Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lembaga pemerintah berbeda pendapat soal bea keluar dan PNBP ekspor pasir laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menghendaki aturan ekspor yang mudah.
Negara berpotensi mendapatkan penerimaan ribuan triliun rupiah dari ekspor pasir laut.
RAPAT sejumlah kementerian pada Selasa, 24 September 2024, tak berbuah kesepakatan. Pembahasan bea keluar untuk ekspor hasil sedimentasi laut, antara lain berbentuk pasir laut, berlangsung alot antara pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan yang berlangsung dengan metode online serta tatap muka itu, dua peserta rapat mengatakan pihak Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengusulkan besaran tarif bea keluar 5 persen dari harga patokan yang telah ditetapkan, sejalan dengan hitungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan menghendaki bea keluar hanya 1,5 persen. Selama sekitar dua jam sawala berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga patokan yang naik-turun juga menjadi pengganjal. Perwakilan Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa risiko naik-turunnya harga adalah tarif menjadi tidak ekonomis sehingga mempengaruhi hitungan penerimaan negara. Namun Kementerian Kelautan mengklaim penentuan harga patokan telah melalui konsultasi publik dan diskusi dengan pelaku usaha. Penetapan harga patokan pasir laut juga dapat diubah mengikuti perkembangan harga.
Walhasil, rapat yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan itu mengamanatkan Badan Kebijakan Fiskal serta Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelesaikan perbedaan pandangan mengenai tarif bea keluar pasir laut. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan rapat tersebut juga mengagendakan pembahasan prosedur teknis dan hasil pengambilan sampel, "Yang telah dilakukan bersama dengan kementerian/lembaga terkait,” katanya pada Selasa, 24 September 2024.
Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2024, tercatat harga patokan pasir laut untuk penghitungan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 186 ribu per meter kubik. Ini adalah harga untuk pemanfaatan luar negeri atau ekspor. Harga patokan ini naik dari sebelumnya Rp 228 ribu per meter kubik, seperti tercatat dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021.
Keputusan tarif bea keluar ekspor pasir laut telah lama ditunggu pengusaha. Pertanyaan ini juga disampaikan sejumlah pengusaha yang hadir dalam sosialisasi kebijakan perdagangan ekspor pasir laut yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan di Hotel Hilton Bandung pada Jumat, 20 September 2024.
Salah satu pengusaha yang hadir dalam acara itu adalah Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut Kepulauan Riau Herry Tousa. Kepada Tempo, Herry mengatakan pelaku usaha membutuhkan kepastian tarif bea keluar dan PNBP untuk menghitung biaya. “Kami sering bertanya berapa persen tarifnya, tapi mereka katakan belum selesai pembahasannya," ujarnya. Herry menilai hal ini menunjukkan pemerintah terburu-buru dalam pembukaan kembali ekspor pasir laut, mengingat banyak hal yang belum siap.
Dalam sosialisasi, Herry mengungkapkan, Bea-Cukai juga tidak membahas hal teknis ekspor pasir laut. Kendala yang juga diungkapkan Bea-Cukai kepada pelaku usaha adalah tata laksana ekspor yang belum disepakati, terutama mengenai pengecekan spesifikasi pasir laut. Menurut dia, Bea-Cukai ingin ada pengecekan kandungan material pasir di laboratorium karena di dalam pasir ada mineral lain yang masing-masing punya tarif sendiri. Sebaliknya, Herry melanjutkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan menginginkan spesifikasinya dibuat gelondongan saja. "Alasannya agar mudah,” tuturnya.
Pemenuhan kriteria spesifikasi pasir sebagai prasyarat utama sebelumnya dikemukakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani. Dia mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 27 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi Laut untuk Ekspor. Persoalan spesifikasi menjadi fokus Bea-Cukai dalam pengawasan aktivitas ekspor pasir laut.
Menurut Askolani, pemerintah akan membentuk tim untuk mengawasi serta memverifikasi ekspor hasil sedimentasi laut. “Untuk memastikan sedimen yang diambil tidak menyalahi ketentuan,” ucapnya. Pemerintah mengatur spesifikasi dari ukuran butiran hingga persentase kandungan mineral yang diizinkan untuk diekspor. Sebagai contoh, kandungan silika maksimum 95 persen dan persentase kerang maksimum 15 persen dengan ukuran butiran 0,25-2,00 milimeter. “Kalau dominan silika, tidak boleh diekspor."
Perihal penetapan tarif bea keluar, Askolani mengatakan masih membahasnya dengan Badan Kebijakan Fiskal. Namun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu tak menjawab ketika ditanyai tentang hal ini.
Selain bea keluar, potensi penerimaan negara dari ekspor pasir laut berupa tambahan PNBP. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang PNBP Kementerian Kelautan dan Perikanan, ekspor pasir laut dikenai pungutan 35 persen, sementara pungutan pemanfaatan pasir laut di dalam negeri 30 persen. Formula penghitungannya adalah tarif dikalikan dengan harga patokan dan volume.
Sebagai hitungan kasar, dari ekspor 50 juta meter kubik pasir laut, negara memperoleh PNBP Rp 3,25 triliun dengan asumsi tarif 35 persen dan harga patokan ekspor Rp 186 ribu. Menanggapi hitungan ini, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan lembaganya belum menentukan target PNBP dari ekspor pasir laut. “Untuk tahun ini dan tahun depan belum ada targetnya,” katanya di Serang, Banten, Kamis, 26 September 2024.
Adapun Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara menghitung potensi penerimaan dari ekspor pasir yang diperkirakan mencapai 17,23 miliar meter kubik. Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, mengatakan angka perkiraan itu diperoleh dari potensi volume hasil sedimentasi dari tujuh lokasi pengerukan sebesar 17,65 miliar meter kubik dikurangi kebutuhan material reklamasi dalam negeri 421 juta meter kubik. “Kami asumsikan ada PNBP ekspor pasir laut Rp 1.122 triliun,” ujarnya. Sedangkan asumsi PNBP dari penggunaan pasir laut dalam negeri mencapai Rp 11,7 triliun dengan tarif 30 persen dan harga patokan Rp 93 ribu per meter kubik.
Meskipun ada potensi tambahan penerimaan negara yang fantastis, Susan mengingatkan pemerintah ihwal dampak kerusakan lingkungan dan kesejahteraan nelayan yang terganggu, seperti yang terjadi 20 tahun silam. Dia pun mempertanyakan hasil pemanfaatan PNBP yang selama ini tidak dirasakan nelayan. “Misalnya tempat pelelangan ikan kualitasnya tidak membaik, bahan bakar bersubsidi untuk kapal nelayan juga sangat sulit didapat,” ucapnya.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang antara lain membidangi perdagangan, Amin Ak, mengatakan potensi kerusakan ekosistem laut pun bertentangan dengan sikap pemerintah yang selama ini kerap menggaungkan kebijakan ekonomi biru yang ramah lingkungan. “Jangan sampai nilai nominal pendapatan yang kita terima tidak sebanding untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Caesar Akbar, Retno Sulistyowati, dan Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tawar-menawar Ekspor Lancar"