Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pasal Berlapis untuk Tersangka Korupsi Minyak Sawit

Kejaksaan Agung menjerat empat tersangka kasus ekspor CPO dengan pasal berlapis. Ancaman hukuman penjara seumur hidup menanti karena menyebabkan kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng. Kejaksaan Agung diminta menelusuri kemungkinan keterlibatan korporasi dan pejabat lain.

21 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng mengenakan rompi tahanan di Gedung Kejagung, Jakarta, 19 April 2022. Dokumentasi Puspen Kejagung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tersangka kasus ekspor CPO dijerat pasal hukuman seumur hidup.

  • Terjadi permufakatan jahat dalam pemberian izin ekspor.

  • Ketiga perusahaan tidak memenuhi kewajiban DMO.

JAKARTA — Kejaksaan Agung menjerat para tersangka kasus ekspor CPO atau minyak sawit mentah dengan pasal berlapis. Mereka dapat diancam hukuman penjara seumur hidup karena menyebabkan kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang. "Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari instruksi presiden," kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Ketut Sumedana kepada Tempo, kemarin, 20 April 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketut mengatakan para tersangka bakal dijerat Pasal 2, 3, 5, 11, dan 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2, misalnya, terdapat ancaman berupa orang yang memperkaya diri atau orang lain serta merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dipenjara mulai empat tahun sampai seumur hidup.

Kejaksaan Agung bakal menyampaikan peran masing-masing dan konstruksi hukum yang digunakan untuk menjerat para tersangka besok. "Akan dijelaskan langsung oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Febrie Adriansyah)," ujar Ketut.

Indrasari Wisnu Wardhana di Gedung Kejagung, Jakarta, 19 April 2022. Dokumentasi Puspen Kejagung

Saat memberi keterangan pada Selasa, 19 April, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan kelangkaan minyak goreng ini menjadi perhatian presiden karena terjadi di negara penghasil sawit terbesar di dunia. Setelah ditelisik, Kejaksaan mendapati indikasi kuat bahwa terjadi tindak pidana korupsi berkaitan dengan pemberian persetujuan ekspor CPO.

Setelah memeriksa 19 saksi, 596 dokumen, dan keterangan ahli, petugas menetapkan keempatnya sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum berupa permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam penerbitan izin ekspor.

Kemarin, Presiden Jokowi memerintahkan Kejaksaan Agung mengusut tuntas kasus ekspor CPO ini. Dia juga mengaitkan kasus ini dengan terus melambungnya harga minyak goreng. Harga tak kunjung terkendali meski pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) serta mensubsidi produsen minyak goreng.

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung menelusuri keterlibatan korporasi dan pejabat lain yang memiliki kemungkinan turut terlibat. "Kementerian Perdagangan semestinya memperkuat pengawasan atas setiap implementasi kebijakan penanganan minyak goreng," kata peneliti ICW, Almas Ghaliya.

Di sisi lain, Almas melihat bahwa korporasi akan diuntungkan apabila persetujuan ekspor dikeluarkan tanpa memenuhi persyaratan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation). Apalagi, kata dia, jika dilihat dari profilnya, ketiga perusahaan yang terlibat dalam kasus penerbitan perizinan ekspor komoditas CPO yang tidak memenuhi persyaratan itu merupakan pelaku-pelaku besar industri sawit dan produsen minyak goreng.

Selain itu, ketiga perusahaan tersebut merupakan korporasi yang juga banyak menyalurkan minyak sawit untuk biodiesel. Mereka, Almas melanjutkan, telah mendapat insentif triliunan rupiah dari dana pungutan ekspor sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada masa Indrasari Wisnu Wardhana menjadi anggota dewan pengawasnya.

Menurut Almas, sejak 2015, sembilan perusahaan yang diduga terafiliasi dengan tiga grup perusahaan tersebut mendapat insentif dari BPDPKS lebih dari Rp 66,4 triliun. "Ironisnya, mereka tak mendukung kebijakan Kementerian Perdagangan dengan mengajukan permohonan perizinan ekspor tanpa memenuhi syarat distribusi domestik 20 persen," ujar dia perihal kasus ekspor CPO.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus