Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang Tersingkir Dan Yang Sakit

Program perluasan daerah bebas beca di Surabaya, berjalan dengan tertib. Gubernur Jawa Timur, Soenandar mengeluarkan instruksi agar tukang beca di Surabaya dan Malang mendapat pengobatan gratis. (kt)

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH lima tahun terhenti, program perluasan daerah bebas beca di Surabaya dimulai lagi. Bulan lalu, Jalan Embong Malang, Jalan Pemuda dan Basuki Rahmat dinyatakan sebagai daerah haram baru bagi beca. Selama ini hanya Jalan Tunjungan yang bebas beca -- sejak tahun 1974. Di luar dugaan, kali ini tidak ada aksi yang menentang. Ini berbeda dengan yang terjadi di Malang. Bulan lalu juga, Walikota Malang Kol. Sugiyono mencoba memproklamirkan daerah bebas beca pertama di kota dingin itu -- sekitar Kayu Tangan. Mungkin lantaran baru kali ini ada daerah bebas beca di sana, maka ratusan sopir kendaraan beroda tiga itu berdemonstrasi. Sugiyono yang kemudian menemui para demonstran memberikan pengertian pada mereka dan demonstrasi pun bubar. Di sela-sela kabar buruk bagi kendaraan jenis ini tiba-tiba ada kabar menggembirakan. Gubernur Jawa Timur Sunandar Priyosudarmo pertengahan Juni lalu mengeluarkan instruksi agar tukang-tukang beca di Kota Surabaya dan Malang mendapat pengobatan gratis. Caranya, seperti dikatakan Kepala Humas Pemda Jatim Suhartono pada TEMPO, mendatangi Puskesmas setempat dengan membawa SIM-B alias surat izin mengemudi beca. Mengapa hanya kedua kota besar itu yang diinstruksikan, menurut Suhartono itu sebagai pilot proyek. "Kalau berhasil baik di kedua kota itu akan diperluas ke kota-kota lain di Ja-Tim," tambahnya. Menurut taksiran walikota Surabaya, Muhadji, ada 36.000 beca di Surabaya sekarang ini -- tapi tidak semuanya punya SIM. "Menurut, taksiran kami angka kesakitan mereka sekitar 25 persen dan yang datang ke Puskesmas tidak sampai 10 persen," ujar dr. Ny. Sukardono, kepala Bagian Pembinaan Kesehatan dan Keluarga Berencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya. "Jadi tidak akan merepotkan 17 Puskesmas yang ada di Surabaya," tambahnya. Pusing & Keseleo Bagaimana sambutan para tukang beca? "Wah ya senang sekali," ujar Muhidi, 34, asal Lamongan. Tapi sebagaimana lebih 10 tukang beca lainnya yang ditemui TEMPO, Muhidi belum mendengar adanya peraturan itu. Bahkan mereka bertanya lebih banyak. Muhidi mengaku jarang sekali sakit. "Mungkin karena olahraga terus dan selalu minum jamu kuat," katanya. Yang dimaksud olah raga adalah menarik beca itu sendiri. Karena itu, Muhidi justru lebih senang kalau anak dan isterinya yang lebih sering sakit bisa dapat pengobatan gratis. "Soalnya kalau hanya sakit "puskesmas" (maksudnya PUSing, KESeleo, MASuk angin) tidak pernah kita rasakan. Jadi belum pernah ke Puskesmas," kata tukang beca ini. Di Surabaya, sebenarnya pernah ada SK dari bekas Walikota Suparno yang juga memberikan pengobatan gratis pada mereka ini. Tapi biarpun SK itu dikeluarkan tahun 1976 lalu, lebih 10 tukang beca yang ditanya tidak ada yang tahu. Demikian juga, beberapa Puskesmas hampir tidak ada tukang beca yang datang. "Paling-paling seminggu hanya seorang," ujar seorang petugas Puskesmas Kali Bokor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus