Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menceritakan proses penangkapan Joko Tjandra di Malaysia.
Sigit mengaku kenal dengan pengusaha Tommy Sumardi.
Ia merasa ada yang memainkan isu Joko Tjandra dengan suksesi Kepala Polri.
SELAMA dua jam, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menceritakan proses penangkapan terpidana hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Sigit tak menyangka keterlibatan kolega dan anak buahnya dalam perkara Joko terlalu jauh. Kepada tim Tempo pada Jumat, 21 Agustus lalu, lulusan Akademi Kepolisian 1991 itu juga menjelaskan hubungannya dengan pengusaha Tommy Sumardi, yang melobi anak buahnya.
Bagaimana proses penangkapan Joko Tjandra di Malaysia?
Kami dibantu Polis Diraja Malaysia. Pak Kapolri mengirim surat resmi. Kami berkomunikasi secara intensif dengan mereka. Ada hubungan baik antara Kepolisian Indonesia dan Polis Malaysia, sempat beberapa kali kerja sama dalam pengungkapan kasus terorisme, narkotik, dan terakhir Indonesia menangani kasus yacht yang terkait dengan pencucian uang di sana (kasus korupsi 1MDB yang melibatkan bekas perdana menteri Najib Razak dan pengusaha Jho Low—red.).
Selama di pesawat carteran dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Jakarta, apakah ada obrolan dengan Joko Tjandra?
Selama perjalanan itu, kami gunakan untuk interogasi, menggali informasi. Tim yang berangkat ada dari reserse serta Divisi Profesi dan Pengamanan. Dari awal Propam kami libatkan, menjaga supaya tidak ada fitnah, supaya tidak terjadi penyimpangan.
Ini karena anak buah Anda, Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, terlibat dalam perkara ini?
Saat kasus Joko Tjandra ramai, Pak Presiden memerintahkan Pak Kapolri mengusut tuntas pertiwa ini. Pak Kapolri memerintahkan saya untuk memimpin dan membentuk tim khusus yang kami rekrut dari anggota-anggota terpilih dan memiliki kemampuan khusus untuk mencari serta mengusut tuntas kasus Joko Tjandra. Saya lalu memanggil Pak Prasetijo, ada Propam juga. Ketika ada gejalanya, ya sudah, silakan Propam memeriksa lebih lanjut. Saat pemeriksaan awal, mereka sudah tahu. Jadi saya tidak akan lepas dari apa yang sudah mereka peroleh. Saya tidak menyembunyikan apa yang mereka peroleh. Itu bagian dari saya mempertanggungjawabkan transparansi.
Saat rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu Anda sudah tahu keterlibatan Prasetijo dan Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte?
Kami tidak mengira sejauh ini keterlibatan mereka. Kemudian muncul surat jalan yang diterbitkan Pak Prasetijo dan surat pencabutan red notice yang dikirimkan ke beberapa lembaga atas persetujuan Kadiv Hubungan Internasional. Setelah kami periksa, mulai terungkap satu per satu peran mereka.
Pengusaha Tommy Sumardi berperan mempertemukan pihak Joko Tjandra dengan Prasetijo dan Napoleon. Kami mendapat informasi, Tommy teman Anda...
Saya mengenal yang bersangkutan. Tapi yang bersangkutan juga banyak sekali kenal orang di Polri karena memang lama bergaul dengan teman-teman di Polri.
Prasetijo kabarnya mengakomodasi permintaan Tommy karena dia teman Anda...
Saya juga sempat menanyakan ini ke Pak Prasetijo. Kalau memang dianggap teman saya, apakah pernah dikonfirmasikan kepada saya bahwa saya memerintahkan untuk membantu urusan ini? Sama sekali tidak ada obrolan dengan saya. Saya juga tidak pernah memerintahkan untuk membantu urusan seperti ini. Pak Pras sudah kenal lama dengan yang bersangkutan. Buat apa kami tangkap JT (Joko Tjandra), Brigjen PU (Prasetijo Utomo), dan Irjen NP (Napoleon Bonaparte)? Ini kan untuk membuat terang yang terjadi. Kenapa saya ajak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mensupervisi dan ikut gelar perkara kalau ada yang saya tutupi? Pak Kapolri Jenderal Idham Azis juga pernyataannya keras bahwa kejadian seperti ini jangan sampai terulang.
Mengapa Anda tidak menyerahkan saja kasus ini ke KPK?
Kami mengirimkan surat resmi ke KPK. Ini bagian dari upaya kami dalam transparansi publik. Kami minta disupervisi. KPK kemudian memberikan masukan-masukan, tambahkan ini-itu. Kami ajak mereka gelar perkara. Kalau seumpama KPK meminta kasus ini, tentu akan kami serahkan. Tapi mereka sudah yakin dengan yang kami tangani saat ini.
Ada pihak yang menyatakan, pengungkapan kasus ini merupakan “kendaraan” Anda dalam suksesi Kepala Polri mendatang. Katanya, Anda sampai mengusut teman-teman seangkatan yang terlibat kasus ini…
Suksesi seperti apa? Ada satu peristiwa besar dan itu terjadi di institusi Polri. Tujuan kami bisa mengungkap kasus ini dengan memproses secara tegas. Menangkap semua yang terlibat. Yang paling penting itu mengembalikan kepercayaan publik. Pada saat pandemi Covid-19, susah menjaga supaya publik percaya. Bagaimana masyarakat bisa patuh kepada perintah kami kalau kepercayaan sudah tidak ada? Bagaimana menjaga marwah institusi dalam menjaga kepercayaan publik itu? Kalau masalah suksesi, enggak terlalu pentinglah.
Karena kasus ini Anda menjadi makin populer….
Saat belum kami ungkap, kejadian Joko Tjandra menjadi isu dan dikaitkan dengan rencana suksesi. Apa yang ditakuti dari Listyo Sigit? Siapa juga yang mau ngangkat saya? Yang jelas, saya tidak pernah berpikir menjadi Kapolri. Yang saya pikirkan adalah pada saat saya berada di suatu tempat, harus bisa menjalankan tugas dengan baik dan melakukan hal baru yang positif. Utamanya terkait dengan masalah profesionalisme reserse, karena saya lahir di reserse.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo