Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

KPK: Bukan Kantor Polisi Kuningan

Kasus korupsi Sahbirin Noor membuka kembali konflik di KPK. Ditengarai ada kekuatan luar yang mendorong.

15 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bukan Kantor Polisi Kuningan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Intervensi penyidikan kasus korupsi di KPK makin kuat dan terbuka.

  • Penyidikan mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, paman pengusaha Haji Isam, mandek.

  • Tangan polisi makin kuat setelah jenderal mereka kembali terpilih menjadi Ketua KPK.

KEKUSUTAN di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan kasus rasuah mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, kian menegaskan ketidakprofesionalan dan hilangnya independensi KPK. Pimpinan KPK kurang bertaji menghadapi anak buahnya yang ditengarai menjalankan kepentingan pihak luar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Oktober 2024, KPK telah menetapkan Sahbirin sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Ia dituduh menerima komisi 5 persen dari beberapa proyek infrastruktur di wilayahnya. Ia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hasilnya, hakim tunggal Afrizal Hady memutuskan penetapan Sahbirin sebagai tersangka tidak sah karena ia belum diperiksa sebelum menjadi tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak awal, pengusutan dugaan korupsi Sahbirin memang kusut. Komisi antikorupsi tak menjalankan prosedur paksa meski paman pengusaha Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam ini berulang kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK terkesan memberikan celah prosedural, tak mengantisipasi Sahbirin mengajukan gugatan praperadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membebaskan sejumlah tersangka komisi antikorupsi, terutama dari kalangan tokoh berpengaruh. Misalnya Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sewaktu masih menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Setelah keluarnya putusan praperadilan Sahbirin, tarik-menarik kepentingan kian kuat. Para penyidik dan pimpinan KPK yang hendak meneruskan pengusutan dengan mengulang prosedur penyidikan ditentang “faksi” lain. Para penolak berasal dari Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, terutama Direktur Penuntutan Bima Suprayoga dan Direktur Penyelidikan Brigadir Jenderal Endar Priantoro.

Ini bukan pertentangan kepentingan pertama di lingkungan internal lembaga itu. Pimpinan KPK yang didukung para penyidik berlawanan keras dengan pejabat di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi yang mayoritas berasal dari kepolisian. Dalam upaya penetapan kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka, konflik serupa terjadi. Demikian juga pada kasus korupsi yang melibatkan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Muhdlor Ali pada masa pemilihan presiden 2024. Kasus keduanya akhirnya berhenti begitu saja.

Setelah revisi Undang-Undang KPK yang menempatkan lembaga ini dalam rumpun eksekutif pada 2019, KPK tak lagi independen. Kepentingan luar kerap mengintervensi penanganan kasus-kasus korupsi. Tangan kepolisian terlihat jelas dalam campur tangan ini, terutama pada kasus yang melibatkan tokoh-tokoh kuat.

Kondisi ini terus menggerogoti kredibilitas KPK. Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada Oktober 2024 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK hanya 61 persen. KPK berada di peringkat ketiga terbawah. Padahal dulu lembaga yang masih relatif independen ini mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat, terutama karena keberhasilan mengungkap berbagai kasus korupsi besar. 

Kini pergantian kepemimpinan di komisi itu sedang berjalan. Masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2024 segera berakhir. Pimpinan baru, dengan Komisaris Jenderal Setyo Budiyanto sebagai ketua, menghadapi kemungkinan intervensi yang lebih dalam lima tahun ke depan. Meski berasal dari kepolisian, semestinya mereka menyadari bahwa KPK bukan singkatan “Kantor Polisi Kuningan”, kawasan kantor komisi antikorupsi di Jakarta Selatan itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus