Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat berencana memberi dispensasi kepada kader-kadernya yang mendukung pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin di pemilihan presiden 2019. Langkah Demokrat memberi dispensasi ini dianggap bukan tanpa perhitungan matang terkait dengan karier politik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberian dispensasi itu pertama kali diungkap Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Dia mengatakan partainya sedang mencari cara agar pemberian dispensasi ini tidak dianggap bermain di dua kaki. Maklum, di atas kertas, Demokrat menjadi salah satu pengusung pasangan Prabowo - Sandiaga Uno.
"Kami akan carikan formulanya supaya tidak disebut dua kaki," kata Ferdinand di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Ahad, 9 September 2018. Dia mengatakan pertimbangan memberi dispensasi itu muncul lantaran tingginya animo kader di sejumlah daerah untuk mendukung Jokowi. Animo itu, kata dia, terlihat dari hasil rapat koordinasi daerah beberapa saat lalu.
Menurut Ferdinand, partai tak ingin para kader di empat provinsi ini kesulitan menghadapi pemilihan legislatif 2019. Dia pun memerinci formula itu di antaranya dengan meminta para kader tak usah bergabung di tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf. Dua daerah yang akan diberi dispensasi, kata Ferdinand, ialah Papua dan Sulawesi Utara.
Calon wakil presiden Sandiaga Uno terkesan menyayangkan langkah Demokrat tersebut. Dia mengatakan keputusan dukung-mendukung di dalam pilpres telah disepakati melalui dokumen yang ditandatangani secara resmi di koalisi. "Nah, kebijakan partai masing-masing harusnya sejalan," kata Sandiaga di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Ahad.
Apalagi, dia menambahkan, sebenarnya kader partai di daerah, terutama yang menjabat kepala daerah, tak perlu dibawa ke pusaran pilpres. Fokus kepala daerah adalah membangun wilayahnya. Terlibat dalam pusaran pilpres dianggap berpotensi mencederai mandat yang mereka dapatkan.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan sikap Partai Demokrat memberi dispensasi bukan tanpa alasan. Dia menyebut setidaknya ada tiga alasan Demokrat berencana melakukan hal tersebut.
Pertama, Demokrat memberi dispensasi karena di daerah tertentu Jokowi mendapatkan dukungan warga setempat. Dia mencontohkan di Provinsi Papua, Jokowi didukung warga karena punya perhatian besar, seperti program pembangunan, infrastruktur, serta BBM satu harga. "Jadi kayaknya sulit untuk bisa ditolak oleh tokoh seperti Lukas Enembe," kata Qodari, Senin, 10 September 2018.
Alasan kedua, Qodari berpendapat, sebetulnya Demokrat memang tak nyaman dengan proses koalisi yang terjadi dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Menurut dia, Demokrat kecewa dengan proses koalisi tapi tak memiliki pilihan lain. "Mau balik ke Jokowi sudah susah, waktunya juga sudah mepet, tetapi dengan Prabowo juga tak happy, gitu," ucapnya.
Alasan ketiga, Demokrat dinilai dapat posisi tak strategis walau Prabowo dan Sandiaga menang dalam pilpres 2019. Sebab, kata dia, jika Prabowo dan Sandi memang, itu sama saja dengan menutup peluang AHY untuk beberapa pemilu ke depan maju sebagai capres atau cawapres.
"Kalau Prabowo menang 2019, 2024 dia maju lagi, 2029 gantian Sandiaga yang maju. Kalau Sandiaga terpilih 2029, 2034 juga maju lagi. Jadi empat kali pemilu, 20 tahun ke depan, AHY gigit jari," tuturnya.
Menurut Qodari, akan lebih menguntungkan bagi Demokrat dan AHY bila Jokowi dan Ma'ruf Amin yang menang. Sebab, ucap dia, Jokowi sudah tak punya kesempatan maju kembali, sedangkan Ma'ruf sudah terlalu senior dan bukan kader partai. "Jadi kalau bicara ke depan, rugi besar bagi AHY kalau Prabowo dan Sandi yang menang, sama dengan menutup atau membunuh karier politiknya sendiri," katanya.
SYAFIUL HADI | BUDIARTI UTAMI PUTRI