Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pipi Supir Bemo

Mataram akan ditingkatkan statusnya dari kota administratip menjadi kotamadya. Untuk itu lalu lintas jalan raya akan ditertibkan dengan kegiatan pekan lalu lintas. (kt)

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PLAK, plak, plak. Pipi seorang pengemudi bemo ditampar seorang kusir dokar. Di satu pihak, pengemudi bemo sendiri saja. Di lain pihak, pengemudi dokar beregu. Bagaimanapun perimbangannya, huru hara kecil di Jalan Bali. Mataram, pertengahan bulan lalu, bukan satu-satunya ekses kesemrawutan lalulintas di ibukota propinsi Nusa Tenggara Barat itu. Pada mulanya adalah kehendak Walikota drs Haji Lalu Mujitahid untuk membenahi banyak hal sehubungan akan ditingkatkannya status Kota Administratip Mataram menjadi kotamadya atau daerah tingkat II. Lalulintas yang sering semrawut tak luput dari perhatian ini. Dimulai dengan satu kegiatan bernama Pekan Lalulintas, pertengahan Mei lalu, daerah operasi berbagai jenis kendaraan dalam kota ditertibkan. Daerah sekitar Jalan Bali merupakan satu di antara 7 wilayah operasi dokar dan kendaraan berkuda lainnya yang dinamakan cidomo. Yakni satu kendaraan berkuda yang memakai roda kendaraan bermotor lengkap dengan semacam karoseri untuk penumpangnya. Bemo tak sekali-kali boleh mengambil penumpang di daerah itu. Maka bemo yang mencoba melanggar aturan semacam itu berarti memancing keributan. Sejak diadakan Pekan Lalulintas yang aturan-aturannya kemudian berupa pembagian daerah operasi bagi berbagai jenis kendaraan, kas pemerintah daerah lumayan juga menerima kutipan uang tilang. Namun sementara bemo banyak mendapat jatah operasi di pusat kota, dokar dan cidomo ternyata kebagian daerah operasi yang menurut para pengemudinya disebut lin kurus. Yaitu di pinggiran kota. Setidaknya begitu menurut cerita Said (40 tahun) salah seorang di antara 3.000 pengemudi kendaraan umum tidak bermotor tersebut. Oka Netra Sebelum penertiban berlaku, dokar dan cidomo biasanya parkir menunggu penumpang di depan pasar atau rumah sakit. Kemudian bergerak ke berbagai sudut kota. Para pengemudinya selama ini bisa mengharap rezeki Rp 750 sampai Rp 1000 sehari. Kini? "Dengan adanya ketentuan baru, penghasilan kami sehari paling banyak Rp 400," ucap Said. Apapun ceritanya, "soal lalu lintas ini harus sudah tertib sebelum status kota ini ditingkatkan jadi kotamadya," kata Walikota Mujitahid dalam satu wawancara. Tapi menilai maksud pemerintah daerah pasti baik, Oka Netra sebagai Ketua IKKI (Ikatan Keluarga Kusir Indonesia) Kabupaten Lombok Barat masih berharap tara cara pelaksanaan tertib lalulintas di daerahnya ditinjau kembali. Alasannya di antara 3000 dokar dan cidomo yang ada di Mataram selama ini, belakangan ternyata hanya tinggal 2000 saja. Artinya, 1000 kusir sekarang ini menganggur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus