Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BMKG memperkirakan gempa Mentawai mengurangi potensi gempa dahsyat di zona Mentawai megathrust.
Para pakar menilai potensi Mentawai megathrust tetap tinggi di masa mendatang.
Kesiapsiagaan bencana lebih penting untuk diprioritaskan.
JAKARTA – Sejumlah pakar berharap pemerintah tak menyepelekan ancaman terjadinya gempa dahsyat Mentawai di masa mendatang. Pelepasan energi pada gempa Mentawai, Selasa dinihari lalu, tak serta-merta bakal mengurangi potensi megathrust Mentawai yang jauh-jauh hari diprediksi oleh para ahli sebagai bagian dari upaya mitigasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa bumi dengan magnitudo 6,9 mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sekitar pukul 03.00 WIB, Selasa, 25 April 2023. Lindu yang dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia tersebut berpusat di perairan, sekitar 177 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai, dengan kedalaman 23 kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemarin, Kepala Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan gempa tersebut masuk pada zona megathrust segmen Mentawai-Siberut. Menurut dia, lindu di segmen ini paling ditunggu para ilmuwan lantaran segmen yang terkonsentrasi di barat Sumatera belum melepaskan energi gempa. Sedangkan energi di segmen lain, seperti Aceh, Nias, dan Bengkulu, telah dilepaskan dengan kejadian gempa besar sebelumnya.
Menurut Daryono, gempa Mentawai kali ini bisa mengurangi konsentrasi energi gempa di zona megathrust. “Dan patut kita syukuri bahwa meskipun M 6,9; (gempa) ini dapat mengurangi konsentrasi energi,” kata Daryono dalam konferensi pers, Selasa, 25 April 2023. “Sehingga potensi yang tersimpan di zona ini sebesar magnitudo 8,9 bisa berkurang."
Potensi lindu dengan magnitudo 8,9 yang dimaksudkan Daryono merujuk pada prediksi terjadinya gempa bumi dahsyat di segmen Mentawai atau biasa dikenal dengan megathrust Mentawai. Segmen ini merupakan jalur gempa bumi zona subduksi Sumatera, hasil pergerakan para kerak bumi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang memanjang di sisi barat Pulau Sumatera.
Warga melakukan evakuasi mandiri pascagempa, di Jalan Bypass Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat, 25 April 2023. ANTARA/Iggoy el Fitra
Tiga tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pernah merilis "Refleksi Tsunami 1797". Bencana dahsyat, diidentifikasi oleh para pakar, tercatat pernah terjadi pada 1797 akibat gempa dengan magnitudo 8,4 di segmen megathrust Mentawai. Kala itu, tsunami besar diperkirakan melibas Kepulauan Nias hingga Kota Padang, Sumatera Barat.
Ulasan yang sama menjabarkan bahwa survei kelautan pada 2008 merekam pergeseran segmen megathrust Mentawai dengan laju 57 milimeter per tahun. Artinya, pergeseran kerak bumi dalam waktu lebih dari dua abad terakhir diperkirakan mencapai 12,7 meter. Akumulasi energi yang tersimpan akibat pergeseran itu diprediksi mencapai lebih dari magnitudo 8,8. Gempa dahsyat dengan jangkauan dampak yang luas diperkirakan terjadi jika energi di segmen megathrust Mentawai itu dilepaskan.
Potensi Megathrust Mentawai Tetap Tinggi
Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja, menjelaskan wilayah Kepulauan Mentawai merupakan zona langganan kawasan gempa. Mentawai masuk zona megathrust Sumatera yang terbentang dari Samudra Hindia hingga ke Laut Jawa bagian selatan. “Bahkan masih terus sampai ke Bali dan Lombok yang terafiliasi dengan zona subduksi,” ujar Danny, kemarin.
Gempa bumi megathrust atau gempa bumi berdorongan besar terjadi pada zona subduksi di batas lempeng konvergen destruktif, yakni satu lempeng tektonik tertekan di bawah lempeng yang lain. Akibat patahan dan tekanan di area dua lempeng, pelepasannya melalui gempa dahsyat yang disebut megathrust.
Dengan masuk di zona megathrust, Danny menjelaskan, wilayah Mentawai bakal dilanda gempa secara periodik dengan mengikuti fase segmen-segmen. Dalam segmen inilah, dia melanjutkan, periode gempa terjadi secara berkala dalam termin waktu yang berkisar hingga ratusan tahun. “Namanya zona megathrust ini kan tersegmen-segmen. Jadi, tersegmentasi. Setiap segmen tertentu itu punya periode ulang sendiri,” ujarnya. Dia mencontohkan gempa Aceh yang terjadi pada 2004. Menurut dia, periode berulang bisa sampai 150 tahun. “Jadi, setiap gempa ada periode ulangnya."
Meski begitu, kata Danny, periode berulang gempa tidak selalu bisa diprediksi secara tepat waktu kejadiannya. Menurut dia, gempa di Kepulauan Mentawai terjadi dalam termin waktu yang berkisar 200 tahun sekali. ”Tapi, jika status megathrust itu sudah matang, gempa besar bisa terjadi setiap saat,” katanya.
Dia melanjutkan, gempa berkekuatan magnitudo 6,9 di Mentawai ini bisa dikategorikan gempa biasa yang bukan termasuk gempa besar atau megathrust. Gempa di Mentawai kali ini terjadi di area pinggiran kecil megathrust Sumatera. “Jadi, yang disebut gempa megathrust Mentawai atau gempa besar itu terjadi tepat di bagian pusat megathrust-nya atau di bagian Pulau Siberut sampai ke Pagai,” ucapnya. “Masih ada potensi gempa besar yang akan selalu ada.”
Peneliti paleotsunami Pusat Riset Geoteknologi BRIN, Eko Yulianto, juga mengatakan jalur subduksi di perairan barat Pulau Sumatera tidak pernah berhenti untuk terus bergerak. Jadi, akumulasi energinya terus mengumpul. “Makin lama seperti tabungan, energinya semakin besar,” kata Eko, Selasa, 25 April 2023.
Persoalannya sekarang, Eko menuturkan, perulangan gempa itu semakin lama bertambah besar. Setelah lepasnya energi gempa Mentawai dengan skala magnitudo 6,9; potensi gempa besar dengan skala magnitudo 8-9 masih ada. Gempa besar seperti pada 1861, misalnya, belum terjadi atau masih dalam proses akumulasi energi untuk kejadian perulangan gempa besar berikutnya.
Menurut Eko, gempa Mentawai dengan magnitudo 6,9 pada Selasa dinihari lalu bisa saja diartikan mengurangi energi gempa besar. “Tapi juga (bisa diartikan) sebaliknya,” ujarnya.
Eko mengingatkan, selisih gempa 1 magnitudo punya perbedaan energi hingga 32 kali. Dengan potensi gempa besar Mentawai yang bisa mencapai hampir magnitudo 9, masih ada selisih dua skala dengan gempa pada Selasa dinihari lalu. “Dalam konteks besarnya energi itu perbedaan dua skala hampir 900 kali energinya,” kata dia.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan gempa Mentawai kemarin memang bisa mengurangi konsentrasi energi gempa di zona megathrust. Namun dia memperkirakan pengurangan itu tidak signifikan. “Saya belum bisa menjelaskan secara pasti karena butuh penghitungan. Itu butuh waktu. Tapi perkiraan saya tidak akan signifikan,” kata Irwan kepada Tempo, kemarin.
Irwan mengatakan segmen Mentawai-Sumatera Barat memiliki aktivitas seismisitas yang tinggi. Kawasan itu merupakan langganan terjadinya gempa bumi berkekuatan besar yang dapat mengakibatkan kerusakan. “Sebut saja gempa bumi pada 30 September 2009 dan 25 Oktober 2010 di kawasan ini. Setelah itu, kawasan segmen Mentawai bisa dibilang dalam keadaan tenang. Hanya gempa bumi berkekuatan lebih-kurang M 6,0 yang terjadi,” kata Irwan.
Di sisi lain, menurut Irwan, segmen Mentawai juga merupakan kawasan seismic gap. Artinya, kawasan ini menyimpan akumulasi stres yang tinggi. Akumulasi stres yang tinggi berkorelasi dengan energi gempa bumi yang besar. Energi di kawasan Mentawai perlu dilakukan penghitungan karena energi potensial ini yang suatu waktu bisa dilepaskan dalam bentuk gempa bumi berkekuatan besar. “Jadi, segmen Mentawai yang berlokasi di sisi barat sebelah luar Pulau Siberut menyimpan potensi gempa M 8,9,” ujarnya. “Besarnya kekuatan gempa tersebut akan mengancam penduduk Mentawai yang tersebar di 43 desa dan 10 kecamatan.”
Diintai Gempa Besar
Geolog Sumatera Barat, Ade Edward, juga mencermati tren gempa di zona megathrust Mentawai-Siberut yang cenderung naik. “Dari catatan gempa yang kita amati dua tahun lalu, levelnya 5 skala Richter. Sekarang sudah maju ke level tertinggi menjadi 6,7 skala Richter,” kata Ade. “Dan akan menuju level 7 atau 8.”
Menurut Ade, segmen Mentawai-Siberut berbeda dengan segmen lainnya. Banyak titik yang kosong di Siberut dibanding wilayah di Pulau Pagai Utara, Pagai Selatan, atau Nias yang sering mengalami gempa besar. Ini pula yang menyebabkan gempa di sekitar Pulau Siberut jarang terjadi.
Kondisi itu menyimpan bahaya. Segmen Mentawai-Siberut merupakan zona tumbukan. “Dia juga berada di tumbukan dari lempeng Indo Australia dan Eurusia. Kenapa di situ kosong gempanya, artinya energi disimpan terus, tidak dilepaskan," kata Ade.
Karena itu, menurut Ade, gempa kuat beruntun di wilayah Siberut dengan magnitudo 6 pada 23 April 2023 dan magnitudo 6,9 pada 25 April 2023 perlu diwaspadai. “Karena tren gempa di daerah megathrust Mentawai-Siberut semakin meningkat levelnya dan jadwal peningkatannya semakin cepat,” ujarnya. “Setelah ini bisa naik lagi menjadi magnitudo 7 atau bahkan 8. Ini yang kami khawatirkan."
Adapun ahli geologi dari Universitas Trisakti, Suherman Dwi Nuryana, menilai berkurangnya energi di zona megathrust akibat gempa Mentawai bisa dibenarkan secara teori. Namun, dia mengingatkan, pengurangan energi itu tetap tidak pasti. “Karena dalam geologi, satu-satunya bencana yang sulit diprediksi adalah gempa bumi. Jadi, kita hanya bisa memprediksi sejarah kegempaan yang pernah ada,” kata Suherman kepada Tempo, kemarin.
Gedung Madrasah Islamiyah yang runtuh akibat gempa di Nias, Sumatera Utara, 2005. Dok TEMPO/Santirta
Mitigasi Bencana Tetap Harus Diprioritaskan
Geolog Sumatera Barat, Ade Edward meminta pemerintah tetap mewaspadai potensi gempa megathrust di segmen Mentawai-Siberut yang diperkirakan semakin mendekati waktunya. Ia mengatakan zona tumbukan yang sudah terkunci akibat gempa pada Selasa dinihari lalu akan membuat ketahanan segmen ini berkurang. Dalam posisi terkunci, kata Ade, penahannya hanya batu-batuan di daerah tersebut. "Yang perlu diwaspadi adalah tahanannya berkurang, kesimbangannya berubah. Ke depan akan ada gempa-gempa lagi di atas level 7 bahkan 8,” kata Ade.
Menurut Ade, saran-prasarana evakuasi di pesisir Sumatera Barat termasuk sangat baik dibanding daerah lain. “Rambu-rambu paling lengkap, selternya paling lengkap,” kata Ade.
Namun, masalahnya, kata dia, tak semuanya berfungsi. Dia mencontohkan, ada 150 peralatan early warning system di pesisir Sumatera Barat. “Beberapa rusak. Tapi penambahan tidak ada,” ujarnya.
Persoalan juga muncul di lokasi evakuasi yang banyak dibangun pemerintah. Dia mencontohkan selter tsunami yang dibangun di Padang. “Di kantor Gubernur Sumatera Barat itu ada selter tsunami, tapi tidak ada label yang menunjukkan bahwa itu merupakan selter tsunami. Begitu juga yang di Masjid Raya Sumatera Barat,” kata Ade.
Kepala BNPB, Suharyanto, mengatakan lembaganya terus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Sumatera Barat sejak 2006, dari sosialisasi, edukasi, hingga penyiapan jalur serta rambu evakuasi berbasis peta bahaya, risiko, dan evakuasi. Menurut dia, BNPB juga memperkuat kesiapsiagaan berbasis komunitas sejak 2008. “Pada 2014, Kota Padang sempat menjadi tuan rumah Disaster Relief and Exercise (DIREX) Mentawai Megathrust yang diikuti negara-negara Asia Tenggara dan Samudra Hindia,” ujar Suharyanto.
Suharyanto menambahkan, BNPB telah memfasilitasi upaya kesiapsiagaan melalui kegiatan Desa Tangguh Bencana (Destana) sejak 2010. “Tentu saja upaya ini harus terus dipelihara keberlanjutannya oleh pemerintah daerah yang merupakan ujung tombak dalam upaya penanggulangan bencana di daerah,” kata dia.
HENDRIK YAPUTRA | FEBRIANTI | ANWAR SISWADI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo