Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Menyisir pengasong

Sarjono, 8, murid kelas 3 sd bintang pancasila belajar mandiri dengan kerja asongan. sebagai layaknya bocah, seusai kerja ia bermain bersama teman-teman sebayanya. bercita-cita sebagai abri.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Sarjono, 8 tahun, hampir sama saja bermain di pekarangan sempit atau lari bertelanjang kaki di jalan raya Jakarta. Kini dia gigih di celah belantara mobil. Murid kelas 3 SD Bintang Pancasila ini anak tengah dari lima bersaudara pasangan Sapari dan Sumitri. Mereka menghuni gubuk di permukiman kumuh Pedongkelan, Pulogadung, Jakarta Timur. Asal Sapari dari Pemalang, Jawa Tengah. Sekitar 2O tahun silam ia dan istri hinggap di kawasan itu. Sebagai sopir taksi, Sapari berpenghasilan pas-pasan. Karena itu, bangga juga dia didukung anak-anaknya yang bersemangat mandiri. Tapi, ketika tahu bahwa Sarjono, yang ketika itu berusia enam tahun, mulai mengenal kehidupan luar rumah dengan ikut ngamen, buru-buru Sapari melarangnya. Kemudian, bocah Sarjono beralih meniru kakaknya yang berusia 16 tahun, yang kini meningkat menjadi wakil pengecer koran. Dan sejak itu Sarjono ikut menambah jumlah "pasukan mandiri" yang bertabur di berbagai simpangan jalan raya ibukota RI. Jadwal mengasong dari siang hingga menjelang magrib -- sebelum dia mengaji di langgar. Sarjono pulang membawa uang, yang lazim sekitar Rp 1.000. Uang itu disetorkan kepada ibunya. Tapi adiknya (kini 6 tahun) ingin menirunya, Sarjono berang. "Takutnya kalau dia ketabrak, kan saya yang disalahin. Dulu, saya ada yang gede, nemanin," katanya. Mungkin dia tak waham kalau Uci, 4 tahun, justru dilepas orangtuanya mengecer koran di kawasan Menteng. Demikianlah, hari-hari dilaluinya sebagaimana layaknya bocah sebayanya. Lepas dari kerja asongan, Sarjono turun ke halaman kumuh, hura-hura bersama anak sekampung, ya, berkejar-kejaran, main petak umpet, atau main kartu gambar. Sarjono memang liat. Perawakannya yang kecil memungkinkan dia berkelit bagai kancil seandainya ada gelombang razia. "Saya lari dan nyebur dalam kali pinggir jalan," ceritanya. Ketika gencar operasi penertiban asongan, dia tak menyusuri jalan lain, kecuali mengeram di rumah saja. Namun, otak bocah ini tak beku. Di tangannya ada Rp 125. Lalu diputarnya jadi balon buih sabun. Banyak bocah sebayanya yang membeli. "Memang dasarnya dari kecil dia nggak mau nganggur," komentar Sapari kepada Rini PWI dari TEMPO. Sekalipun sejak dini mengasah semangat untuk mencari uang, bukan berarti Sarjono membayangkan dirinya kelak jadi pengusaha. Serupa dengan Rita, 11 tahun, yang mengail hasil Rp 2.000 sehari dari mengasong di bilangan Menteng, dan nanti ingin sebagai polwan, cita-cita Sarjono sebangun. "Saya kepingin menjadi anggota ABRI," ujarnya polos Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus