Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu angkat bicara tentang polusi udara Jakarta yang kembali meningkat tahun ini. Bondan mengatakan, BMKG sudah mengingatkan akan terjadi musim kemarau panjang tahun ini.
Bondan mengatakan, ketika musim kemarau panjang muncul polusi udara meningkat kembali di Jakarta. Dia membandingkan dengan kondisi cuaca pada tahun 2020, 2021 dan 2022. Pada 3 tahun itu angka tidak sehat mengalami penurunan.
Menurut dia, penurunan polusi udara itu terjadi karena curah hujan tinggi selama 3 tahun berturut-turut, bukan karena pemerintah berhasil mengendalikan pencemaran udara.
“Negara, pemerintah bergerak ketika ada sentilan dari warganya. Jika tidak ada gugatan, tidak bergerak,” ujar Bondan dalam koferensi pers pada Minggu, 13 Agustus 2023.
Ketika musim kemarau, kualitas udara Jakarta pun memburuk. Dari data situs pemantau kualitas udara IQAir, Jumat pukul 14.00, konsentrasi polutan particulate matter 2,5 (PM 2,5) di Jakarta mencapai 69 mikrogram per meter kubik. Indeks kualitas udara (AQI) Jakarta 158.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rencana gubernur Jakarta membuat pergub yang akan menangani, sebenernya ini yang kita tunggu sejak 2020 setelah gugatan dimenangkan pada 2021, tapi tidak dilakukan segera hingga saat ini,” ujar bondan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan pergup ini banyak yang agak melenceng. Misalnya, peningkatan instalasi panel surya atap yang hingga kini belum terlihat. Pemprov DKI justru memilih mengganti 186 kendaraan dinas Dishub dengan kendaraan listrik senilai Rp 7 miliar.
Juru kampanye Greenpeace itu mengatakan uji emisi juga belum terlalu optimal. Seolah-olah pemerintah hanya mengetes saja dan belum ada sanksi bagi pelanggar.
Target Dinas Lingkungan Hidup menurunkan polutan PM 2.5 sebesar 41 persen pada 2030 disebut masih ambigu karena data pergub belum ada lampirannya. Termasuk dari mana baseline data serta bagaimana penurunannya.
Dia menilai penurunan polutan PM 2.5 sebanyak 41 persen dalam setahun masih berbahaya karena masih jauh dari cukup. Bila strategi ini terus diterapkan, Greenpeace Indonesia yakin pada 2030, warga Jakarta masih menghirup udara yang berpotensi tercemar.
“Dari data strategi tadi 2023 masih 41 persen, saya agak pesimistis bisa menghirup udara bersih di tahun 2030 dengan rencana ini,” kata Bondan. "Rencana yang diambil pun masih setengah hati, belum menunjukkan bagaimana polusi udara turun signifikan pada 2030 seperti rencana yang ada."
NINDA DWI RAMADHANI
Pilihan Editor: Top 3 Metro: Penyebab Polusi Udara di Tangsel Meningkat, Relawan Kaesang di Depok Abaikan Jokowi