DENGAN mulus pesawat ruang angkasa Columbia mendarat kembali di
Pangkalan AU Edwards, California, Kamis, pekan lalu. Selama 10
hari pesawat Spaceshuttle milik Amerika Serikat itu, dalam
palkanya, mengangkut Spacelab, laboratorium ilmiah buatan Eropa
seharga US$ 1 milyar. Spacelab itu memang dirancang, dibangun,
dan dibiayai ESA (European Space Agency, konsorsium 11 negara
Eropa Barat di bidang teknologi ruang angkasa.
Penerbangan Spaceshuttle yang ke-9 kali ini ternyata suatu
sukses gemilang. "Sukses bagi proyek terbesar dalam kerja sama
internasional di ruang angkasa," ujar James Beggs, kepala NASA,
ketika menyambut awak Columbia yang baru mendarat itu. Untuk
pertama kali seorang bukan Amerika turut serta dalam pesawat
ruang angkasa AS. Ia, Dr. Ulf Merbold, 42, ahli fisika dari
Jerman Barat, bersama rekannya, Dr. Byron Lichtenberg, 35, ahli
biomedis dari AS, bertanggung jawab atas perlakuan sebanyak 72
jenis eksperimen dalam Spacelab itu.
Kali ini Columbia membawa enam astronaut - jumlah terbesar yang
pernah diluncurkan ke ruang angkasa - dengan komandan Kolonel AU
John W. Young, 53. Veteran enam kali penerbangan ruang angkasa
ini - termasuk mengendarai mobil di permukaan bulan - juga
memimpin pesawat Columbia ketika penerbangan perdana proyek
Spaceshuttle, awal tahun 1981. Seusai penerbangannya yang ke-5
kali, akhir tahun lalu, Columbia dipersiapkan di Pusat Ruang
Angkasa Kennedy, Florida, untuk mengangkut Spacelab. Sejak itu
tugas Spaceshuttle dijalankan pesawat Challenger, yang tahun ini
sempat melakukan tiga kali penerbangan.
Sebagai pilot Columbia, bertindak Mayor AU Brewster H. Shaw
Jr.,38. Spesialis misi ialah Dr. Robert A.R. Parker, 46, ahli
astronomi, dan Dr. Owen K. Garriott, 53, ahli fisika ionosfer.
Garriott juga seorang veteran ruang angkasa. Tahun 1973 ia
selama hampir 60 hari tinggal di ruang angkasa sebagai anggota
awak Skylab 3.
Para spesialis misi itu bertugas menangani berbagai peralatan
dan eksperimen dalam suatu penerbangan Spaceshuttle dan biasanya
dijabat oleh sarjana berbagai bidang ilmu dari antara para
astronaut NASA. Kini untuk kali pertama turut serta dua ilmuwan
bukan astronaut NASA yang mendapat julukan spesialis muatan.
Agaknya, karena muatan kali ini khusus, yaitu Spacelab itu. Para
spesialis misi membantu kedua spesialis muatan dalam menjalankan
berbagai eksperimen di Spacelab itu.
Dua ilmuwan lain juga terpilih sebagai spesialis muatan di
samping Merlbold dan Lichtenberg. Mereka itu Dr. Wubo Ockels,
ahli fisika nuklir dari Universitas Groningen, Negeri Belanda,
dan Dr. Michael Lampton, ahli fisika dari Universitas California
di erkeley, AS. Ockels dan Lampton, sebagai spesialis muatan
"cadangan", bertugas di Pusat Pengendalian Johnson di Houston,
AS, melayani dan memberi konsultasi kepada para peneliti yang
berkumpul di pusat itu, berikut kepada kedua rekan mereka di
Spacelab.
Selama penerbangan itu, sekitar 150 ilmuwan, peneliti utama
yang mewakili setiap eksperimen itu, berada di Pusat
Pengendalian Johnson. Mereka bisa langsung berkomunikasi dengan
Merbold dan Lichtenberg di Spacelab, mendiskusikan setiap
perkembangan atau perubahan dalam berbagai eksperimen itu. Semua
informasi hasil eksperimen itu juga mereka peroleh melalui
sejumlah komputer di pusat pengendalian itu serta berbagai usul
dan saran mereka bisa dikonsultasikan dengan Ockels dan Lampton.
"Seakan-akan setiap peneliti itu berada sendiri dalam orbit,"
ujar Dr. Charles R. Chappell, ilmuwan kepala NASA bagi misi
Spacelab-1 itu.
Keempat spesialis muatan itu dipilih dari ribuan calon oleh
kelompok ilmuwan itu sendiri. Selama berbulan-bulan persiapan,
Merbold, Lichtenberg, Ockels, dan Lampton terus menerus
mengunjungi berbagai laboratorium di seluruh dunia, tempat
berbagai eksperimen itu disiapkan. Mereka menyaksikan dan
terlibat dalam setiap eksperimen sejak lahirnya sebagai suatu
konsep hingga berkembang menjadi perlengkapan, bagian dari
Spacelab. Keempat spesialis muatan serta para peneliti itu
"ditempa menjadi kelompok terpadu melalui hubungan timbal balik
antara mereka," ujar Dr. Chappell.
Para peneliti di Pusat Pengendalian Misi Johnson setiap 12 jam
berkumpul, membahas perkembangan berbagai eksperimen itu. Juga
untuk mencapai kesepakatan andai kata tidak cukup waktu untuk
menyelesaikan salah satu eksperimen atau ada kesulitan lain.
Misalnya, ketika mereka memutuskan memperpanjang satu hari misi
itu.
Jadwal penerbangan Columbia yang semula sembilan hari-sehari
lebih lama dari penerbangan Spaceshuttle sebelumnya - kemudian
menjadi sepuluh hari. Sebab, ternyata, baik pesawat maupun
laboratorium demikian baik bekerja dan berfungsi, di samping
memberikan kesempatan kepada para ilmuwan memperoleh lebih
banyak hasil eksperimen mereka. Sejak peluncurannya, baik
Columbia maupun Spacelab, dalam palkanya, bekerja tanpa
gangguan, kecuali gagalnya satu alat elektronis yang
menghubungkan komputer di Spacelab dengan beberapa peralatan di
luar. Namun, para ilmuwan berhasil mengatasi gangguan itu.
Harapan misi Spacelab pernah suram ketika peluncurannya
tertunda dari bulan ke bulan. Menurut rencana semua, peluncuran
30 September lalu, tapi gangguan yang dialami satelit komunikasi
data TDRS menyebabkan penundaan pertama hingga 28 Oktober.
Berbagai instrumen di Spacelab itu memerlukan arus komunikasi
data yang cepat, dari dan ke bumi, yang hanya bisa dilayani
satelit khusus seperti TDRS.
Belum teratasi kesulitan itu, sudah muncul problem baru yang
lebih gawat. Ketika penerbangan Spaceshuttle ke 8, Agustus
lalu, ditemukan bahwa lapisan dinding pipa pembuang salah satu
dari kedua roket pembantu pesawat Challenger itu hampir habis
terbakar. Secara normal, lapisan bahan tahan panas setebal 7,5
cm paling banyak separuhnya terbakar habis selama dua menit
tenaga dorongan yang dihasilkan kedua roket pembantu berbahan
bakar padat itu.
Setelah bekas roket Challenger itu diperiksa, ternyata tebal
lapisan itu hanya bersisa beberapa milimeter. Jika sempat habis,
dorongan roket itu tak lagi mengarah ke atas saja, melainkan
juga ke samping. Akibatnya cukup fatal bagi pesawat itu.
Kelemahan serupa diduga terdapat pada kedua roket pembantu yang
sudah siap terpasang pada pesawat Columbia. Satu-satunya jalan
ialah menguji dulu kedua roket itu atau menggantikannya dengan
sepasang yang baru. Kedua cara ini tak bisa mengejar tanggal 28
Oktober itu hingga untuk kedua kali peluncuran Columbia dan
Spacelab tertunda.
Tapi eksperimen di Spacelab itu di antaranya menyangkut
penelitian astronomis serta pengamatan bumi dan atmosfernya,
yang semuanya sangat tergantung pada kondisi dan posisi berbagai
benda langit. Sebenarnya, peluncuran akhir Oktober lalu adalah
kesempatan terakhir tahun ini yang menjamin kondisi yang
optimal. Karena terpaksa ditunda lagi, hanya tersedia dua
kesempatan yang masih tergolong baik, yaitu akhir November dan
akhir Februari tahun depan.
Sedangkan peluncuran akhir Februari, meski lebih baik dari akhir
November, bisa mengacaukan jadwal peluncuran Spaceshuttle pada
tahun 1984 kelak. Karena itu, NASA memilih 28 November lalu. Dan
hari Senin itu, pukul 11 pagi (23.00 WlB), Columbia, yang
dilengkapi sepasang roket pembantu yang baru, dengan megahnya
meluncur ke orbitnya, sekitar 250 km di atas permukaan bumi.
Semua yang terlibat proyek itu tentu saja menghela napas lega,
terutama ESA, yang setiap hari penundaan harus mengeluarkan
biaya US$ 10.000. Meski begitu, masih tersisa kekecewaan kecil.
Menurut NASA sendiri, sedikitnya empat eksperimen akan
terpengaruh hasilnya karena penundaan itu. Paling tidak,
kehilangan sepertiga dari waktu penelitiannya.
Misalnya, eksperimen yang menggunakan meriam elektronis untuk
menciptakan aurora buatan, serta kamera khusus untuk mengamati
aurora bordealisdi langit sekitar kutub bumi, hanya memperoleh
manfaat40 persen. Sementara itu, eksperimen lain yang meneliti
berbagai zat pencemar kimiawi di lapisan atmosfer bumi
kehilangan sepertiga dari datanya akibat rendahnya posisi
matahari terhadap bumi pada bulan November dan Desember.
Meskipun demikian, NASA menyanggupi mengulang semu eksperimen
yang terpengaruh karena penundaan itu dan menyediakan tempat
dalam penerbangan Spaceshuttle yang akan datang. Gratis!
NASA memang melihat peluncuran Spacelab itu sebagai kunci untuk
meluluskan anggaran yang diusulkan kepada Kongres. Hasil
Spacelab itu diharapkan bisa membuktikan potensi proyek semacam
itu kepada Kongres dan membujuk lembaga itu menyetujui anggaran
US$ 10 milyar yang diperlukan NASA untuk membangun sebuah
stasiun ruang angkasa menjelang akhir abad ini. "Pekan ini
sangat penting bagi kita," ujar direktur NASA, James Beggs,
sesaat menjelang Columbia lepas landas. "Sangat penting agar
penerbangan ini berhasil baik," katanya.
Tentu saja, karena beberapa hari setelah peluncuran itu, Beggs
diundang ke Gedung Putih guna merundingkan permintaannya akan
sebagian dana untuk memulai pembangunan stasiun ruang angkasa
itu. Permintaan itu dimasukkan dalam rencana anggaran belanja
yang bakal diajukan Presiden Reagan kepada Kongres, Januari
mendatang. Sudah tentu, sukses penerbangan Spacelab itu hendak
dimanfaatkan sebagai argumen bagi kelanjutan proyek stasiun
ruang angkasa.
Kongres memang perlu diyakinkan. Menurut Kantor Penilaian
Teknologi lembaga itu, suatu pusat produksi di ruang angkasa tak
pernah akan ekonomis. Bahkan, beberapa pandangan skeptis di
Kongres menganggap NASA bukan hendak membangun proyek di ruang
angkasa itu karena terdorong pertimbangan komersial, melainkan
karena ingin membenarkan anggaran belanjanya serta program
Spaceshuttle. Sekali sudah ada sarana angkutan seperti
Spaceshuttle, tentu harus ada sasaran yang dilayani di ruang
angkasa, kata mereka.
Meski begitu, dan sekalipun anggaran yang tersedia bagi berbagai
program NASA mengalami pemotongan drastis, stasiun ruang angkasa
itu bukan lagi suatu impian kosong saja. Sejak beberapa tahun
sebelumnya NASA sudah memulai rencana pendahuluan. Spacelab
sekarang dilihat sebagai langkah pertama menuju realisasi proyek
itu lebih lanjut. Menurut NASA, stasiun itu diperlukan untuk
menghasilkan produk abad ruang angkasa. Dengan "angin" baik
-tentunya juga dari Kongres - NASA mengharapkan stasiun itu
sudah bisa mengorbit menjelangtahun 1992. "Stasiun perantara
menuju bintang," kata orang NASA.
Beberapa ahli ruang angkasa memang cukup optimistis mengenai
masa depan kegunaan antariksa bagi industri. Menurut Resource
Development Inc. di Amerika, menjelang tahun 1995, di antariksa
setiap tahun akan dibuat obat-obatan seharga sekitar US$ 5
milyar. NASA sendiri sudah lama melakukan berbagai eksperimen di
bidang ini bersama beberapa perusahaan, seperti Ortho
Pharmaceutical (anak perusahaan dari Johnson and Johnson) dan
perusahaan pesawat terbang McDonnell Douglas. Perusahaan AS itu
cukup puas dengan hasil berbagai eksperimen itu, tapi tak
bersedia memberikan keterangan terperinci .
Mengapa industri itu harus di ruang angkasa? Soalnya, kondisi di
ruang angkasa memiliki beberapa kelebihan, baik bagi teknologi
maupun penelitian ilmu pengetahuan. Sebuah laboratorium di ruang
angkasa, misalnya, bekerja dalam keadaan tanpa gaya berat.
Penerbangan antariksa terdahulu sudah membuktikan bahwa di ruang
angkasa bisa dihasilkan bahan yang lebih murni dari pada di
bumi. Dalam keadaan tanpa bobot, semua bahan itu lebih mudah dan
lebih sempurna pencampurannya, bahan lain lebih mudah
menghablur, dan berbagai zat kimia bisa diuraikan lebih
sempurna. Sebetulnya, dalam Spacelab, misalnya, bukan keadaan
tanpa bobot sama sekali, melainkan hanya daya bobotnya sangat
berkurang.
Dalam keadaan berkurang bobot itu, gejala fisik dan sifat
berbagai bahan dan zat di uji . Terutama zat cair dan gas
berbeda kelakuannya daripada di bumi. Sebetulnya, dalam kondisi
di bumi, pengamatan terhadap gejala fisik serta sifat cair dan
gas sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Bahan cair,
misalnya, tak sepenuhnya murni di bumi karena, betapapun, selalu
ada sentuhan dengan dinding wadah yang ditempatinya.
Dalam keadaan berkurang bobot, contoh zat cair itu bisa
diletakkan di luarwadah sehingga memungkinkan berbagai
eksperimen yang sama sekali baru. Kenyataan ini juga berlaku
bagi bahan padat yang dicairkan . Kemurnian peleburan berbagai
zat padat di bumi juga terpengaruh oleh wadah yang ditempati
bahan itu.
Maka, dalam Spacelab, jumlah eksperimen di bidang ilmu
bahan-bahan ini hampir separuh dari 72 eksperimen yang
dilakukan. Ini terutama ditangani Ulf Merbold yang bidangnya
memang metalurgi. Meski tampaknya penelitian semacam itu sangat
abstrak, teoretis, dan seakan-akan tak relevan dengan suatu
keperluan khusus, kebanyakan eksperimen itu diharapkan berguna
di kemudian hari. Paling tidak, bisa dikembangkan teknologi baru
membuat bahan baru dengan sifat yang sama sekali berlainan.
Dengan kata lain, berbagai eksperimen itu kelak berguna bagi
pengembangan suatu industri di ruang angkasa.
Di samping keadaan tanpa bObot, laboratorium di ruang angkasa
juga memungkinkan pengamatan astronomis dan bumi serta
atmosfernya. Atau dari sudut yang berlainan sama sekali. Maka,
dalam Spacelab sebagian eksperimen mencakup tiga kategori ilmu,
yaitu ilmu astronomi dan fisika matahari fisika plasma ruang
angkasa, dan fisika atmosfer serta pengamatan bumi.
Eksperimen astronomi dan fisika matahari dirancang ilmuwan
Prancis dan Belgia. Enam teleskop akan mengamati setiap bagian
ruang angkasa. Satu buah, misalnya, mengindera sinar ultraviolet
yang berasal dari quasar. Lainnya mencatat dan merekam berbagai
sumber sinar X dan mempelajari pancaran yang menunjuk pada
kehadiran "lubang hitam" di ruang angkasa. Di samping itu,
pengamatan khusus terhadap matahari membantu para ilmuwan
memahami lebih mendalam fisika benda langit itu, yang begitu
penting bagi kehidupan di bumi.
Berbagai eksperimen di bidang fisika plasma ruang angkasa, yang
terpusat pada penelitian terhadap sinar kosmis dan sifat medan
magnetis bumi, direncanakan oleh Amerika Serikat, Prancis,
Norwegia, dan Jerman Barat.
Eksperimen di bidang fisik atmosfer serta penginderaan bumi
berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari dan,
karenanya, mendapatkan perhatian khusus. Permukaan bumi akan
diindera terutama melalui berbagai eksperimen dari Jerman Barat,
yang melakukan pemotretan beresolusi tinggi. Artinya, sangat
mendetail. Ini bermanfaat bagi pembuatan peta bumi serta
memperoleh berbagai informasi lainnya. Untuk pembuatan peta,
eksperimen itu juga akan dilanjutkan pada berbagai penerbangan
Spacelab yang akan datang. Pembuatan peta bumi yang lengkap itu
penting karena saat ini, sebetulnya, baru 35 persen permukaan
bumi yang dipetakan secara mendetail.
Informasi lain yang diharapkan dari penginderaan itu ialah
mengenai lahan pertanian, dampak lingkungan, garis pantai, dan
curah salju. Untuk itu, dipergunakan peralatan pengindera
bergelombang mikro, yang bisa menembus halangan, misalnya hujan
dan awan. Data tentang gelombang di laut, misalnya, sangat
penting bagi para ahli meteorologi sebagai indikasi tentang
kondisi angin serta perkembangan iklim.
Kategori penelitian ke-5 ialah mengenai ilmu kesehatan dan
biologi. Kebanyakan jenis eksperimen itu bertujuan meneliti cara
manusia dan tanaman bereaksi dalam kondisi ruang angkasa.
Gangguan keseimbangan serta perubahan, baik dalam sistem
peredaran darah maupun imunitas, tulang dan otot hanya beberapa
dari berbagai penyakit atau gangguan yang dihadapi manusia di
ruang angkasa, dan yang terkadang berkelaniutan di bumi.
Jantung, otak, darah, dan mata melalui perekam di Spacelab
menghasilkan informasi bagi keterangan mengenai apa yang
menyebabkan berbagai gangguan itu. NASA sendiri memang sangat
berkepentingan dengan hasil eksperimen itu agartahu lebih banyak
tentang apa yang terjadi di dalam tubuh manusia dalam keadaan
tanpa atau berkurang bobot. Apalagi, jika memang direncanakan
membuat stasiun ruang angkasa dan menempati ruang angkasa itu
secara permanen.
Kesepakatan membangun Spacelab itu sudah berumur lebih dari 10
tahun. Bahkan, tahun 1969, ketika Spaceshuttle baru merupakan
suatu impian. Direktur NASA, John Payne, mengunjungi Eropa untuk
mengusulkan suatu kerja sama. Eropa akan menyediakan
laboratorium yang bisa diluncurkan ke ruang angkasa dan berulang
kali dipergunakan kembali, sedangkan NASA akan menyediakan
sistem pengangkutannya. Gagasan ini yang kemudian melahirkan
ESA.
Eropa sendiri menganggap gagasan ini suatu cara untuk tetap
terlibat dalam penelitian teknologi ruang angkasa tanpa harus
membiayai pengembangan sarana peluncuran berkemampuan besar
seperti halnya Amerika Serikat. Keuntungan lain dari kerja sama
itu ialah kesepakatan bagi Eropa untuk mengembangkan serangkaian
roket peluncu rAriane yang sangat berhasil. Roket Ariane itu
terlampau kecil untuk penerbangan berawak di ruang angkasa, tapi
sangat bermanfaat bagi peluncuran satelit.
Kerja sama itu sering mengalami gangguan. Eropa, dengan semangat
besar, melanjutkan pembangunan Spacelab, sementara Spaceshuttle
di AS mengalami berbagai hambatan dan kesulitan perancangan.
Rencana semula untuk meletakkan Spacelab langsung melekat pada
kabin penumpang di palka Spaceshuttle terpaksa diubah
laboratorium itu menjadi diletakkan di bagian belakang palka.
Ini berarti, harus ada terowongan penghubungan dengan kabin agar
para astronaut bisa mencapai Spacelabitu. Untuk mengatasi
kejengkelan Eropa mengenai perubahan di luar rencana itu, NASA
membiayai ongkos pembuatan terowongan itu sebesar US$ 18 juta.
Kesepakatan itu menjamin biaya peluncuran laboratorium buatan
Eropa itu, sebesar US$ 100 juta, ditanggung NASA. Tapi, sesudah
penerbangan perdana, Spacelab menjadi milik NASA. Sementara itu,
NASA juga setuju membeli sejumlah Spacelab tambahan seharga US$
250 juta per buah. Kalau Eropa toh masih ingin meluncurkan suatu
laboratorium sendiri, mereka harus membayar US$ 35 juta setiap
kali peluncuran.
Semula, ESA merencanakan penerbangan perdana sebagai percobaan
kosong saja. Artinya, tidak membawa eksperimen apa pun. Harga
yang semakin meningkat membatalkan rencana yang memang mahal
itu. Akibatnya, penerbangan sekarang ini sarat dengan berbagai
peralatan eksperimen, yang berjumlah 38 macam. Sebetulnya,
karena banyaknya, baik menurut pengakuan ESA maupun NASA, bisa
saja terjadi kegagalan dalam berbagai eksperimen itu. Para
ilmuwan, dengan pandangan jauh ke muka, sejak semula sudah
merancang berbagai eksperi men mereka secara sebagian besar
otomatis karena khawatir tidak tertangani oleh para astronaut.
Demikian banyak dan sulit tugas yang harus dilakukan serentak
selama penerbangan sepuluh hari di ruang angkasa, hingga setiap
astronaut berulang kali ditempa dalam lembaga simulasi ruang
angkasa. Latihan ini tak bisa diabai kan karena demikian banyak
tugas yang harus diselesaikan. Tapi, bagaimanapun, tak ideal
keadaannya.
"Penerbangan kemudian," ujar seorang anggota DFVLR, Badan
Penelitian Aerospace Jerman Barat di Porz, dekat Koln, "mungkin
sebaiknya disederhanakan ragam dan berbagai eksperimen, paling
tidak selama beberapa tahun mendatang."
Spacelab penuh dengan berbagai peralatan dan instrumen, dari
komputer hingga peralatan produksi otomatis miniatur. Ketiga
unsur pokok Spacelab terdiri dari dua ruang bulat dengan di
dalamnya iklim seperti di bumi. Unsur kedua ialah lima buah
landasan di luar, tempat berbagai instrumen, seperti teleskop
dan alat pengindera lainnya, langsung berhubungan dengan ruang
angkasa bila pintu palka Columbia terbuka. Unsur ketiga ialah
terowongan bergaris tengah 100 cm yang memungkinkan para
astronaut berpindah-pindah.
Semua komponen itu bisa dipersatukan dengan cara yang berlainan,
sesuai dengan kebutuhan. Bagi keperluan penerbangan perdana
akhir bulan lalu, Spacelab itu disusun dalam bentuk "modul
panjang". Kedua ruang bulat dipersatukan menjadi ruang sepanjang
7 m dengan garis tengah 4 m, yang bersambungan di bagian
belakang dengan landasan yang luas, tempat berbagai peralatan,
seperti alat pengindera sinar kosmis, spektrometer, kamera
televisi, dan sejumlah teleskop, didirikan. Pada penerbangan
Spacelab di masa mendatang, komposisi berbagai komponen bisa
saja diubah.
Semua eksperimen yang di lakukan dengan peralatan dan instrumen
di Spacelab akan menentukan keputusan apakah ruang angkasa itu
bisa di-"garap" mirip dengan cara pemukim baru di daerah kosong
Amerika Serikat di abad sebelumnya dan mendirikan kelompok
masyarakat kecil yang berkembang dengan mengirim hasil produksi
mereka kembali ke kota-kota besar.
Seperti juga di zaman dulu, para pemukim baru di ruang angkasa
kelak merupakan manusia bertubuh sehat dan memiliki
keterampilan. Tidak lagi terdiri dari manusia superseperti para
astronaut yang memelopori ruang angkasa selama ini. Menurut Dr.
Dai Shapland, dari ESA, tuntutan fisik bagi para ilmuwan di
Spacelab tidak terlalu ketat. Mereka itu "cukup memiliki jantung
yang sehat, tekanan darah yang normal, dan waktu reaksi yang
wajar," ujarnya. "Setiap usia. Sampai 60 tahun, misalnya."
Karena itu, bersiap-siaplah menjadi manusia ruang angkasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini