang Griya Mitra Insani 2, memang royal soal ruang terbuka hijau. Tak cuma di dalam tiap rumah, mereka juga membuat taman bersama di area kompleks. Taman itu tak hanya ditanami berbagai flora, tapi juga dilengkapi lubang biopori. "Kami mencoba mengenalkan konsep rumah ekologis kepada konsumen," kata Zulfi Bachrianov, perwakilan PT Deka Signature, saat dihubungi pada Senin dua pekan lalu.

Jarak yang dapat ditempuh dengan empat menit berkendara dari pintu jalan tol JORR Jatiwarna dan jalur alternatif Cibubur jadi tantangan tersendiri bagi pengembang. "Kami harus mencoba mengenalkan konsep hijau yang aplikatif, merespons daerah yang padat itu," ujar Zulfi.

Menurut Direktur Marketing Grup Ciputra, Meiko Handojo, kesederhanaan konsep hijau yang ditawarkan oleh pengembang ini tampak dalam pemilihan material rumah. Pengembang, misalnya, memilih membiarkan lantai seadanya dengan hanya berlapis semen ketimbang menutupnya dengan keramik.

Meiko, yang juga merupakan salah satu juri Tempo Property Award, menyebutkan keramik sebagai material rumah sangat tidak ramah lingkungan karena besarnya energi yang diperlukan dalam proses pembuatannya. Untuk "melicinkan" lantai di proyek-proyek besar, ia lebih menyarankan penggunaan marmer. Sebaliknya, untuk rumah murah, membiarkan lantai terbuka adalah pilihan tepat. "Pembuatan keramik itu salah satu proses industri yang paling boros energi," ujarnya.

Bukan cuma lantai, dinding yang dibiarkan tak terpoles hingga memamerkan struktur semen dan batu bata juga dipujinya. Menurut Meiko, selain menampilkan kesan artistik, ongkos perawatan tembok terbuka lebih murah.

Selain itu, Meiko memuji langkah pengembang yang menanam tumbuhan rambat untuk menutup atap asbes di perumahan ini. Asbes merupakan material yang murah tapi cenderung membuat rumah lebih panas ketimbang atap genting. Keberadaan tanaman yang menutup asbes akan membuat panas terserap. "Jadi ini berhasil sebagai rumah murah yang mempertahankan konsep ramah lingkungan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus