PLAK, plak, plak. Pipi seorang pengemudi bemo ditampar seorang
kusir dokar. Di satu pihak, pengemudi bemo sendiri saja. Di
lain pihak, pengemudi dokar beregu. Bagaimanapun perimbangannya,
huru hara kecil di Jalan Bali. Mataram, pertengahan bulan lalu,
bukan satu-satunya ekses kesemrawutan lalulintas di ibukota
propinsi Nusa Tenggara Barat itu.
Pada mulanya adalah kehendak Walikota drs Haji Lalu Mujitahid
untuk membenahi banyak hal sehubungan akan ditingkatkannya
status Kota Administratip Mataram menjadi kotamadya atau daerah
tingkat II. Lalulintas yang sering semrawut tak luput dari
perhatian ini. Dimulai dengan satu kegiatan bernama Pekan
Lalulintas, pertengahan Mei lalu, daerah operasi berbagai jenis
kendaraan dalam kota ditertibkan.
Daerah sekitar Jalan Bali merupakan satu di antara 7 wilayah
operasi dokar dan kendaraan berkuda lainnya yang dinamakan
cidomo. Yakni satu kendaraan berkuda yang memakai roda kendaraan
bermotor lengkap dengan semacam karoseri untuk penumpangnya.
Bemo tak sekali-kali boleh mengambil penumpang di daerah itu.
Maka bemo yang mencoba melanggar aturan semacam itu berarti
memancing keributan.
Sejak diadakan Pekan Lalulintas yang aturan-aturannya kemudian
berupa pembagian daerah operasi bagi berbagai jenis kendaraan,
kas pemerintah daerah lumayan juga menerima kutipan uang tilang.
Namun sementara bemo banyak mendapat jatah operasi di pusat
kota, dokar dan cidomo ternyata kebagian daerah operasi yang
menurut para pengemudinya disebut lin kurus. Yaitu di pinggiran
kota. Setidaknya begitu menurut cerita Said (40 tahun) salah
seorang di antara 3.000 pengemudi kendaraan umum tidak bermotor
tersebut.
Oka Netra
Sebelum penertiban berlaku, dokar dan cidomo biasanya parkir
menunggu penumpang di depan pasar atau rumah sakit. Kemudian
bergerak ke berbagai sudut kota. Para pengemudinya selama ini
bisa mengharap rezeki Rp 750 sampai Rp 1000 sehari. Kini?
"Dengan adanya ketentuan baru, penghasilan kami sehari paling
banyak Rp 400," ucap Said.
Apapun ceritanya, "soal lalu lintas ini harus sudah tertib
sebelum status kota ini ditingkatkan jadi kotamadya," kata
Walikota Mujitahid dalam satu wawancara. Tapi menilai maksud
pemerintah daerah pasti baik, Oka Netra sebagai Ketua IKKI
(Ikatan Keluarga Kusir Indonesia) Kabupaten Lombok Barat masih
berharap tara cara pelaksanaan tertib lalulintas di daerahnya
ditinjau kembali. Alasannya di antara 3000 dokar dan cidomo yang
ada di Mataram selama ini, belakangan ternyata hanya tinggal
2000 saja. Artinya, 1000 kusir sekarang ini menganggur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini