Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Keramik cina dari klampok

Pameran keramik kuno tiruan di balai seni rupa, jakarta dalam rangka hut ke-10 himpunan keramik indonesia. menampilkan keramik model cina buatan dinoyo, klampok dan bandung. (sr)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Keramik cina dari klampok
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MENIRU memang tak selalu memalsu. Maka, 29 November-21 Desember ini, di Balai Seni Rupa Jakarta dipamerkan sejumlah keramik asli, tapi palsu. Misalnya, ada sebuah jambangan Cina yang digambari pasukan perang. Melihat gayanya, ini berasal dan zaman dinasti Qing. Tapi, bagi mata yang terlatih, memang ada hal-hal yang janggal Putih keramik terlalu mulus, dan garis-garis gambar terasa kurang spontan. Jangan kaget, keramik ini bikinan Bandung, 1983. Inilah pameran oleh dan untuk merayakan 10 tahun berdirinya Himpunan Keramik Indonesia. Himpunan ini memang tak sekadar bergiat mencari dan mengumpulkan keramik. Tapi juga mencoba mencari ideide baru untuk menghidupkan perkeramikan kita. Beberapa anggota Himpunan, melihat mahalnya keramik kuno dan banyaknya peminat barang antik itu, punya usul: bagaimana seandainya dibikin saja tiruan dari yang kuno itu. Tak jelas siapa yang memulai. Tapi, 1977, Joop Ave, anggota Himpunan - kini direktur jenderal pariwisata - memesan duplikat jambangan anggur model Cina, lengkap dengan gambar rangkaian bunga botan, kepada pusat keramik Dinoyo, Malang, Jawa Timur. Hasilnya, yang bisa dilihat dalam pameran ini, tampaknya memuaskan lingkungan perkeramikan. Tidak seperti di kalangan cabang seni rupa yang lain, yang menabukan kegiatan tiru-meniru, upaya meniru karya keramik ini justru mendapat penghargaan. "Bagi awam tentu sulit membedakan yang asli dan asii tapi palsu," tutur Nyonya Sumarah Adhyatman, wakil ketua Himpunan Keramik. Tapi, asal pembuat atau penjual tidak bohong, dan keramik tiruan memang dijual di bawah harga yang asli, kata Nyonya Adhyatman, yang menekuni dunia keramik sejak 1969, itu justru menggembirakan. "Pencipta keramik bisa memiliki yang disukainya dengan murah, dan pengrajin keramik mendapat keterampilan baru," kata penulis buku Keramik Kuna yang ditemukan di Indonesia (1981) ini. Sebenarnya, keiatan meniru keramik Cina sudah dilakukan pada abad ke-9. Ini terlihat pada sejumlah gerabah kita yang meniru bentuk jambangan, tempayan, dan teko Cina. Yang hingga kini dibuat orang adalah teko atau poci, tempat membuat air teh. Klampok, salah satu pusat keramik rakyat di Jawa Tengah, terkenal dengan pocinya. Bahkan kini poci seperti sudah jadi milik kita. Salah satu ciri warung nasi Tegal di Jakarta adalah poci itu. Tapi, memang, upaya peniruan tak menampakkan kreasi baru. Dulu, ditirunya keramik Cina dengan teknik yang lebih murah, dengan pembakaran rendah, adalah untuk konsumsi golongan bawah. Para bangsawan dulu, konon, menggunakan keramik impor, tutur Nyonya Adhyatman pula. Celakanya, seperti tak ada minat para pengrajin keramik kita mempelajari teknik pembakaran tinggi, hingga bisa bersaing dengan keramik impor. Boleh dikata, baru pada abad ke-20 beberapa pusat keramik rakyat mencoba pembakaran tinggi. Repotnya, begitu ada kesempatan meningkatkan teknik pembuatan keramik, zaman pun berubah. Datanglah era industri, dan alat-alat rumah tangga yang dulu dibuat dari keramik tersaingi bahan baru. plastik dan melamin. Beruntung, keramik Kasongan, Yogyakarta, mendapat sentuhan dari Pelukis Saptohudojo, hingga keramik Kasongan menghasilkan kreasi kramik hias baru yang lumayan pasarannya. Kini harapan itu diletakkan Himpunan Keramik Indonesia, bagi keramik rakyat di mana saja. "Ternyata, keramik kuno tiruan laku," kata Nyonya Adhyatman. Tidak saja beberapa pecinta keramik di sini membelinya, tapi beberapa toko di luar negeri konon menjual pula keramik Cina tiruan dari Indonesia. "Statistik memang susah dibikin, karena orang asing membeli keramik tiruan cuma sebagai barang hadiah, mesk bukan mustahil di negerinya sana lantas diperdagangkan," katanya. Tapi apakah musim meniru ini suatu saat tak akan surut, dan produksi pusat-pusat keramik rakyat yang membuatnya lantas ikut pula anjlok? Ada sesuatu yang lain yang diharapkan Nyonya Adhyatman, kelahiran Tegal, Jawa Tengah, ini. Sejarah mencatat, katanya, bahwa lahirnya keramik Jepang dan Persia juga berawal dari kegiatan meniru keramik Cina. Singkat kata, dari kegiatan tiru-meniru ini diharapkan lahir keramik dengan gaya Indonesia. Sebab, dari segi teknis, kini sudah bisa dibuktikan bahwa pengrajin kita punya kemampuan. LIHAT misalnya, keramik gajah bikinan Klampok yang meniru keramik . J Vietnam. Dengan glasir warna putih, nyaris susah diketahui kalau im ditangani pengrajin yang dulunya cuma membikin tempat bunga atau poci yang bentuknya sederhana. Lalu piring porselen biru-putih yang meniru piring Cina abad XVII. Tapi, coba amati, ternyata pemandangan alam yang dilukiskan di situ bukan lagi alam Cina yang biasanya ditandai dengan gunung berkabut. Yang digambarkan di situ adalah sebuah pemandangan alam Indonesia. Cuma, bagaimana keramik yang bergaya Indonesia? Seperti keramik-keramik Majapahit yang banyak ditemukan di Trowulan? Berbagai bentuk kendi dengan bermacam bentuk saluran airnya? "Jambangan Cina, tapi gambarnya Rama dan Sinta seperti buatan Dinoyo itu," kata Nyonya Adhyatman, "kan sudah sedikit berbau Indonesia." Dan cepat-cepat, istri T.K. Adhyatman - salah seorang staf Adam Malik ketika menjadi wakil presiden- memperingatkan, dalam hal ini jangan tergesa-gesa menjatuhkan penilaian estetikanya. "Biarkan dulu berkembang, dan soal indah tak indah 'kan relatif," katanya. Bagaimanapun lemparan ide Himpunan Keramik ada hasilnya. Sebuah jambangan bikinan Dinoyo, Malang, bertahun 1982, yang ikut dipamerkan, boleh dibanggakan. Jambangan ini berwarna putih seluruhnya. Hiasan gambar tidak dilukis dengan cat, tapi diukirkan di permukaan jambangan, mirip relief. Burung merak yang tengah bersantai di antara tumbuhan-tumbuhan yang diukirkan di situ. Dan, sepenuh permukaan jambangan terisi goresan, tak ada yang lowong. Di situ watak dekoratif motif batik, atau kekuatan bentuk relief-relief candi di Indonesia, tercerminkan. Siapa bilang ada jenis jambangan begini di negeri lain? Masalahnya, kemudian, adalah cara mempromosikan industri keramik gaya baru ini, ketika selera kolektor masih pada keramik kuno, meski tiruan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus