Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Si jangkung menentang banjir

Galur (pravarietas) padi dwcb asal bangladesh, tinggi bisa mencapai 3,4 m. diteliti balai penelitian tanaman pangan (bptp), bogor untuk dikembangkan di lahan pertanian pasang surut. (ilt)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA datang dari negeri miskin, Bangladesh. Tapi tubuhnya sangat kukuh, tak mudah kena penyakit, dan bukan main jangkungnya. Dalam suatu penelitian di sini, terbukti bahwa tingginya encapai 3,4 m, atau kira-kira dua kali tinggi rata-rata tubuh orang Indonesia. Sungguh luar biasa. Apalagi, kalau diingat, dia ini cuma padi, yang sekarang lagi diteliti Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Bogor, untuk dikembangkan di lahan pertanian pasang surut dan lebak. Lahan seperti ini di Indonesia luasnya - sampai lima juta hektar dan, karena hampir sepanjang tahun tergenang air, baru 10% di antaranya yang bisa ditanami padi. Yaitu daerah rawa dangkal, dengan kedalaman air sampai 1 m, seperti yang banyak terdapat di daerah permukiman transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan. Petani di Kalimantan Selatan, misalnya, sudah lama menanam varietas Hyang, sejenis padi lokal yang rupanya bisa hidup di daerah rawa. Sayangnya, jika air surut pada saat padi sudah berbuah, rumpun padi yang tingginya sampai 1,5 m ini tak cukup tegar, sering-sering rubuh dan buahnya pun busuk terendam air. Karena itu, sejak 11 tahun yang lalu, BPTP Bogor berupaya mencari jenis padi yang cocok untuk kondisi ini. Hasilnya, ditemukan varietas Mahakam, yang awal Desember ini mulai disebarkan Departemen Pertanian kepada para petani. Mahakam adalah hasil persilangan varietas lokal, Pelita 1-2, dengan T442-36 yang berasal dari Muangthai. Penampilannya lumayan, dilihat dari uji lapangan yang dilakukan selama tiga tahun di kebun percobaan BPTP di Pusakanegara, Subang, Jawa Barat, dan beberapa tempat lainnya. Produksi per hektar mencapai 3-4 ton, dengan umur sekitar 135 hari, tahan terhadap bakteri daun bergaris dan keracunan besi. Dan, yang terenting, tahan genangan air, tak mudah rubuh. Tapi si Mahakam ini terbilang kerdil, tingginya cuma 1,1 m. Karena itu, peranannya nanti tampaknya cuma bisa diharap di daerah rawa dangkal sampai sedang. Padahal, daerah rawa dalam, yang digenangi air 2-3 m, terbentang begitu luas. Jangankan di luar Jawa. Di Lamongan, Jawa Timur saja rawa jenis ini ada sekitar 20.000 ha. Untuk itu, sejak dua tahun lalu BPTP meneliti enam galur (pravarietas) padi dari Bangladesh, yaitu Habiganj Aman 1 dan 2, Balun, BR224, BR311, dan DWCB. Inilah si jangkung tadi. Di negeri asalnya, yang banyak sungai dan sering dilanda banjir itu, si jangkung memang biasa ditanam di daerah rawa dengan kedalaman 2 sampai 3 m. Jenis ini sudah ada di negeri itu sejak ratusan tahun lalu, tumbuh liar di rawa-rawa di tepi sungai. Baru dalam 10 tahun terakhir ditanam secara intensif aleh petani di sana. Di sini pun, setelah lewat proses dipenelitian selama dua tahun, kehandalan si jangkung sudah teruji. "Kami sudah menemukan padi yang betul-betul tahan genangan air," kata Dr. Zainuddin Harahap, yang memimpin penelitian itu. Mula-mula, bibit padi jangkung ini, ketika tingginya 10 cm, direndam di dalam bak yang berisi air setinggi 50 cm. Setelah lima hari, bak dikeringkan, ternyata bibit itu tetap hidup. Padahal, dengan perlakuan yang sama, Mahakam dan Bogowonto, jenis varietas lokal lainnya, pada layu dan mati. Di kompleks kebun percobaan BPTP di Bogor, dibuat sebuah bak seluas 20 x 20 m, sedalam 3 m. Ke dalamnya dimasukka si jangkung yang berumur satu bulan, lalu bak itu diisi air sampai padi itu tenggelam. Jarak ujung padi dengan permukaan air 30 sampai 40 cm. Anehnya, bukan cuma tak mati, si jangkung tumbuh terus mengejar permukaan air. "Sesuai dengan sifat tumbuh tumbuhan yang ingin selalu mendapatkn sinar matahari," ujar Harahap, ahli pemuliaan tanaman lulusan Universitas Louisiana (AS), 1975, itu. Begitulah, setiap muka air dipertinggi, si jangkung tumbuh kian tinggi, sampai ketinggian air 3 m, pucuk daun si jangkung masih melampaui permukaan air sampai 40 cm. Ketika umurnya sudah tiga bulan, dan mulai memasuki masa pembuahan, pekerjaan menaikkan muka air dihentikan. Dan pada Oktober lalu, si jangkung itu sudah dipanen dan hasilnya diperkirakan tiga ton per ha. Pada waktu yang hampir sama, padi ini juga ditanam - untuk tes adaptasi - di atas tanah rawa-rawa seluas 100 m persegi, di Alabio, Kalimantan Selatan. Dari berbagai percobaan itu, si jangkung tampaknya cocok ditanam di daerah rawa di sini, sampai kedalaman air 3 m. Misalnya untuk lahan pasang surut dan lebak. Namun, kalau banjir datang tiba-tiba dengan arus deras, "padi itu akan tercerabut dan mati," kata Harahap kepada TEMPO. Meski umur si jangkung - 140 sampai 150 hari - memang kalah singkat dibanding Mahakam, ada kelebihannya yang cukup penting. Jika air surut menjelang panen, pohonnya cukup kekar dan tak rubuh. Paling-paling, rumpunnya condong sampai 45 derajat. Tetapi bukankah hal itu malah memudahkan petani menuai buah dari tubuhnya yang teramat jangkung? Melihat kondisi ini, Harahap berpendapat bahwa sebaiknya padi ini ditanam pada awal musim penghujan, ketika air rawa atau lebak masih dangkal, sehingga mudah menanam bibitnya. Ketika musim panen, Maret atau April, air sudah surut lagi. Tahun depan BPTP akan mencoba menanam padi ini di atas 1.000 hektar rawa-rawa di Kalimantan Selatan. Selain untuk penelitiin lanjutan di areal yang luas, "juga untuk membuat benih yang akan disebarkan kepada petani," kata Harahap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus