Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pesta telah berakhir

Kekayaan donald trump meliputi bangunan-bangunan megah, tanah, rumah mewah, pesawat jet, sampai kapal pesiar. kini trump dianggap ceroboh mengelola bisnisnya. kekayaannya anjlok. sebagian dilelang.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JULUKANNYA Banyak. Dua di antaranya: "Raja Dagang" dan "Sang Penjarah Akbar". Tapi bagi kerabat terdekat, termasuk wanita yang sebentar lagi mungkin menjadi bekas istrinya, ia hanya: "Si Donald". Suatu hari Donald kecil bermain bersama Robert, adiknya. Ia kehabisan balok-balok kayu untuk sebuah proyek: mengisi seluruh ruangan kamar tidur mereka dengan gedung-gedung dan rumah-rumahan. Setelah berjanji untuk mengembalikan, Donald mendapatkan tambahan dari Robert. Karena bangga terhadap karyanya, Donald merekat bangunan itu dengan lem. "Habislah balok-balok Robert," kenang Donald dalam bukunya Trump: The Art of the Deal. Puluhan tahun kemudian, Donald Trump bukan lagi membangun gedung-gedung kayu. Di usianya yang kini 43 tahun, namanya melekat di sekian banyak bangunan-bangunan megah, rumah me- wah, pesawat jet, helikopter, kapal pesiar, bahkan di seprei dan selimut hotel. Seperti yang dapat dilihat di Plaza Hotel, New York. Gedung kondang ini, yang tersohor sejak dulu sebagai langganan para bintang film dan jutawan macam keluarga Vanderbilts, dibeli Donald pada 1865 seharga US$ 395 juta. Kini pengelolaannya diserahkan kepada Nyonya Ivana Trump. Trump juga membayar US$ 350 juta untuk armada Eastern Airlines yang kemudian menjadi Trump Shuttle. Setahun kemudian, dengan modal US$ 7,5 milyar, Donald mencoba mengambil-alih American Airlines. Sayang, ia gagal. Toh, ia boleh puas telah memiliki Trump Tower, rumah susun yang nyaris menggores langit New York. Nilainya? kurang lebih US$ 200 juta. Kemudian Trump Plaza dan Trump Castle, dua kasino terbesar di Atlantic City. Dari tempat judi ini saja, Donald Trump mendapat laba sebesar US$ 100 juta per tahun. Tidak heran bila lulusan New York Military Academy (1964) ini dipilih majalah Fortune sebagai salah satu milyarder tahun 1988. Kekayaannya yang ditaksir sebesar US$ 1,3 milyar memang jauh di bawah kekayaan Sultan Brunei, dan masih kalah dari Liem Sioe Liong yang berada di peringkat ke-48 dengan kekayaan US$ 2 milyar. Tapi itu semua berasal dari jual beli tanah dan gedung hotel, dan kasino. Tak heran kalau embel-embel yang menghiasi namanya bertambah: "Tycoon" atau "Raja Bisnis". Bagai legenda raja Midas, segala yang disentuhnya seolah menjadi emas. Donald John Trump adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Fred dan Mary Trump. Fred, keturunan Swedia, adalah seorang developer yang membangun ribuan rumah tinggal untuk orang-orang kelas menengah di daerah Brooklyn dan Queens, New York. Keluarga kaya ini sendiri tinggal di sebuah rumah dengan 23 kamar di Queens. Masih di bangku sekolah, Donald telah meniti karier bisnis melalui kerja sama dengan ayahnya. Pada 1968, ia lulusan terbaik Wharton School of Finance di University of Pennsylvania dan meraih gelar Bachelor of Arts untuk Ekonomi. "Si Donald" juga berhasil menghimpun modal US$ 200 ribu. Delapan tahun kemudian, modal itu berkembang seribu kali lipat. "Bila seseorang mempunyai nyali, cukup cerdik dan hati-hati, serta mengerti apa yang diinginkan orang lain, cepat atau lambat ia akan berhasil di New York" ujarnya dalam sebuah wawancara pada 1976. Itulah tahun "Si Donald" menggelar Grand Hyatt Hotel. Hotel tua yang nyaris ambruk dan dibelinya dengan harga US$ 10 juta, 4 tahun lalu, disulapnya menjadi sebuah istana penginapan mewah. Kariernya sebagai "Tuan Tanah New York" pun mulai menanjak. "Saya gemar bermain monopoli betul-betulan " ujarnya suatu hari. Di New York, juga di negara bagian lainnya di Amerika Serikat jual beli merupakan bagian dari permainan Donald Trump. St. Moritz Hotel, yang mirip benteng di pinggir Central Park South, Manhattan, dilepasnya untuk US$ 180 juta. Dari penjualan ini, Donald merauk laba US$ 150 juta. Ini terjadi setelah tanah kosong seharga US$ 95 juta -- terluas di Manhattan -- menjadi miliknya. Seolah kembali ke masa kecil, ia berkhayal untuk mengisi tanah seluas 76 acres itu dengan sebuah kota, Trump City dan gedung tertinggi di dunia. Tidak peduli walau ongkosnya mencapai US$ 5 milyar. Tapi Donald Trump belum juga puas. Padahal ia sudah memiliki "Trump Princess", kapal pesiar sebesar lapangan bola, yang dibelinya dari Sultan Brunei dengan harga US$ 30 juta pada tahun 1987. "Namun, sebenarnya saya tidak terlalu menyukai berlayar," katanya. Begitu pula rumah peristirahatannya di Mara-Lago di Palm Beach yang dilengkapi 118 kamar, cuma disinggahinya sehari dua hari. Secara resmi, Donald hidup bersama istrinya diapit dinding marmer merah lambu yang digantungi lukisan dari abad ke-14. "Pasangan Emas" adalah julukan yang diberikan dunia pada suami-istri Donald dan Ivana Trump. Cantik berambut blonda, dan berdarah asing bekas pemain ski taraf dunia dan foto model anggun dan cerdas sehingga dipercayai Si Donald untuk mengelola Plaza Hotel. Ivana jelas bukan jenis wanita yang gemar berpangku tangan. Donald sering terbang. Mengawang-awang di atas helikopter Puma hitam legamnya yang bertuliskan "Trump" dalam cat merah darah. Ia baru saja memerankan tokoh raja bisnis "Mr. Spectacular" -- kurang lebih yang menyerupai dirinya sendiri (dalam film Bo Derek), Ghosts Can't Do It. Setelah beberapa menit mengudara, helikopter yang sebetulnya diperuntukkan membawa roket dalam perang itu menukik menjelajahi wajah Manhattan. Trump mengenali "gedung-gedung"-nya. "Gedung-gedung yang aku bangun merupakan suatu penjelmaan seni," katanya. Lalu ia menunjuk ke arah Plaza Hotel. "Aku sangat bangga terhadap bangunan itu. Kendati cuma sebuah hotel, aku menganggapnya sebagai salah satu keajaiban yang ada di Amerika Serikat. Aku menyukai mesin-mesin canggih: kapal pesiar atau helikopter adalah seni dalam bentuk lain." "Si Donald" tidak terlalu peduli dengan semua kecaman yang dilontarkan orang kepadanya. "Secara naluriah, Trump membangun gedung-gedung besar dan buruk rupa, kemudian memolesnya dengan marmer dan cermin untuk memberi kesan menor," kata Paul Goldberger, pengamat arsitektur dari majalah Times, dengan pedas. "Zaman Trump," lanjutnya, "adalah zaman di mana keserakahan dan keperkasaan dielu-elukan dan kepuasan pribadi lebih penting ketimbang kebutuhan banyak orang." Yang membuat kritikus ini kesal adalah sosok Trump, direkayasa oleh "si Donald" sendiri, sebagai "malaikat tanpa tanda jasa". Trump adalah humas yang paling piawai di abad ini. Ia memang seorang pengusaha yang cerdik. Tapi gayanya yang menggebar-gemborkan dirinya sendiri dan berlagak bak seorang negarawan patut dicurigai," kata Goldberger. "Selama ini sosok yang dipamerkan Trump adalah seorang bijaksana yang berbuat demi kebaikan orang banyak." Trump memang sempat mendapat gelar "Pahlawan Kapitalisme", ketika pada bulan November 1986, ia menyelesaikan perombakan gedung ice-skate Wollman di Manhattan dalam tempo empat bulan dan lebih murah dari perkiraan. Proyek yang sama, ketika masih dikerjakan oleh pemerintah daerah, tak pemah selesai bahkan setelah tujuh tahun berlalu. "Semoga keberhasilan saya ini tidak membuat malu banyak orang," sindirnya. Sedangkan sebagian dari penghasilannya disalurkan secara resmi kepada berbagai derma: untuk penderita cerebral palsy, multiple sclerosis, dan untuk penelitian penyakit AIDS. Kepada Yayasan Veteran Perang Vietnam di New York, ia me- nyumbang US$ 1 juta. Di sisi lain, Donald Trump adalah seorang negosiator ulung. Seperti yang digambarkannya sendiri dalam bukunya Trump. The Art of the Deal, terbit tahun 1987. "Jangan perlihatkan rasa khawatir pada musuhmu," tulisnya. "Ia akan menjadi haus darah, dan kau adalah mangsanya." Bagi banyak pengusaha lain, musuh itu bernama "Si Donald." Boleh tanya Merv Griffin, penghibur dari Hollywood dan bekas pemilik Resorts International tempat hiburan dan judi di Atlantic City. Kini Resorts bernama Trump Taj Mahal Casino Resort. Lagi-lagi "si Donald" bikin ulah dengan merebut kekuasaan dari Merv. Kali ini, ia tidak tanggung-tanggung. Bersenjatakan pinjaman bank sebesar US$ 1 milyar, Donald Trump membangun kompleks perjudian dan hotel termegah di Atlantic City. Sejak awal, banyak yang tidak yakin Trump Taj Mahal akan berhasil. Masalahnya, pembangunan kompleks seluas 6,8 hektare itu -- dilengkapi dengan hotel 1.250 kamar tidur, 10 restoran, sebuah ruangan pameran seluas 743 ribu meter persegi, dan 3 ruangan dansa -- bertepatan dengan anjloknya pendapatan rumah judi. Marvin Roffman, seorang pengamat bisnis perjudian, kehilangan jabatannya di sebuah perusahaan brokerage setelah mengkritik Trump. "Taj Mahal harus menghasilkan antara US$ 1 juta dan US$ 1,3 juta per hari agar bisa tetap hidup," demikian nasihatnya. "Si Donald" yang berang yakin bisa meraup pendapatan lebih besar dari perkiraan itu. Menurut Donald, tiga ribuan mesin jackpot, ditambah meja blackjack, roulette, dan 167 buah permainan dadu, mampu menutupi utang pembangunannya yang sebesar US$ 675 juta. Toh kali ini banyak yang menilai Trump bertindak ceroboh. Dengan membangun Taj Mahal di sekitar rumah perjudiannya yang lain -- Trump Plaza dan Trump Castle, Trump bersaing dengan dirinya sendiri. Isyarat-isyarat lain tiba-tiba muncul sepanjang pembangunan kompleks yang meniru mausoleum di India itu. Pada bulan Oktober 1989, tiga pemimpin perusahaannya yang terbaik tewas dalam kecelakaan helikopter. Di antaranya adalah Stephen Hyde, 43, penanggung jawab operasi perjudian. "Selama ini hanya Stephen yang bisa menasihati Donald," sebuah sumber di dalam mengungkapkan. Pertanda lain adalah lamanya pembangunan Taj Mahal. Lain dari biasanya, kali ini hari pembukaan diundur empat bulan. Dan, konon, tujuh dari sekian banyak kontraktornya mengeluh tidak dibayar tepat waktu. "Si Donaid", dengan tewasnya para penasihatnya, kini dipaksa turun tangan. Tapi, dinilai, ia kasar dan sembrono. Salah satu kecerobohannya adalah kasus wanita seksi bernama Marla Maples. "Bersamanya, aku menikmati seks yang indah," demikian ujar Marla, 26 tahun, menurut gosip. Dalam sekejap, masalah rumah tangga keluarga Trump pun diseret dari kungkungan marmar merah jambu Trump Tower ke halaman muka koran-koran kuning New York. Belum selesai menghitung utangnya kepada berbagai bank, Donald Trump harus berhadapan dengan tuntutan Ivana. Bila terjadi perceraian, berdasarkan perjanjian sebelum nikah, Ivana berhak mendapatkan US$ 20 juta dan rumah mereka di Greenwich, Connecticut, senilai US$ 10 juta. Kabarnya, ia juga bersikeras untuk terus mengella Plaza Hotel. Setelah bertahun-tahun bekerja untuk "si Donald" dengan upah satu dolar setahun, dan menjalani operasi plastik agar tetap cantik, cuma ini yang bisa diharapkan wanita asal Ceko-Slovakia tersebut. Naluri bisnis Trump mengatakan bahwa segala publisitas mengenai dirinya merupakan kesempatan dalam kesempitan. "Aku sadar bahwa masuk berita bisa membantu bisnisku," kata Donald, suatu kali di saat-saat yang lebih menyenangkan. Trump, yang pernah mencalonkan dirinya jadi Presiden Amerika Serikat, mengundang Marla Maples sebagai tamu kehormatan pada pembukaan Taj Mahal. Kiat Trump itu tidak pernah jadi kenyataan. Pada bulan April 1990, bintang yang paling gemerlap pada saat pembukaan cuma biduan Michael Jackson. Yang menjadi kenyataan adalah ramalan pengamat dan penasihat Trump. Majalah Fortune edisi bulan Mei menaksir kekayaan Donald Trump tidak sampai US$ 500 juta. Kepercayaan kalangan bisnis pada "si Donald" juga mulai luntur. Amerika Serikat, yang penuh percaya diri dan bergaya cowboy di dekade delapan puluhan, kini adalah Amerika yang diancam kebangkrutan: anggaran belanja yang defisit, impor yang tidak seimbang dengan ekspor, dan produk dalam negeri yang kalah bersaing dengan barang-barang Asia. "Pesta telah berakhir," ujar pengamat ekonomi. Bagi Donald Trump, besar berkat pinjaman bank dan surat berharga dengan bunga gila-gilaan, pesta mungkin belum berakhir. Ia cuma terhenti sebentar, sementara bankir-bankir berusaha menghitung kembali kesalahan mereka ketika memin- jamkan sekitar US$ 2 milyar kepada "sang Penjarah Akbar". Dengan anjloknya nilai tanah dan gedung di Amerika Serikat serta seretnya saluran kredit, bayak yang menilai bahwa bank-bank tersebut akan turut merugi. Paling sedikit 20 sampai 30% dari nilai pinjaman mereka kepada Trump. Pekan lalu, untuk pertama kalinya, Donald gagal melunasi cicilan utangnya sebesar US$ 42 juta. Untung, nama Trump masih berkhasiat untuk mendapat tambahan pinjaman sebesar US$ 60 juta dari berbagai bank. Sebagai imbalan, bank-bank itu meminta hak lebih besar dari tanah dan gedung-gedung miliknya. Trump juga diharuskan merampingkan bisnisnya dengan menjual asetnya. Armada Trump Shuttle termasuk yang disebut-sebut akan dilelang Donald. Begitu pula tanah 30 hektare di Manhattan: Trump City boleh jadi tinggal kenangan. Lalu ada Trump Princess, simbol dari masa-masa yang lebih menyenangkan - ketika duit mudah didapat dan gedung tumbuh bagai jamur di musim hujan. Kapal pesiar yang tertambat di East River itu tampak bergelimang kemewahan. Emas melapisi sebagian besar permukaannya. Kamar mandi pribadinya dipahat dari marmer raksasa dan kamar makannya dilapisi kulit gajah. "Kemewahan yang tak ada nilainya," gumam Trump. Ia mengaku tidak menyukai alkohol. "Candu saya adalah stres," katanya. Menembus langit New York yang gemerlap di atas "kepompong" helikopternya, ia seperti ingin menegaskan, "Kegemaran saya adalah menyelesaikan problem. Saya tidak mengerti arti istirahat." YS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus