Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Muslihat Fatwa di Menara 106

Jaksa Pinangki Sirna Malasari aktif bertemu dengan Joko Tjandra di Malaysia. Jaksa Agung disebut mengetahui pertemuan itu.

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jaksa Pinangki Sirna Malasari (kanan) bersama Joko S. Tjandra./Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komisi Kejaksaan tak bisa memeriksa jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terlibat suap kasus Joko Tjandra.

  • Jaksa Pinangki mengajukan proposal fatwa untuk pembebasan Joko Tjandra seharga US$ 100 juta.

  • Jaksa Pinangki mengaku melaporkan pertemuannya dengan Joko Tjandra kepada Jaksa Agung.

DUA kali dipanggil oleh Komisi Kejaksaan, Pinangki Sirna Malasari absen tanpa alasan pada 27 dan 30 Juli lalu. Tak berhasil memeriksa bekas Kepala Sub-Bagian Pemantauan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung tersebut, Komisi Kejaksaan malah menerima surat dari Jaksa Agung Muda Pengawasan pada 4 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan surat itu menyatakan pengawas sudah memeriksa Pinangki dan akan berkoordinasi dengan mereka. Sehari kemudian, giliran Jaksa Agung Muda Pembinaan mengirimkan surat yang menyebutkan Pinangki sedang menjalani pemeriksaan internal. “Tidak dikasih izin, artinya mereka tidak mau kami ikut memeriksa,” kata Barita pada Kamis, 20 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana sidang permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 6 Juli 2020./ANTARA/Reno Esnir

Menurut Barita, pemanggilan Pinangki bertujuan menindaklanjuti laporan dari masyarakat ihwal pertemuannya dengan terpidana perkara hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Pinangki juga disebut-sebut menerima US$ 10 juta atau sekitar Rp 147 miliar untuk mengurus pembebasan Joko yang berstatus buron. Komisi Kejaksaan lalu meminta Kejaksaan Agung berbagi laporan hasil pemeriksaan Pinangki. Dokumen itu baru dikirimkan ke Komisi Kejaksaan pada 10 Agustus. “Kami ingin mencocokkan laporan masyarakat yang kami terima sudah masuk materi pemeriksaan atau belum,” ujarnya.

Hasil pemeriksaan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan merekomendasikan Pinangki dicopot dari jabatannya dan dilakukan pengusutan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atas dugaan penerimaan gratifikasi. Pada Selasa, 11 Agustus lalu, kejaksaan menetapkan Pinangki sebagai tersangka penerimaan uang dari Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa bebas. Pinangki langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Hingga Jumat, 21 Agustus, kuasa hukum Joko, Soesilo Aribowo, belum memberikan penjelasan atas pemberian uang dari kliennya kepada jaksa Pinangki. “Kami siapkan dulu jawabannya,” ucap Soesilo.

• • •

SEPAK terjang jaksa Pinangki Sirna Malasari membantu pengurusan perkara Joko Tjandra bermula pada September tahun lalu. Dalam perjalanannya menuju Amerika Serikat, dia transit di Kuala Lumpur selama sehari pada 3 September 2019. Dokumen diperoleh Tempo menyebutkan Pinangki mengaku bertemu dengan Joko Tjandra bersama Rahmat S., pembina Koperasi Nusantara. Pertemuan itu membahas fatwa pembebasan Joko dalam perkara hak tagih Bank Bali.

Joko Tjandra berstatus buron dalam 11 tahun terakhir. Ia kabur dari Indonesia ke Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Kejaksaan Agung. Mahkamah memvonis Joko dua tahun penjara dalam kasus hak tagih Bank Bali yang merugikan negara senilai Rp 904 miliar. Sejak 2012, Joko diketahui tinggal di Kuala Lumpur.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak/Dok. Komisi Kejaksaan RI

Berdasarkan dokumen yang sama, di sela-sela pertemuan itu Pinangki menghubungi teman kuliah doktoralnya, Anita Kolopaking, yang berada di Bangkok, Thailand. Dia menyodorkan Anita kepada Joko untuk menjadi kuasa hukum. Dua bulan kemudian, Pinangki, Anita, dan Rahmat terbang ke Kuala Lumpur untuk bertemu dengan Joko. Pinangki memperkenalkan Rahmat sebagai orang dekat Joko Tjandra. Pertemuan kedua itu membahas biaya yang harus dikeluarkan Joko supaya fatwa bisa keluar.

Dokumen pemeriksaan menyebutkan Pinangki mengajukan proposal senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Namun Joko Tjandra hanya menyetujui US$ 10 juta. Sebagai uang muka, pemilik Grup Mulia itu memberikan US$ 500 ribu atau sekitar Rp 7,3 miliar. Rencananya pelunasan akan dibayarkan melalui safe deposit box atau proyek pembangkit listrik di Kalimantan.

Setiba di Tanah Air, Pinangki memberikan US$ 50 ribu kepada Anita. Berbagi tugas, Pinangki mengurus administrasi di kejaksaan, sedangkan Anita bertugas mengurus fatwa di Mahkamah Agung. Menurut seorang penegak hukum yang mengetahui rencana pengurusan fatwa ini, ada satu anggota staf perempuan di MA berinisial S yang ikut mengurus fatwa pembebasan Joko. Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, mengatakan belum mendengar ada permohonan fatwa untuk Joko Tjandra. “Akan saya cek, benar atau tidak,” kata Andi.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan lembaganya masih menelisik pemberian duit itu dilakukan langsung oleh Joko Tjandra atau melalui perantara. “Yang jelas (pemberian uang) terkait dengan pengurusan fatwa,” ujar Febrie. Adapun Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak tak membantah atau membenarkan soal dokumen pemeriksaan yang diperoleh Tempo.

Ketua Koperasi Nusantara Rahmat/Istimewa

Meminta tanggapan Rahmat soal pertemuan di Kuala Lumpur, Tempo mendatangi rumahnya di Jalan Sriwijaya Raya Nomor 38B, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penjaga rumah Rahmat, Eko, mengatakan bosnya sedang pergi. Hingga Jumat sore, 21 Agustus lalu, Rahmat tak menjawab surat permintaan wawancara. Adapun kuasa hukum Anita, Andy Putra Kusuma, mengatakan keterangan kliennya sudah disampaikan dalam pemeriksaan di Markas Besar Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. “Berdasarkan berita acara pemeriksaan, Anita tak mengetahui pemberian duit dari Joko Tjandra,” kata Andy.

Pada bulan yang sama, atau pada November 2019, Anita dan Pinangki bertemu dengan Joko di kantornya, menara The Exchange 106, di kawasan elite di Kuala Lumpur. Dokumen pemeriksaan menyebutkan pertemuan itu juga dihadiri seseorang bernama Irfan, yang disebut Pinangki sebagai orang media. Menurut dokumen itu, pertemuan membahas rencana aksi pembuatan fatwa di Mahkamah Agung, termasuk soal rencana menyelundupkan Joko ke Indonesia lewat Bali.

Mereka menginap satu malam di Kuala Lumpur. Dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan Pinangki tercatat tiga kali ke Malaysia pada November 2019, yaitu pada 10, 19, dan 25 November. Dalam pemeriksaan di kejaksaan, Pinangki mengaku bertemu dengan Joko untuk menawarkan bisnis pembangkit listrik di Kalimantan. Dua orang yang mengetahui pemeriksaan itu mengatakan power plant tersebut merupakan sampul biaya pengurusan perkara.

Kepada tim yang memeriksanya, Pinangki berdalih tak mengetahui Joko Tjandra berstatus buron. Dia pun mengaku telah memberi tahu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin ihwal pertemuannya dengan Joko. Dua sumber yang sama mengatakan Pinangki bahkan mengaku sempat menggelar video call dengan Burhanuddin setelah Joko sepakat membayar US$ 10 juta untuk pengurusan fatwa. Sebagai bukti pertemuan, mereka juga berfoto bersama. Belakangan, foto itu tersebar di media sosial.

Sejumlah petinggi Kejaksaan Agung menyebutkan Pinangki dan Burhanuddin sempat dekat saat sama-sama bertugas di Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2012. Namun, saat rapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir Juni lalu, Burhanuddin menyatakan intelijen kejaksaan telah kecolongan atas masuk-keluarnya Joko Tjandra ke Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Dia membeberkan bahwa Joko sempat membuat kartu tanda penduduk elektronik dan mendaftarkan permohonan peninjauan kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 6 Juni lalu. “Saya sakit hati mengetahui informasi itu,” ujar Burhanuddin saat itu.

Seorang sumber yang mengetahui proses masuk-keluarnya Joko Tjandra bercerita, Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka telah melaporkan kepada Burhanuddin soal kehadiran Joko di Indonesia empat bulan sebelum rapat di DPR. Namun Burhanuddin tak merespons. Menurut sumber tersebut, setelah persoalan itu terkuak ke publik, Burhanuddin memberikan nomor telepon Joko kepada Jan Maringka pada awal Juli. Jan kemudian mengontak Joko untuk membujuknya menyerahkan diri. Kepada Jan, Joko disebut-sebut menceritakan banyak hal, termasuk pertemuan dengan Pinangki, Anita, dan Rahmat.

Dimintai tanggapan soal itu, Jan tidak membantah ataupun membenarkan. “Sebaiknya satu pintu saja, melalui Kepala Pusat Penerangan dan Hukum,” ucap Jan, yang awal Agustus lalu dicopot dari jabatannya dan dialihkan sebagai anggota staf ahli Jaksa Agung bidang perdata dan tata usaha negara. Kepala Pusat Penerangan Hukum Hari Setiyono enggan menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membantah memiliki nomor telepon Joko Tjandra dan memberikannya kepada Jan Maringka. Namun dia mengaku memerintahkan Jan mencari Joko setelah mangkir dari sidang pertama peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal Juli lalu. Burhanuddin menyatakan Jaksa Agung Muda Intelijen seharusnya mengetahui posisi seorang buron.

Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta, Oktober 2019./ANTARA/ Wahyu Putro

Dia membantah pernyataan Pinangki yang mengaku selalu melaporkan pertemuan dengan Joko Tjandra. Burhanuddin pun menyangkal pernah bertelepon video dengan perempuan 39 tahun itu saat dia bersua dengan Joko. “Fitnah kalau saya pernah video call dengan JT. Apalagi masalah uang, saya tidak ada sangkut-pautnya,” kata Burhanuddin. Dia menyatakan Pinangki diberhentikan sementara hingga kasus yang menjeratnya berkekuatan hukum tetap.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak meyakini Pinangki tak bekerja sendiri. Penyebabnya, Pinangki—pernah mendapat sanksi penurunan pangkat satu tingkat karena dianggap melangkahi atasannya saat bertugas sebagai Kepala Sub-Seksi Sosial dan Politik Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Cibinong pada 2009-2012—hanya pejabat eselon IV dan bukan penyidik sehingga tak berwenang mengurus perkara Joko Tjandra. “Ada pihak lain atau kekuatan besar di belakangnya sehingga Joko Tjandra percaya dan menerima dia,” ujar Barita.

LINDA TRIANITA, HUSSEIN ABRI DONGORAN, MUSTAFA SILALAHI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus