Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Masalah Ini Kompleks

Sumber masalah potensi pajak sawit yang hilang adalah sawit ilegal di kawasan hutan. Bagaimana menyelesaikannya?

16 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil, Tiur Romandang. Foto: cifor.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan.

  • Kesulitan RSPO menindak perkebunan kelapa sawit ilegal.

  • Tumpang tindih izin lahan problem menahun sejak 1970-an

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH sedang menggenjot penerimaan pajak sawit. Salah satunya dari kebun-kebun sawit ilegal yang selama ini tidak tercatat dan banyak masuk kawasan hutan. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), asosiasi berbagai organisasi yang mengembangkan dan mengimplementasikan standar global berdasarkan prinsip berkelanjutan, sebetulnya mengetahui problem laten ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Tiur Rumondang, mereka baru bisa mengatasinya jika pelaku menjadi anggota RSPO. “RSPO enggak bisa beri sanksi apa-apa, kecuali dikeluarkan dari RSPO,” kata Tiur Rumondang, Direktur Assurance RSPO, kepada wartawan dari Tempo, Mongabay Indonesia, dan Betahita.

Apa tantangan yang dihadapi RSPO untuk mengajak perusahaan anggota menerapkan prinsip bisnis berkelanjutan?
Komponennya bukan hanya requirement dari RSPO, tapi juga ada isu masa lalu, kalau di Indonesia disebut faktor ketelanjuran. Misalnya soal tumpang-tindih lahan. Masalah itu tidak muncul 10-15 tahun belakangan, tapi mungkin sudah terjadi sejak 1970-an atau bahkan lebih lama dari itu. Ketika masuk proses sertifikasi RSPO, perusahaan harus punya hak guna usaha. Tapi, karena berbagai kendala, mereka tidak dapat sepenuhnya comply.

Ada sanksi bagi perusahaan anggota yang tidak memenuhi standar prinsip berkelanjutan? Bagaimana pengawasannya?
Auditor akan langsung turun ke lapangan berkala setiap tahun untuk melakukan verifikasi. Jika ditemukan ketidakpatuhan, mereka diberi waktu untuk menutup pelanggaran tersebut dengan perbaikan-perbaikan. Kalau pelanggarannya sistemik, mereka harus membentuk sistem atau policy dan diberi waktu sekian puluh hari untuk mengatasi itu.

Berapa lama masa perbaikan?
Kalau pelanggarannya critical, harus langsung ditutup dan dibereskan dalam jangka pendek, 60 hari. Tapi, jika non-critical, mereka bisa memperbaiki dalam 18 bulan.

Bagaimana dengan anggota yang melakukan pelanggaran berat?
Di-suspend dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan perbaikan. Jika belum ada juga selanjutnya termination, itu paling ultimate. Jadi RSPO enggak bisa beri sanksi apa-apa, kecuali dikeluarkan dari RSPO. Kami tidak bisa mengirim orang ke penjara.

Kalau pelanggaran melibatkan nama besar?
Sama, melibatkan nama besar atau kecil, yang penting dia anggota RSPO.

Kami menemukan pelanggaran oleh grup besar. Salah satunya PT Ciliandra Perkasa (First Resources Group) yang beroperasi di kawasan hutan di Kampar, Riau. Banyak kebun dan pabrik lain juga memasok ke anggota RSPO. 
Tanpa menyebut nama-nama perusahaan, ketika ada pihak yang menemukan bukti atau menemukan indikasi ketidakpatuhan, entah itu buahnya ilegal entah perlakuannya tidak benar, kami terbuka kalau ada yang mau sharing. Langkah lain adalah melalui sistem komplain. Ada situasi lain yang sistemik dan sering tidak bisa dihindari para pihak. Contohnya perusahaan-perusahaan ini sebetulnya tidak bisa menerima pasokan buah dari pemasok independen kecil yang mengambil buah dari tempat ilegal. Tapi, ketika tidak diterima, mereka mendemo perusahaan dan menyatakan perusahaan tidak peduli dengan masyarakat lokal. Dilema bukan? Banyak sekali operator kebun itu tidak punya status legal, atau mereka middleman, tidak diikat dengan status hukum atau entitas. Middleman ini harus diatur sehingga kepatuhan itu bukan hanya dalam konteks sertifikasi perusahaan RSPO, tapi seluruh sistem supply chain dalam region tersebut.

Bagaimana RSPO melihat masalah kebun sawit yang ada di dalam kawasan hutan ini?
Saya harus mengakui kompleksitas tumpang-tindih lahan ini sesuatu yang tidak bisa diselesaikan oleh RSPO sendiri, walaupun sudah kami monitor. Satu hal yang bisa dilakukan adalah, “Hei, anggota RSPO, stop pasokan dari mereka. And we will ask untuk cek ke auditor, untuk bawa mereka (yang ada di dalam kawasan hutan), tidak ada di sistem suplai kamu.” Tapi kami tidak bisa menghukum perusahaan di kawasan hutan ini karena mereka bukan anggota RSPO. Ini saya hadapi setiap hari.

Sudah berapa perusahaan yang pernah disanksi?
Banyak perusahaan gede pernah di-suspend. Indofood pernah (PT London Sumatra pada 2018) kena suspend. Tapi jangan harap anggota RSPO di-suspend atau di-terminate. Sebab, mengeluarkan mereka itu pilihan terakhir. Sebisa mungkin kami mempertahankan mereka di sistem supaya mereka punya alasan untuk tetap patuh.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus