Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi polusi udara Jakarta masih buruk. Dampaknya, masyarakat mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti iritasi, ISPA, hingga asma. Hal ini disebabkan karena kondisi udara yang memburuk mengandung partikel-partikel berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Partikel PM 2.5 paling berbahaya
Kondisi udara di Jakarta yang semakin buruk membuat masyarakat harus menerima dampaknya. Kualitas udara dipengaruhi oleh Suspended Particulated Matter (SPM). Perlu diketahui bahwa SPM di Jakarta menunjukkan "masalah serius" berdasarkan ukuran Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
SPM sendiri merupakan partikel udara yang halus dan berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang melayang dalam jangka waktu yang relatif lama. Partikel ini umumnya terdiri dari kalium, cadnium, air raksa dan logam berat lainnya, sehingga dapat berpengaruh pada kesehatan manusia jika terhirup. Kadmium. Wikipedia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jika zat-zat yang terkandung dalam SPM terhirup, seseorang dapat terkena gangguan sistem saraf pusat, hipertensi, iritasi mata-hidung-tenggorokan seperti ISPA dan asma, penyakit paru, hingga gangguan sistem reproduksi.
WHO memberikan patokan tertentu bahwa di suatu wilayah tidak boleh mengandung Particle Matter atau polutan halus di udara yang berukuran jari-jari 2,5 mikro meter (PM 2,5) melebihi 5 mikrogram (µg) per meter kubik (m3) dalam rata-rata per tahun.
Padahal, berdasarkan pantauan IQAir per 15 Agustus 2023, rata-rata polutan halus yang beredar di udara Jakarta sebanyak 45,3 mikrogram (µg) per meter kubik (m3). Bayangkan, angka ini sembilan kali lebih besar dari ambang batas yang ditentukan WHO (PM 2,5). Artinya, kualitas udara Jakarta sangat tidak sehat, terutama bagi kelompok sensitif, seperti bayi, anak-anak, dan orang lansia.
Menurut studi yang dipublikasi Energy Policy Insitute (EPIC) dari Universitas Chicago, dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan polutan halus di udara Jakarta dan sekitarnya. Bahkan, Jakarta mengalami kenaikan hingga 30%. Dengan kondisi tersebut, EPIC memperkirakan usia harapan hidup penduduk Jakarta dan sekitarnya yang bisa berkurang 2,6 tahun.
Dampak polusi udara Jakarta bagi kesehatan masyarakat
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan polusi udara di Jakart yang kian memburuk ikut menjadi dampak pada kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang terjadi pada anak-anak. IDAI menyebut polusi udara sebagai “pembunuh senyap” yang risikonya mematikan, dan harus ditangani segera dari sumbernya.
ISPA merupakan infeksi yang terjadi pada sistem saluran pernapasan, baik saluran bagian atas maupun bagian bawah. ISPA menjadi salah satu dari 10 penyakit teratas di negara berkembang yang umumnya menyerang bayi dan anak kecil.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI, penyebab ISPA berasal dari 300 jenis bakteri, virus dan rakhitis. Bakteri agen penyebab infeksi saluran pernapasan akut termasuk streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus influenzae, Bordetella dan Corynebacterium. Virus yang menyebabkan ISPA antara lain myxovirus, adenovirus, coronavirus, Picornavirus, Myxoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Bahkan, Badan PBB untuk masalah anak (UNICEF) pernah mengeluarkan penelitian yang menunjukkan sebanyak 600.000 anak meninggal setiap tahunnya karena pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya. Hal ini menyebut bahwa polusi udara menjadi faktor utamanya.
Saat ini IDAI masih mendata jumlah kasus ISPA pada anak melalui jaringan dokter di daerah-daerah Indonesia di tengah laporan buruknya kualitas udara di kota-kota besar Indonesia, khususnya Jakarta.
Dilansir dari umg.ac.id, ISPA yang menyerang anak-anak dianggap lebih berbahaya. Hal ini karena usia anak-anak lebih rentan dari kelompok usia yang lain karena secara fisiologis mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar.
ISPA dapat memberikan dampak kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya yakni gangguan pernapasan hingga pneumonia yang berujung pada penyakit asma.
Hal ini jika tidak tertangani dengan baik, maka jangka panjangnya bisa berpengaruh pada persoalan tumbuh kembang anak, seperti penyakit stunting, gangguan kecerdasan, gangguan mental, gangguan motorik, hingga gangguan tingkah laku.
Penyebab polusi udara Jakarta semakin memburuk
Kondisi polusi udara di Jakarta yang kian memburuk tentu dihasilkan dari aktivitas masyarakat sendiri. Di Jakarta, jumlah kendaraan bermotor, mesin pabrik, pembangkit listrik sampai asap rokok di lingkungan masyarakat pun semakin membludak. Tentu hal ini terlihat jelas sebagai faktor utama penentu kualitas udara.
Namun, di kondisi yang seperti ini, terdapat sejumlah tips bagi para orang tua agar dapat mengurangi risiko anak terpapar polusi udara, di antaranya yakni tetap tinggal di dalam rumah, terutama bagi rumah yang dekar dengan wilayah berpolusi udara tinggi. Lalu, usahakan anak selalu beraktivitas di lingkungan masing-masing dan lebih utama di dalam rumah saja untuk saat ini.
Ketika bepergian ke luar pun karena hal mendesak, jangan lupa menggunakan masker. Kemudian, dalam kondisi polusi yang buruk ini, hindari aktivitas fisik berlebihan dan tetap konsumsi makanan sehat untuk meningkatkan imunitas.
Sebagai langkah kecil untuk mengurangi polusi udara Jakata, Anda bisa meletakkan tanaman di dalam rumah untuk membersihkan udara di sekitar Anda. Selain itu jangan lupa untuk selalu minum air putih yang cukup untuk membilas racun dalam tubuh. Anda juga bisa mengantisipasi bahaya polusi udara dengan menggunakan gorden tebal dari dalam rumah dan tidak membakar sampah.
IQAIR | YANKES KEMKES | UMG
Pilihan editor: Dokter Paru Sebut Tak Semua Alat Penjernih Jamin Udara Jadi Bersih