Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Petualangan di antariksa

Penerbangan spaceshuttle yang ke-9, mengangkut spacelab-laboratorium dirgantara. melakukan 72 jenis eksperimen. tuntutan fisik bagi para ilmuwan di spacelab tidak terlalu ketat. (sel)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN mulus pesawat ruang angkasa Columbia mendarat kembali di Pangkalan AU Edwards, California, Kamis, pekan lalu. Selama 10 hari pesawat Spaceshuttle milik Amerika Serikat itu, dalam palkanya, mengangkut Spacelab, laboratorium ilmiah buatan Eropa seharga US$ 1 milyar. Spacelab itu memang dirancang, dibangun, dan dibiayai ESA (European Space Agency, konsorsium 11 negara Eropa Barat di bidang teknologi ruang angkasa. Penerbangan Spaceshuttle yang ke-9 kali ini ternyata suatu sukses gemilang. "Sukses bagi proyek terbesar dalam kerja sama internasional di ruang angkasa," ujar James Beggs, kepala NASA, ketika menyambut awak Columbia yang baru mendarat itu. Untuk pertama kali seorang bukan Amerika turut serta dalam pesawat ruang angkasa AS. Ia, Dr. Ulf Merbold, 42, ahli fisika dari Jerman Barat, bersama rekannya, Dr. Byron Lichtenberg, 35, ahli biomedis dari AS, bertanggung jawab atas perlakuan sebanyak 72 jenis eksperimen dalam Spacelab itu. Kali ini Columbia membawa enam astronaut - jumlah terbesar yang pernah diluncurkan ke ruang angkasa - dengan komandan Kolonel AU John W. Young, 53. Veteran enam kali penerbangan ruang angkasa ini - termasuk mengendarai mobil di permukaan bulan - juga memimpin pesawat Columbia ketika penerbangan perdana proyek Spaceshuttle, awal tahun 1981. Seusai penerbangannya yang ke-5 kali, akhir tahun lalu, Columbia dipersiapkan di Pusat Ruang Angkasa Kennedy, Florida, untuk mengangkut Spacelab. Sejak itu tugas Spaceshuttle dijalankan pesawat Challenger, yang tahun ini sempat melakukan tiga kali penerbangan. Sebagai pilot Columbia, bertindak Mayor AU Brewster H. Shaw Jr.,38. Spesialis misi ialah Dr. Robert A.R. Parker, 46, ahli astronomi, dan Dr. Owen K. Garriott, 53, ahli fisika ionosfer. Garriott juga seorang veteran ruang angkasa. Tahun 1973 ia selama hampir 60 hari tinggal di ruang angkasa sebagai anggota awak Skylab 3. Para spesialis misi itu bertugas menangani berbagai peralatan dan eksperimen dalam suatu penerbangan Spaceshuttle dan biasanya dijabat oleh sarjana berbagai bidang ilmu dari antara para astronaut NASA. Kini untuk kali pertama turut serta dua ilmuwan bukan astronaut NASA yang mendapat julukan spesialis muatan. Agaknya, karena muatan kali ini khusus, yaitu Spacelab itu. Para spesialis misi membantu kedua spesialis muatan dalam menjalankan berbagai eksperimen di Spacelab itu. Dua ilmuwan lain juga terpilih sebagai spesialis muatan di samping Merlbold dan Lichtenberg. Mereka itu Dr. Wubo Ockels, ahli fisika nuklir dari Universitas Groningen, Negeri Belanda, dan Dr. Michael Lampton, ahli fisika dari Universitas California di erkeley, AS. Ockels dan Lampton, sebagai spesialis muatan "cadangan", bertugas di Pusat Pengendalian Johnson di Houston, AS, melayani dan memberi konsultasi kepada para peneliti yang berkumpul di pusat itu, berikut kepada kedua rekan mereka di Spacelab. Selama penerbangan itu, sekitar 150 ilmuwan, peneliti utama yang mewakili setiap eksperimen itu, berada di Pusat Pengendalian Johnson. Mereka bisa langsung berkomunikasi dengan Merbold dan Lichtenberg di Spacelab, mendiskusikan setiap perkembangan atau perubahan dalam berbagai eksperimen itu. Semua informasi hasil eksperimen itu juga mereka peroleh melalui sejumlah komputer di pusat pengendalian itu serta berbagai usul dan saran mereka bisa dikonsultasikan dengan Ockels dan Lampton. "Seakan-akan setiap peneliti itu berada sendiri dalam orbit," ujar Dr. Charles R. Chappell, ilmuwan kepala NASA bagi misi Spacelab-1 itu. Keempat spesialis muatan itu dipilih dari ribuan calon oleh kelompok ilmuwan itu sendiri. Selama berbulan-bulan persiapan, Merbold, Lichtenberg, Ockels, dan Lampton terus menerus mengunjungi berbagai laboratorium di seluruh dunia, tempat berbagai eksperimen itu disiapkan. Mereka menyaksikan dan terlibat dalam setiap eksperimen sejak lahirnya sebagai suatu konsep hingga berkembang menjadi perlengkapan, bagian dari Spacelab. Keempat spesialis muatan serta para peneliti itu "ditempa menjadi kelompok terpadu melalui hubungan timbal balik antara mereka," ujar Dr. Chappell. Para peneliti di Pusat Pengendalian Misi Johnson setiap 12 jam berkumpul, membahas perkembangan berbagai eksperimen itu. Juga untuk mencapai kesepakatan andai kata tidak cukup waktu untuk menyelesaikan salah satu eksperimen atau ada kesulitan lain. Misalnya, ketika mereka memutuskan memperpanjang satu hari misi itu. Jadwal penerbangan Columbia yang semula sembilan hari-sehari lebih lama dari penerbangan Spaceshuttle sebelumnya - kemudian menjadi sepuluh hari. Sebab, ternyata, baik pesawat maupun laboratorium demikian baik bekerja dan berfungsi, di samping memberikan kesempatan kepada para ilmuwan memperoleh lebih banyak hasil eksperimen mereka. Sejak peluncurannya, baik Columbia maupun Spacelab, dalam palkanya, bekerja tanpa gangguan, kecuali gagalnya satu alat elektronis yang menghubungkan komputer di Spacelab dengan beberapa peralatan di luar. Namun, para ilmuwan berhasil mengatasi gangguan itu. Harapan misi Spacelab pernah suram ketika peluncurannya tertunda dari bulan ke bulan. Menurut rencana semua, peluncuran 30 September lalu, tapi gangguan yang dialami satelit komunikasi data TDRS menyebabkan penundaan pertama hingga 28 Oktober. Berbagai instrumen di Spacelab itu memerlukan arus komunikasi data yang cepat, dari dan ke bumi, yang hanya bisa dilayani satelit khusus seperti TDRS. Belum teratasi kesulitan itu, sudah muncul problem baru yang lebih gawat. Ketika penerbangan Spaceshuttle ke 8, Agustus lalu, ditemukan bahwa lapisan dinding pipa pembuang salah satu dari kedua roket pembantu pesawat Challenger itu hampir habis terbakar. Secara normal, lapisan bahan tahan panas setebal 7,5 cm paling banyak separuhnya terbakar habis selama dua menit tenaga dorongan yang dihasilkan kedua roket pembantu berbahan bakar padat itu. Setelah bekas roket Challenger itu diperiksa, ternyata tebal lapisan itu hanya bersisa beberapa milimeter. Jika sempat habis, dorongan roket itu tak lagi mengarah ke atas saja, melainkan juga ke samping. Akibatnya cukup fatal bagi pesawat itu. Kelemahan serupa diduga terdapat pada kedua roket pembantu yang sudah siap terpasang pada pesawat Columbia. Satu-satunya jalan ialah menguji dulu kedua roket itu atau menggantikannya dengan sepasang yang baru. Kedua cara ini tak bisa mengejar tanggal 28 Oktober itu hingga untuk kedua kali peluncuran Columbia dan Spacelab tertunda. Tapi eksperimen di Spacelab itu di antaranya menyangkut penelitian astronomis serta pengamatan bumi dan atmosfernya, yang semuanya sangat tergantung pada kondisi dan posisi berbagai benda langit. Sebenarnya, peluncuran akhir Oktober lalu adalah kesempatan terakhir tahun ini yang menjamin kondisi yang optimal. Karena terpaksa ditunda lagi, hanya tersedia dua kesempatan yang masih tergolong baik, yaitu akhir November dan akhir Februari tahun depan. Sedangkan peluncuran akhir Februari, meski lebih baik dari akhir November, bisa mengacaukan jadwal peluncuran Spaceshuttle pada tahun 1984 kelak. Karena itu, NASA memilih 28 November lalu. Dan hari Senin itu, pukul 11 pagi (23.00 WlB), Columbia, yang dilengkapi sepasang roket pembantu yang baru, dengan megahnya meluncur ke orbitnya, sekitar 250 km di atas permukaan bumi. Semua yang terlibat proyek itu tentu saja menghela napas lega, terutama ESA, yang setiap hari penundaan harus mengeluarkan biaya US$ 10.000. Meski begitu, masih tersisa kekecewaan kecil. Menurut NASA sendiri, sedikitnya empat eksperimen akan terpengaruh hasilnya karena penundaan itu. Paling tidak, kehilangan sepertiga dari waktu penelitiannya. Misalnya, eksperimen yang menggunakan meriam elektronis untuk menciptakan aurora buatan, serta kamera khusus untuk mengamati aurora bordealisdi langit sekitar kutub bumi, hanya memperoleh manfaat40 persen. Sementara itu, eksperimen lain yang meneliti berbagai zat pencemar kimiawi di lapisan atmosfer bumi kehilangan sepertiga dari datanya akibat rendahnya posisi matahari terhadap bumi pada bulan November dan Desember. Meskipun demikian, NASA menyanggupi mengulang semu eksperimen yang terpengaruh karena penundaan itu dan menyediakan tempat dalam penerbangan Spaceshuttle yang akan datang. Gratis! NASA memang melihat peluncuran Spacelab itu sebagai kunci untuk meluluskan anggaran yang diusulkan kepada Kongres. Hasil Spacelab itu diharapkan bisa membuktikan potensi proyek semacam itu kepada Kongres dan membujuk lembaga itu menyetujui anggaran US$ 10 milyar yang diperlukan NASA untuk membangun sebuah stasiun ruang angkasa menjelang akhir abad ini. "Pekan ini sangat penting bagi kita," ujar direktur NASA, James Beggs, sesaat menjelang Columbia lepas landas. "Sangat penting agar penerbangan ini berhasil baik," katanya. Tentu saja, karena beberapa hari setelah peluncuran itu, Beggs diundang ke Gedung Putih guna merundingkan permintaannya akan sebagian dana untuk memulai pembangunan stasiun ruang angkasa itu. Permintaan itu dimasukkan dalam rencana anggaran belanja yang bakal diajukan Presiden Reagan kepada Kongres, Januari mendatang. Sudah tentu, sukses penerbangan Spacelab itu hendak dimanfaatkan sebagai argumen bagi kelanjutan proyek stasiun ruang angkasa. Kongres memang perlu diyakinkan. Menurut Kantor Penilaian Teknologi lembaga itu, suatu pusat produksi di ruang angkasa tak pernah akan ekonomis. Bahkan, beberapa pandangan skeptis di Kongres menganggap NASA bukan hendak membangun proyek di ruang angkasa itu karena terdorong pertimbangan komersial, melainkan karena ingin membenarkan anggaran belanjanya serta program Spaceshuttle. Sekali sudah ada sarana angkutan seperti Spaceshuttle, tentu harus ada sasaran yang dilayani di ruang angkasa, kata mereka. Meski begitu, dan sekalipun anggaran yang tersedia bagi berbagai program NASA mengalami pemotongan drastis, stasiun ruang angkasa itu bukan lagi suatu impian kosong saja. Sejak beberapa tahun sebelumnya NASA sudah memulai rencana pendahuluan. Spacelab sekarang dilihat sebagai langkah pertama menuju realisasi proyek itu lebih lanjut. Menurut NASA, stasiun itu diperlukan untuk menghasilkan produk abad ruang angkasa. Dengan "angin" baik -tentunya juga dari Kongres - NASA mengharapkan stasiun itu sudah bisa mengorbit menjelangtahun 1992. "Stasiun perantara menuju bintang," kata orang NASA. Beberapa ahli ruang angkasa memang cukup optimistis mengenai masa depan kegunaan antariksa bagi industri. Menurut Resource Development Inc. di Amerika, menjelang tahun 1995, di antariksa setiap tahun akan dibuat obat-obatan seharga sekitar US$ 5 milyar. NASA sendiri sudah lama melakukan berbagai eksperimen di bidang ini bersama beberapa perusahaan, seperti Ortho Pharmaceutical (anak perusahaan dari Johnson and Johnson) dan perusahaan pesawat terbang McDonnell Douglas. Perusahaan AS itu cukup puas dengan hasil berbagai eksperimen itu, tapi tak bersedia memberikan keterangan terperinci . Mengapa industri itu harus di ruang angkasa? Soalnya, kondisi di ruang angkasa memiliki beberapa kelebihan, baik bagi teknologi maupun penelitian ilmu pengetahuan. Sebuah laboratorium di ruang angkasa, misalnya, bekerja dalam keadaan tanpa gaya berat. Penerbangan antariksa terdahulu sudah membuktikan bahwa di ruang angkasa bisa dihasilkan bahan yang lebih murni dari pada di bumi. Dalam keadaan tanpa bobot, semua bahan itu lebih mudah dan lebih sempurna pencampurannya, bahan lain lebih mudah menghablur, dan berbagai zat kimia bisa diuraikan lebih sempurna. Sebetulnya, dalam Spacelab, misalnya, bukan keadaan tanpa bobot sama sekali, melainkan hanya daya bobotnya sangat berkurang. Dalam keadaan berkurang bobot itu, gejala fisik dan sifat berbagai bahan dan zat di uji . Terutama zat cair dan gas berbeda kelakuannya daripada di bumi. Sebetulnya, dalam kondisi di bumi, pengamatan terhadap gejala fisik serta sifat cair dan gas sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Bahan cair, misalnya, tak sepenuhnya murni di bumi karena, betapapun, selalu ada sentuhan dengan dinding wadah yang ditempatinya. Dalam keadaan berkurang bobot, contoh zat cair itu bisa diletakkan di luarwadah sehingga memungkinkan berbagai eksperimen yang sama sekali baru. Kenyataan ini juga berlaku bagi bahan padat yang dicairkan . Kemurnian peleburan berbagai zat padat di bumi juga terpengaruh oleh wadah yang ditempati bahan itu. Maka, dalam Spacelab, jumlah eksperimen di bidang ilmu bahan-bahan ini hampir separuh dari 72 eksperimen yang dilakukan. Ini terutama ditangani Ulf Merbold yang bidangnya memang metalurgi. Meski tampaknya penelitian semacam itu sangat abstrak, teoretis, dan seakan-akan tak relevan dengan suatu keperluan khusus, kebanyakan eksperimen itu diharapkan berguna di kemudian hari. Paling tidak, bisa dikembangkan teknologi baru membuat bahan baru dengan sifat yang sama sekali berlainan. Dengan kata lain, berbagai eksperimen itu kelak berguna bagi pengembangan suatu industri di ruang angkasa. Di samping keadaan tanpa bObot, laboratorium di ruang angkasa juga memungkinkan pengamatan astronomis dan bumi serta atmosfernya. Atau dari sudut yang berlainan sama sekali. Maka, dalam Spacelab sebagian eksperimen mencakup tiga kategori ilmu, yaitu ilmu astronomi dan fisika matahari fisika plasma ruang angkasa, dan fisika atmosfer serta pengamatan bumi. Eksperimen astronomi dan fisika matahari dirancang ilmuwan Prancis dan Belgia. Enam teleskop akan mengamati setiap bagian ruang angkasa. Satu buah, misalnya, mengindera sinar ultraviolet yang berasal dari quasar. Lainnya mencatat dan merekam berbagai sumber sinar X dan mempelajari pancaran yang menunjuk pada kehadiran "lubang hitam" di ruang angkasa. Di samping itu, pengamatan khusus terhadap matahari membantu para ilmuwan memahami lebih mendalam fisika benda langit itu, yang begitu penting bagi kehidupan di bumi. Berbagai eksperimen di bidang fisika plasma ruang angkasa, yang terpusat pada penelitian terhadap sinar kosmis dan sifat medan magnetis bumi, direncanakan oleh Amerika Serikat, Prancis, Norwegia, dan Jerman Barat. Eksperimen di bidang fisik atmosfer serta penginderaan bumi berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari dan, karenanya, mendapatkan perhatian khusus. Permukaan bumi akan diindera terutama melalui berbagai eksperimen dari Jerman Barat, yang melakukan pemotretan beresolusi tinggi. Artinya, sangat mendetail. Ini bermanfaat bagi pembuatan peta bumi serta memperoleh berbagai informasi lainnya. Untuk pembuatan peta, eksperimen itu juga akan dilanjutkan pada berbagai penerbangan Spacelab yang akan datang. Pembuatan peta bumi yang lengkap itu penting karena saat ini, sebetulnya, baru 35 persen permukaan bumi yang dipetakan secara mendetail. Informasi lain yang diharapkan dari penginderaan itu ialah mengenai lahan pertanian, dampak lingkungan, garis pantai, dan curah salju. Untuk itu, dipergunakan peralatan pengindera bergelombang mikro, yang bisa menembus halangan, misalnya hujan dan awan. Data tentang gelombang di laut, misalnya, sangat penting bagi para ahli meteorologi sebagai indikasi tentang kondisi angin serta perkembangan iklim. Kategori penelitian ke-5 ialah mengenai ilmu kesehatan dan biologi. Kebanyakan jenis eksperimen itu bertujuan meneliti cara manusia dan tanaman bereaksi dalam kondisi ruang angkasa. Gangguan keseimbangan serta perubahan, baik dalam sistem peredaran darah maupun imunitas, tulang dan otot hanya beberapa dari berbagai penyakit atau gangguan yang dihadapi manusia di ruang angkasa, dan yang terkadang berkelaniutan di bumi. Jantung, otak, darah, dan mata melalui perekam di Spacelab menghasilkan informasi bagi keterangan mengenai apa yang menyebabkan berbagai gangguan itu. NASA sendiri memang sangat berkepentingan dengan hasil eksperimen itu agartahu lebih banyak tentang apa yang terjadi di dalam tubuh manusia dalam keadaan tanpa atau berkurang bobot. Apalagi, jika memang direncanakan membuat stasiun ruang angkasa dan menempati ruang angkasa itu secara permanen. Kesepakatan membangun Spacelab itu sudah berumur lebih dari 10 tahun. Bahkan, tahun 1969, ketika Spaceshuttle baru merupakan suatu impian. Direktur NASA, John Payne, mengunjungi Eropa untuk mengusulkan suatu kerja sama. Eropa akan menyediakan laboratorium yang bisa diluncurkan ke ruang angkasa dan berulang kali dipergunakan kembali, sedangkan NASA akan menyediakan sistem pengangkutannya. Gagasan ini yang kemudian melahirkan ESA. Eropa sendiri menganggap gagasan ini suatu cara untuk tetap terlibat dalam penelitian teknologi ruang angkasa tanpa harus membiayai pengembangan sarana peluncuran berkemampuan besar seperti halnya Amerika Serikat. Keuntungan lain dari kerja sama itu ialah kesepakatan bagi Eropa untuk mengembangkan serangkaian roket peluncu rAriane yang sangat berhasil. Roket Ariane itu terlampau kecil untuk penerbangan berawak di ruang angkasa, tapi sangat bermanfaat bagi peluncuran satelit. Kerja sama itu sering mengalami gangguan. Eropa, dengan semangat besar, melanjutkan pembangunan Spacelab, sementara Spaceshuttle di AS mengalami berbagai hambatan dan kesulitan perancangan. Rencana semula untuk meletakkan Spacelab langsung melekat pada kabin penumpang di palka Spaceshuttle terpaksa diubah laboratorium itu menjadi diletakkan di bagian belakang palka. Ini berarti, harus ada terowongan penghubungan dengan kabin agar para astronaut bisa mencapai Spacelabitu. Untuk mengatasi kejengkelan Eropa mengenai perubahan di luar rencana itu, NASA membiayai ongkos pembuatan terowongan itu sebesar US$ 18 juta. Kesepakatan itu menjamin biaya peluncuran laboratorium buatan Eropa itu, sebesar US$ 100 juta, ditanggung NASA. Tapi, sesudah penerbangan perdana, Spacelab menjadi milik NASA. Sementara itu, NASA juga setuju membeli sejumlah Spacelab tambahan seharga US$ 250 juta per buah. Kalau Eropa toh masih ingin meluncurkan suatu laboratorium sendiri, mereka harus membayar US$ 35 juta setiap kali peluncuran. Semula, ESA merencanakan penerbangan perdana sebagai percobaan kosong saja. Artinya, tidak membawa eksperimen apa pun. Harga yang semakin meningkat membatalkan rencana yang memang mahal itu. Akibatnya, penerbangan sekarang ini sarat dengan berbagai peralatan eksperimen, yang berjumlah 38 macam. Sebetulnya, karena banyaknya, baik menurut pengakuan ESA maupun NASA, bisa saja terjadi kegagalan dalam berbagai eksperimen itu. Para ilmuwan, dengan pandangan jauh ke muka, sejak semula sudah merancang berbagai eksperi men mereka secara sebagian besar otomatis karena khawatir tidak tertangani oleh para astronaut. Demikian banyak dan sulit tugas yang harus dilakukan serentak selama penerbangan sepuluh hari di ruang angkasa, hingga setiap astronaut berulang kali ditempa dalam lembaga simulasi ruang angkasa. Latihan ini tak bisa diabai kan karena demikian banyak tugas yang harus diselesaikan. Tapi, bagaimanapun, tak ideal keadaannya. "Penerbangan kemudian," ujar seorang anggota DFVLR, Badan Penelitian Aerospace Jerman Barat di Porz, dekat Koln, "mungkin sebaiknya disederhanakan ragam dan berbagai eksperimen, paling tidak selama beberapa tahun mendatang." Spacelab penuh dengan berbagai peralatan dan instrumen, dari komputer hingga peralatan produksi otomatis miniatur. Ketiga unsur pokok Spacelab terdiri dari dua ruang bulat dengan di dalamnya iklim seperti di bumi. Unsur kedua ialah lima buah landasan di luar, tempat berbagai instrumen, seperti teleskop dan alat pengindera lainnya, langsung berhubungan dengan ruang angkasa bila pintu palka Columbia terbuka. Unsur ketiga ialah terowongan bergaris tengah 100 cm yang memungkinkan para astronaut berpindah-pindah. Semua komponen itu bisa dipersatukan dengan cara yang berlainan, sesuai dengan kebutuhan. Bagi keperluan penerbangan perdana akhir bulan lalu, Spacelab itu disusun dalam bentuk "modul panjang". Kedua ruang bulat dipersatukan menjadi ruang sepanjang 7 m dengan garis tengah 4 m, yang bersambungan di bagian belakang dengan landasan yang luas, tempat berbagai peralatan, seperti alat pengindera sinar kosmis, spektrometer, kamera televisi, dan sejumlah teleskop, didirikan. Pada penerbangan Spacelab di masa mendatang, komposisi berbagai komponen bisa saja diubah. Semua eksperimen yang di lakukan dengan peralatan dan instrumen di Spacelab akan menentukan keputusan apakah ruang angkasa itu bisa di-"garap" mirip dengan cara pemukim baru di daerah kosong Amerika Serikat di abad sebelumnya dan mendirikan kelompok masyarakat kecil yang berkembang dengan mengirim hasil produksi mereka kembali ke kota-kota besar. Seperti juga di zaman dulu, para pemukim baru di ruang angkasa kelak merupakan manusia bertubuh sehat dan memiliki keterampilan. Tidak lagi terdiri dari manusia superseperti para astronaut yang memelopori ruang angkasa selama ini. Menurut Dr. Dai Shapland, dari ESA, tuntutan fisik bagi para ilmuwan di Spacelab tidak terlalu ketat. Mereka itu "cukup memiliki jantung yang sehat, tekanan darah yang normal, dan waktu reaksi yang wajar," ujarnya. "Setiap usia. Sampai 60 tahun, misalnya." Karena itu, bersiap-siaplah menjadi manusia ruang angkasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus