Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARAPAN itu diucapkan Megawati Soekarnoputri pada akhir pidato peluncuran buku Mereka Bicara Mega di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat pekan lalu. Setelah bercuap-cuap setengah jam, ia berujar, ”Aku emoh kalau wakil presidenku mikir dirinya presiden.” Sekitar 300 hadirin yang hadir kontan tertawa. Juga Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang disebut-sebut masuk daftar kandidat pendamping Megawati dalam pemilihan presiden pada Juli tahun depan.
Hari itu Sri Sultan duduk diapit Megawati dan suaminya, Taufiq Kiemas. Di meja yang sama juga tercogok pengamat ekonomi Rizal Ramli dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad—dua orang yang telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden.
Pada saat berpidato, Megawati sempat menyitir kedekatan keluarganya dengan keluarga Sri Sultan. Ketika Soekarno ayah Mega masih menjadi presiden, Megawati kerap diajak berkunjung ke Kasultanan Yogyakarta dan diterima Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ayah Sri Sultan Hamengku Buwono X. ”Ibu saya (Fatmawati) bilang, Sri Sultan adalah orang tua kamu (juga),” kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Kisah bersayap Megawati itu segera saja dibaca sebagai ”restu” Megawati kepada Sultan untuk mendampinginya dalam pemilu tahun depan. Namun Sultan sendiri dalam Pisowanan Agung pada 28 Oktober lalu menyatakan siap maju menjadi calon presiden.
Buku Mereka Bicara Mega semula direncanakan terbit pada 23 Januari lalu, tepat pada hari ulang tahun Megawati ke-61. Tapi, karena problem teknis, buku itu baru diterbitkan sekarang. Sampulnya pun sempat berubah: semula putih dengan ilustrasi lukisan wajah Megawati, lalu menjadi merah dengan foto Mega berkerudung.
Sumber Tempo bercerita, dalam rapat panitia peluncuran buku, nama Sultan Hamengku Buwono X dan Fadel Muhammad masuk daftar utama tamu undangan. Sultan dikabarkan bersedia datang asalkan Megawati atau Taufiq Kiemas juga hadir.
Buku yang tadinya diplot sekadar untuk menyemarakkan ulang tahun Megawati berubah menjadi alat kampanye—setidaknya pembuka pembicaraan tentang bursa calon pendamping Megawati.
Soal ini memang memanas belakangan ini. Pada akhir Januari tahun depan, partai berlogo banteng gemuk ini akan menggelar rapat kerja nasional di Solo, Jawa Tengah, yang salah satu agendanya menggodok kandidat wakil presiden buat Si Mbak. Acara yang sebenarnya diplot bulan lalu ini diharapkan menjadi gong terbentuknya koalisi permanen, termasuk memastikan siapa pendamping Mega.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Agnita Singadekane mengatakan, calon pendamping ini akan disaring dari usulan tingkat bawah. Itu sebabnya, para peserta yang hadir akan berasal hingga tingkat kabupaten. Aspirasi dari bawah inilah yang akan digodok dan digabungkan dengan aspirasi dari pengurus pusat.
Sejumlah sumber Tempo menyebutkan, setidaknya ada enam calon pendamping Megawati. Secara acak mereka adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X, Hidayat Nur Wahid, Akbar Tanjung, Din Syamsuddin, Wiranto, dan Prabowo Subianto.
Dari nama itu, hanya Sri Sultan yang terlihat dalam peluncuran buku. Meski hadir, ia tidak ikut menulis dalam buku 245 halaman yang memuat pendapat beragam tokoh tentang Megawati itu.
Satu-satunya calon pendamping Megawati yang menyumbang tulisan adalah Prabowo Subianto, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.
Dalam tulisan lima halaman berjudul ”Tak Ada Dendam di Hatinya”, mantan menantu Presiden Soeharto itu memuji sikap politik putri sulung Soekarno, yang dinilainya tidak punya kesumat saat berkuasa.
Padahal, ketika Soeharto berkuasa, Megawati memposisikan diri sebagai oposisi. ”Ia tak ingin mengikuti petuah jago tembak di zaman wild west bahwa musuh yang sudah dilukai harus dibunuh dan dibasmi sampai ke akar-akarnya,” tulis Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya itu.
Adalah Amran Nasution, bekas wartawan yang kini aktif di Gerindra, yang menjadi penghubung antara Prabowo dan kubu Banteng. Amran, misalnya, menjalin kontak dengan Zainun Ahmadi, pimpinan Yayasan Paragraf, lembaga yang menerbitkan buku itu. Zainun juga Sekretaris Jenderal Baitul Muslimin, sayap Islam PDIP.
Berkat lobi kedua politikus, Prabowo ikut menulis dalam buku Mereka Bicara Mega. Dimintai konfirmasi, Amran membenarkan jika dirinya dihubungi Zainun. ”Lalu saya sampaikan ke Mas Bowo, dan beliau langsung setuju,” katanya. Tapi mengapa Prabowo tak hadir dalam peluncuran buku? ”Saya dengar Partai Gerindra punya acara di Sulawesi Utara,” kata Amran. ”Saya juga tak bisa datang karena sedang flu,” katanya. Menurut Taufiq Kiemas, suami Megawati dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP, Prabowo tak datang karena sebelumnya telah bertemu Megawati dalam sebuah jamuan makan siang.
Sumber Tempo bercerita, partai Banteng sebenarnya mengincar tiga kandidat utama untuk mendampingi Megawati dalam pemilihan presiden nanti. Ketiganya adalah Hidayat Nur Wahid, Sri Sultan, dan Prabowo. Taufiq Kiemas dikabarkan getol mengincar Hidayat Nur Wahid, yang dinilai memiliki basis massa muslim yang kukuh untuk mendongkrak suara. ”Taufiq Kiemas ngebet banget,” kata sumber di kandang Banteng. ”Dia pilihan terbaik.”
Namun, sesuai dengan mekanisme internal Partai Keadilan Sejahtera, maju-tidaknya Hidayat sangat bergantung pada persetujuan Majelis Syuro, yang berisi 99 orang tokoh PKS. Karena itu Hidayat tidak bisa bergerak sendiri ”Jadi, opsi ini disimpan dulu.”
Akibatnya, tinggal dua kandidat yang paling berpeluang. Taufiq Kiemas, menurut sumber Tempo, lebih sreg dengan Sri Sultan daripada Prabowo. Sultan dinilai memiliki basis massa orang Jawa yang populasinya besar. Hanya, Sultan dianggap seret dalam hal pendanaan.
Prabowo dinilai partai Banteng memiliki dukungan dana kuat karena punya banyak bisnis bagus. Hanya, Prabowo dianggap punya catatan yang mengganggu, yakni kasus penculikan aktivis. Persoalan ini kini diangkat sejumlah politikus Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua panitia khusus kasus penculikan aktivis adalah Effendi Simbolon, politikus PDIP.
TAUFIQ Kiemas menyatakan koalisi harus terbentuk sebelum pemilihan legislatif. Koalisi ini juga harus bisa menghimpun 51 suara di parlemen untuk mengamankan kebijakan pemerintah. ”Saat ini kita arahnya ke Golkar dulu,” kata dia.
Menurut Mangara Siahaan, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, rapat kerja nasional di Solo bisa saja berujung tidak pada penyebutan nama. ”Karena indikasi partai-partai menginginkan koalisi dibangun setelah selesai pemilihan legislatif,” kata dia.
Hal ini dibenarkan Ketua Partai Golkar Syamsul Muarif. Katanya, berdasarkan rapat pimpinan Partai Golkar lalu, partainya baru akan menjajaki koalisi setelah pemilihan legislatif. Menurut dia, Sultan berpeluang maju asalkan kajian internal menunjukkan peluangnya besar. ”Apalagi jika Golkar memperoleh 30 persen suara dalam pemilihan presiden,” kata dia.
Menurut pengamat politik Arbi Sanit, pasangan terbaik Megawati adalah Sultan. ”Pengaruh primordial Sultan bagi orang Jawa masih besar,” kata dia. Dengan pengaruh ini, peran partai koalisi menjadi tak signifikan untuk merebut kursi RI-1. ”Tapi syaratnya konsesi politik yang ditawarkan kepada Sultan juga harus meyakinkan,” kata Arbi.
Budi Riza, Wahyu Dyatmika, Sahala Lumbanraja, Akbar Trikurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo