Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pramono Anung, dari Tukang Tik Sampai Istana

Karier politik Pramono Anung terbilang moncer. Memilih berada di tengah saat Jokowi berkonflik dengan PDIP.

15 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pramono Anung menjadi pengurus pusat PDIP karena bisa mengoperasikan laptop.

  • Menjadi Sekretaris Jenderal PDIP, Pramono mendorong anggota DPR dari PDIP memperketat pengawasan.

  • Pramono Anung berupaya berada di tengah ketika PDIP berkonflik dengan Jokowi.

MEMBAWA sejumlah dokumen untuk syarat pendaftaran calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Pramono Anung tiba di kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada awal 1999. Ia lalu masuk ke ruangan khusus panitia pemenangan pemilihan umum pusat PDIP

Tiba di ruangan pemenangan, Pramono bertemu dengan Aria Bima. “Saya kenal Mas Pram ketika dia menyetorkan berkas pendaftaran calon anggota legislatif,” ujar Aria menceritakan ulang pertemuannya dengan Gubernur Jakarta terpilih itu kepada Tempo, Selasa, 10 Desember 2024. Aria saat itu menjabat Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Pemilu Pusat PDIP.

Dari penjelasan Tarto Sudiro, Ketua Tim Pemenangan Pusat PDIP, Aria mengetahui bahwa Pramono mendapat rekomendasi dari Soetjipto Soedjono, tokoh Partai Demokrasi Indonesia asal Jawa Timur. Pada era Orde Baru, Soetjipto mendukung Megawati Soekarnoputri saat partai banteng diambil alih oleh Soerjadi atas suruhan pemerintah. Ia pun ikut mendirikan PDI Perjuangan.

Pada Pemilihan Umum 1999, yang pertama setelah Reformasi 1998, Pramono Anung terpilih menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur VI yang meliputi daerah Kabupaten Blitar, Kediri, dan Tulungagung serta Kota Blitar dan Kediri. Lulusan teknik pertambangan Institut Teknologi Bandung itu bertugas di Komisi VII DPR yang antara lain membidangi energi.

Karier politik Pramono di PDIP terbilang moncer. Dalam Kongres I PDI Perjuangan di Hotel Patra Jasa Semarang, Jawa Tengah, 27 Maret-1 April 2000, ia dipilih menjadi wakil sekretaris jenderal. Pada Ahad, 1 September 2024, Pramono bercerita bahwa ia terpilih menjadi wakil sekretaris jenderal karena merupakan satu-satunya kader partai yang bisa mengoperasikan laptop dan proyektor. 



Sebelum keputusan Kongres I dibacakan, Pramono bertugas sebagai juru tik rapat. Ia merapikan draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP yang dibahas di panitia pengarah. Menurut Pramono, Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjadi wakil presiden meminta Sabam Sirait dan Theo Syafei mempresentasikan AD/ART PDIP.

Namun Sabam terlihat kebingungan mengoperasikan proyektor dan laptop. Megawati lalu bertanya siapa yang membuat presentasi yang dibacakan Sabam. Oleh Sabam, Pramono lalu disuruh maju. Selama hampir 40 menit, pria yang lahir di Kediri pada 1963 itu mempresentasikan AD/ART PDIP di depan forum. 

Setelah presentasinya rampung, Pramono mengira tugasnya telah berakhir. Saat pengurus partai diumumkan, Pramono disebut sebagai wakil sekretaris jenderal dan Soetjipto sebagai sekretaris jenderal. “Itulah pertama kali saya berinteraksi dengan Ibu Megawati,” ujarnya.

Selama menjadi wakil sekretaris jenderal, Pramono intens mengurus partai. Pada 2001-2004, Megawati telah menjadi presiden. Sejumlah pengurus partai di daerah dan pusat pun lebih sering berkomunikasi dengan Pramono.

Politikus PDIP, Aria Bima, yang pada 2000-2004 menjadi kepala sekretariat kantor PDIP, juga kerap berdiskusi dengan Pramono. Ia menilai Pramono luwes bergaul di partai. Aria juga menganggap Pramono mampu mengelola partai secara modern. Pramono menerapkan penggunaan komputer dalam sistem administrasi partai. “Sehingga administrasi partai jadi lebih rapi,” ucap Aria. 

Dalam Kongres II PDIP di Bali, Maret 2005, Megawati menunjuk Pramono Anung sebagai sekretaris jenderal. PDIP waktu itu menjadi partai oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di DPR, Pramono juga mendorong anggota DPR untuk memperketat pengawasan terhadap pemerintahan Yudhoyono.

“Waktu itu banyak hak interpelasi dan hak angket yang diusulkan oleh anggota DPR,” kata anggota DPR 2004-2009, Hasto Kristiyanto, kini Sekretaris Jenderal PDIP. Anggota DPR dari PDIP turut mengajukan hak angket impor beras, hak angket kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI, serta hak angket daftar pemilih tetap Pemilu 2009.

Terpilih kembali ke Senayan pada Pemilu 2009, Pramono lalu menjadi Wakil Ketua DPR. Posisinya sebagai sekretaris jenderal lantas diisi oleh Tjahjo Kumolo. Nama Pram sempat digadang-gadang sebagai calon menteri pada pemerintahan periode kedua Yudhoyono. Namun PDIP tetap menjadi oposisi pemerintah.

Pada Juli 2012, PDIP mengusung Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo, sebagai calon Gubernur Jakarta. Hasto Kristiyanto menuturkan, saat itu Pramono turut menggalang relawan untuk memenangkan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di putaran kedua pemilihan kepala daerah Jakarta, Jokowi mengalahkan Fauzi Bowo, gubernur inkumben.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pramono Anung dan Rano Karno menghadiri Festival Jakarta Menyala di Jakarta International Velodrome, Pulo Gadung, Jakarta, 3 November 2024. Tempo/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua tahun kemudian, Pramono Anung menjadi anggota tim pengarah calon presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Dalam pemilihan presiden 2014, Jokowi-Kalla menang melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Pramono masuk Istana pada Agustus 2015. Ia menggantikan Andi Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet atas rekomendasi PDIP.

Pramono dianggap bisa menjadi jembatan antara Jokowi dan Megawati. “Saya pernah menyampaikan kepada Bu Mega bahwa saya akan profesional ketika menjadi Sekretaris Kabinet,” katanya dalam wawancara khusus dengan Tempo. Ia mengaku rutin bertemu dengan Megawati di rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, setidaknya satu kali setiap pekan.

Pada periode kedua pemerintahan Jokowi, Pramono kembali menjadi Sekretaris Kabinet. Ketika hubungan Jokowi dengan Megawati memburuk menjelang pilpres 2024, Pramono memilih berada di tengah. Saat itu Jokowi mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sedangkan PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Pramono pun mengurangi porsi berdampingan dengan Jokowi, khususnya ketika Presiden membagikan bantuan sosial. “Saya harus menjaga perasaan teman-teman, dan memang tak gampang,” ujarnya. Pramono menyampaikan salah satu resep ia bisa berada di tengah adalah tak pernah menjelekkan siapa pun.

Sejumlah narasumber di PDIP mengungkapkan, Pramono turut menjadi jembatan komunikasi antara Megawati dan Prabowo Subianto setelah pilpres rampung. Megawati lalu menunjuk dia sebagai calon Gubernur Jakarta. Saat itu nama Pramono belum muncul dalam berbagai hasil survei. Megawati menduetkan Pramono dengan Rano Karno yang baru saja terpilih sebagai anggota DPR lagi.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuturkan, Rano telah lama menjadi bagian keluarga besar PDIP. Ayah Rano, Soekarno Mohammad Noor, adalah kawan Megawati. Rano mengakui pertemanan ayahnya dengan Megawati. “Ayah saya memberikan nama Rano Karno karena terinspirasi Bung Karno,” ujarnya, Rabu, 27 November 2024.

Pilkada Jakarta bukan pemilihan pertama yang diikuti Rano. Pada 2008, ia menjadi Wakil Bupati Tangerang, Banten. Tiga tahun kemudian, Rano memenangi pilkada Banten bersama calon gubernur dari Partai Golkar, Atut Chosiyah. Rano menggantikan Atut yang terjerat kasus korupsi pada 2014. Pada pilkada Banten 2017, Rano menjadi calon Gubernur Banten, tapi kalah oleh Wahidin Halim.

Kepada Tempo pada Rabu, 27 November 2024, Rano Karno mengaku baru mengenal lebih dekat Pramono Anung setelah Megawati menunjuk mereka berlaga di pilkada Jakarta. “Sebelumnya cuma tahu aja. Eh, ternyata kami langsung klop dan bisa berbagi tugas,” kata Rano.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Francisca Christy Rosana berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Juru Tik Penghubung Teuku Umar".

Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus