Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tren dekarbonisasi terjadi di sejumlah sektor industri.
Industri manufaktur berupaya mengurangi pemakaian energi dan emisi karbon.
Operator minyak dan gas mengembangkan teknologi CCS/CCUS.
GARA-GARA proyek dekarbonisasi, Michael Sung tak menyangka bakal dikontak oleh manajemen Adidas AG pada akhir 2023. Perusahaan sepatu, pakaian, dan perlengkapan olahraga asal Jerman itu menjajaki peluang kerja sama dengan PT Ever Shine Tex Tbk, perusahaan tekstil yang bermarkas di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten. “Baru tahap survei,” kata Michael, yang menjabat Direktur Ever Shine Group, kepada Tempo, 20 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Michael, Ever Shine sebelumnya tak pernah berhubungan dengan Adidas. Tapi ia mendapat kabar bahwa Adidas mengetahui Ever Shine termasuk pabrik tekstil yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan menjalankan operasinya dengan cara ramah lingkungan. Perusahaan seperti ini yang dilirik korporasi global seperti Adidas untuk dijadikan pemasok.
Industri di dunia tengah bergerak menuju praktik bisnis berkelanjutan, termasuk nol emisi karbon dan gas rumah kaca. Indonesia pun punya misi ambisius dalam hal dekarbonisasi atau upaya menekan emisi karbon. Melalui proposal nationally determined contribution yang diajukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 23 September 2022, pemerintah menaikkan target penurunan emisi karbon dari semula 29 persen menjadi 31,89 persen atas emisi 2,87 miliar ton setara karbon dioksida. Jika mendapat bantuan internasional, target penurunan emisi akan meningkat menjadi 43,2 persen.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan pabrik daur ulang botol plastik polyethylene terephthalate (PET) PT Amandina Bumi Nusantara di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Februari 2023. Maritim.go.id
Ever Shine Group termasuk pelaku industri yang berkomitmen tidak mengotori lingkungan. Michael bercerita, dulu pabriknya berada di sekitar rumah penduduk yang kini telah berubah menjadi area industri. Pendiri perusahaan, Sung Pui Man—ayah Michael—telah lama memutuskan pabriknya bebas dari bahan bakar batu bara. Pilihannya adalah mengganti sumber energi dengan bahan bakar diesel atau gas. Ever Shine pun memilih membangun pembangkit listrik tenaga gas berkapasitas 1,5 megawatt 20 tahun lalu. “Adidas kaget. Kok, bisa pabrik coal free?” ujar Michael.
Komitmen bebas polusi berlanjut ketika tren dunia mengarah ke industri hijau. Ever Shine bergabung dengan Kamar Dagang dan Industri Net Zero Hub, 2021. Forum ini membahas berbagai hal mengenai upaya mengurangi emisi karbon. “Barulah mata kami terbuka, betapa pentingnya industri hijau,” Michael menuturkan.
Perjalanan Ever Shine menuju net zero emission pun dimulai dalam dua tahun ini. Manajemen Ever Shine memetakan lini operasi yang perlu dibenahi. Di tahap awal, perusahaan ini membangun pembangkit listrik tenaga surya atap on-grid berkapasitas 1,5 megawatt. Langkah berikutnya adalah mengganti mesin dan beberapa perangkat secara bertahap. Tahun lalu, tiga mesin besar diperbarui. Beberapa unit kompresor untuk memproduksi angin juga diganti dengan teknologi baru.
Penurunan tekanan kompresor ini rupanya menghasilkan efisiensi yang signifikan. “Dengan mengurangi tekanan 1 bar saja, konsumsi listrik turun 9-10 persen,” tutur Manajer Sustainability dan Compliance Ever Shine, Irpan Restu Ade Putra. Walhasil, tak sampai setahun, biaya pembelian kompresor sudah balik modal.
Petugas melakukan pengecekan berkala pada ruang kompresor di Pabrik tekstil Ever Shine Tex kawasan Tigaraksa, Tangerang, Banten, 29 November 2023. Tempo/Tony Hartawan
Ever Shine juga memodifikasi mesin boiler. Uap panas yang keluar dari ketel itu "ditangkap" dan digunakan kembali sebagai bahan bakar. Dengan begitu, bahan bakar yang diperlukan untuk memproduksi uap baru menjadi berkurang. “Di tahap ini, efisiensi yang dihasilkan sampai 12 persen,” kata Irpan. Secara keseluruhan, Ever Shine melakukan inovasi pada 20 perangkat yang berhubungan dengan proses operasi.
Kini Ever Shine tengah menunggu hasil audit untuk mendapat sertifikat industri hijau. Dokumen ini akan menjadi kunci perjalanan perusahaan ini menuju industri rendah emisi. Ever Shine memasang target tinggi, yaitu mengurangi emisi karbon 30 persen pada 2027. Target tersebut sangat ambisius bagi perusahaan tekstil yang biasanya membutuhkan energi dalam jumlah besar.
Capaian Ever Shine, jika diikuti oleh pabrik tekstil lain, bakal mempercepat upaya penurunan emisi karbon dan gas rumah kaca di sektor industri sekaligus menghemat konsumsi energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengklaim penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi sudah melampaui target. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan realisasi penurunan emisi di sektor energi pada 2023 mencapai 127,67 juta ton setara karbon dioksida. “Melebihi target 116 juta ton,” tuturnya pada 18 Januari 2024.
Acara pemasangan simbolik PV-Modul Solar Panel di PT Gunung Raja Paksi Tbk, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 15 November 2022. Dok.Gunung Raja Paksi
Tahun ini, Kementerian Energi menargetkan penurunan emisi 147 juta ton. Arifin mengatakan, untuk mewujudkan net zero emission pada 2060, pemerintah akan melakukan beberapa aksi mitigasi, antara lain mengimplementasikan energi baru terbarukan, melakukan efisiensi energi, memakai bahan bakar rendah karbon seperti gas alam, dan menerapkan teknologi pembangkit listrik energi bersih. Pemerintah juga mengharapkan partisipasi semua pelaku industri.
•••
INISIATIF ekstrem seperti yang dilakukan Ever Shine Group juga dilakukan sejumlah perusahaan nasional. Salah satunya PT Gunung Raja Paksi Tbk—pabrik besi baja yang juga tergolong pemakai energi dalam jumlah besar. Direktur Utama Gunung Raja Paksi, Fedaus, mengatakan industri baja termasuk penyumbang emisi gas rumah kaca yang besar, yaitu 7-8 persen dari total emisi dunia. Karena itu, kata dia, industri baja perlu melakukan tindakan nyata untuk menurunkan emisi.
Fedaus menjelaskan, Gunung Raja Paksi merancang strategi untuk merealisasi peta jalan keberlanjutan, dari pengadaan, kepatuhan lingkungan dan sosial, transisi energi dan solusi rendah karbon, hingga kontribusi pengelolaan lingkungan. Di lini pengadaan, misalnya, mayoritas pemasok menganut kebijakan operasi berkelanjutan pada 2030. “Kami juga memakai produk seperti scrap besi yang didaur ulang,” ujarnya.
Transisi energi Gunung Raja Paksi dimulai dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap on-grid pada 2022. Saat itu Gunung Raja Paksi meneken kontrak dengan Total Energy untuk memasang sel surya berkapasitas 33 megawatt yang akan dibangun secara bertahap selama tiga tahun atau hingga 2025. Panel surya yang telah beroperasi saat ini baru 27 persen atau sekitar 9 megawatt. Pemasangan papan panel surya akan berlanjut hingga tahun depan. “Itu hanya 15 persen dari kapasitas yang kami butuhkan,” kata Komisaris Utama Gunung Raja Paksi, Budi Raharjo Legowo.
Menurut Fedaus, transisi energi ini penting, mengingat Gunung Raja Paksi adalah pemakai listrik yang sangat besar. Masalahnya, berdasarkan evaluasi, perusahaan masih mengandalkan setrum dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang masih menggunakan pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Dampaknya, Gunung Raja Paksi mendapat skor merah dari beberapa lembaga riset, yang berarti tingkat emisinya tinggi sekali.
Ke depan, perusahaan ini akan menjajal energi hidrogen. Fedaus mengatakan Gunung Raja Paksi menjalin kerja sama dengan lembaga internasional untuk mengkaji pengembangan hidrogen. Saat ini, dia menjelaskan, industri baja di beberapa negara Eropa sudah menggunakan hidrogen untuk pemanas tungku peleburan. “Kalau bisa berjalan, pemakaian listrik batu bara akan berkurang,” tuturnya, optimistis.
Direktur PT Ever Shine Tex Tbk Michael Sung saat wawancara dengan Tempo di Pabrik Ever Shine Tex kawasan Tigaraksa, Tanggerang, Banten, 29 November 2024. Tempo/Tony Hartawan
Perusahaan lain yang melakukan transisi energi adalah Coca-Cola Indonesia. Sejak 2020, Coca-Cola membangun PLTS atap seluas 72 ribu meter persegi berkapasitas 7,13 megawatt-peak di Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Proyek serupa dibangun di atap pabrik Coca-Cola di Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, dan akan dikembangkan di Semarang dan Medan. Coca-Cola akan membangun sebuah pusat energi terbarukan nol emisi karbon di semua lokasi usahanya pada 2040.
Inisiatif lain meluncur pada pertengahan 2023 berupa produksi kemasan produk yang berasal dari botol plastik daur ulang. Produk ini dikenal dengan nama recycled polyethylene terephthalate (rPET). PET adalah salah satu jenis plastik yang dapat didaur ulang dengan mudah. Manajemen Coca‑Cola Europacific Partners Indonesia mengumumkan bahwa satu dari setiap tiga botol produknya di Indonesia 100 persen terbuat dari plastik rPET. Kemasan daur ulang dibuat di PT Amandina Bumi Nusantara, pabrik daur ulang yang didirikan Coca-Cola bersama mitranya, Dynapack Asia.
Coca-Cola berupaya menghidupkan ekonomi sirkular loop tertutup sebagai bentuk komitmen terhadap kampanye "World Without Waste". Inisiatif ini berupaya mengurangi ketergantungan pada plastik baru dan menurunkan emisi karbon dalam proses produksi.
Berdasarkan data Coca-Cola, sepanjang 2023, tingkat pengumpulan botol bekas melalui mitra usahanya, Mahija Parahita Nusantara, melampaui target yang ditetapkan sebanyak 49,3 persen. Sedangkan pada 2022 tingkat pengumpulan mencapai 34 persen.
Perusahaan membangun rantai pasok botol bekas melalui PT Amandina Bumi Nusantara, perusahaan patungan yang didirikan bersama yayasan nirlaba Mahija Parahita Nusantara. Pabrik daur ulang Amandina menghasilkan bijih plastik atau resin berkapasitas 25-30 ribu ton setahun atau sekitar 2.000 ton sebulan.
Direktur Public Affairs, Communications, and Sustainability Coca‑Cola Europacific Partners Indonesia & Papua New Guinea Lucia Karina mengatakan pengumpulan botol dilakukan melalui 26 jaringan pusat pengumpulan, mitra pengumpulan (1.773 unit), dan pahlawan daur ulang atau pemulung (35.460) yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, serta Sulawesi.
Dengan cara ini, perusahaan berambisi mencapai nol emisi pada 2040 atau 10 tahun lebih cepat daripada target Perjanjian Paris. Coca-Cola juga punya target mengurangi emisi gas rumah kaca absolut di seluruh rantai pasok hingga 30 persen pada 2030. “Melibatkan pemasok juga sangat penting dalam dekarbonisasi, mengingat lebih dari 80 persen emisi berasal dari pemasok hulu dan hilir,” kata Lucia.
•••
DALAM liputan khusus kali ini, majalah Tempo berupaya memotret tren dekarbonisasi yang menjangkiti pelaku industri di semua sektor. Tren ini menjadi sinyal positif dalam upaya menekan laju perubahan iklim sekaligus mendorong praktik bisnis berkelanjutan. Di sisi lain, dekarbonisasi juga bisa mendatangkan manfaat ekonomi.
Bukan hanya industri manufaktur, pelaku energi fosil juga tengah berbenah. Di sektor minyak dan gas, tren dekarbonisasi berlangsung melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) serta penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCUS). Teknologi CCS berfungsi menangkap dan menyimpan karbon dioksida dari berbagai industri. Sedangkan CCUS biasanya dipakai industri hulu minyak dan gas untuk menangkap dan menyimpan karbon dioksida yang mereka hasilkan sekaligus memanfaatkannya untuk hal lain. Misalnya untuk mengerek produksi minyak dan gas.
PT Pertamina (Persero) mengembangkan teknologi CCS/CCUS di delapan wilayah kerjanya. “Dua lokasi di Sumatera, empat lokasi di Jawa, dan dua di Sulawesi,” ucap Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication Pertamina. Perusahaan minyak dan gas pelat merah ini bekerja sama dengan mitra strategis global.
Menurut Fadjar, saat ini teknologi CCS/CCUS masih berada pada tahap studi kelayakan. Termasuk teknologi technical subsurface, surface facility, dan pengukuran skala ekonomi. Fadjar mengatakan capaian penting dalam implementasi CCUS didapatkan di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat; dan Lapangan Sukowati, Jawa Timur, pada 2023. Di ladang minyak dan gas itu, Pertamina menguji coba injeksi karbon dioksida dengan metode huff-puff.
Indonesia sebenarnya punya potensi besar dalam pengembangan CCS. Menurut Fadjar, Indonesia memiliki 400 gigaton potensi CSS serta kapasitas bisnis CCS/CCUS yang mencapai 60 juta ton per tahun. Meski membutuhkan biaya besar, Pertamina memasukkan program CCS/CCUS ke peta jalan bisnis hijau dan transisi energi. Perseroan telah mengalokasikan anggaran 14,5 persen dari total investasi Pertamina periode 2022-2030. “Perlu kolaborasi dengan perusahaan global untuk mendukung investasi," katanya.
Terobosan penerapan CCS/CCUS, selain ditujukan untuk mengurangi emisi karbon dari lapangan minyak dan gas, diharapkan dapat membantu Pertamina mengoptimalkan produksi. Pertamina juga berharap inisiatif yang mendukung Indonesia menuju emisi nol ini mendapat dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi, insentif pajak, atau lainnya.
Insentif menjadi salah satu hal yang memancing pelaku industri untuk menjalankan dekarbonisasi. Insentif yang diharapkan antara lain berasal dari lembaga pembiayaan. PT Indoplas Karya Energi, pabrik biomassa milik Bobby Gafur Umar, termasuk yang menikmati fasilitas green fund atau pembiayaan hijau berorientasi lingkungan. Indoplas mendapatkan federal export credit guarantee dari bank Eropa senilai 340 juta euro atau Rp 5,8 triliun untuk proyek pengolahan sampah.
Menurut Bobby, pembiayaan hijau memiliki tingkat bunga relatif rendah. “Saya dapat 3 persen, masih oke,” ucap mantan Direktur Utama PT Bakrie and Brothers ini. Bobby membandingkan green fund dengan pinjaman komersial yang bunganya bisa berselisih 1 persen. Kelebihan lain pembiayaan hijau, dia menambahkan, adalah tidak memerlukan jaminan. Sebab, yang menjadi jaminan adalah proyek itu sendiri. Selain itu, masih ada asuransi sepanjang 14 tahun.
Sayangnya, fasilitas serupa tak diraih Ever Shine, pabrik tekstil yang melakukan berbagai program dekarbonisasi. Direktur Ever Shine, Michael Sung, mengungkapkan bahwa inisiatif pengurangan emisi tak membuat perusahaannya berkesempatan mendapatkan dana tambahan ataupun insentif dari bank dan lembaga keuangan. “Mereka masih menganalisis risiko hanya dari laporan keuangan, data ke belakang, dan tidak melihat prospek perusahaan setelah menjalankan inisiatif hijau."
Salah satu lembaga pembiayaan milik pemerintah yang diharapkan mendukung pembiayaan hijau adalah PT Sarana Multi Infrastruktur atau SMI. Sekretaris Perusahaan SMI Ramona Harimurti mengatakan tidak memberi perlakuan berbeda antarsektor ataupun terhadap jenis proyek. Alasannya, semua proyek yang dibiayai SMI telah melalui proses pengkajian risiko lingkungan dan sosial sesuai dengan prosedur internal.
Hingga akhir 2023, beberapa proyek yang dibiayai SMI berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca. Contohnya proyek energi terbarukan dan transportasi ramah lingkungan dengan komitmen pendanaan Rp 13,3 triliun dan total outstanding Rp 8,2 triliun. Berbagai proyek hijau tersebut punya potensi emisi yang bisa dihindari hingga 6,5 juta ton ekuivalen karbon dioksida per tahun.
Meski tak memberikan insentif khusus proyek hijau, SMI akan mengurangi porsi pembiayaan pembangkit listrik tenaga uap batu bara (dalam nilai outstanding kredit) tahun ini. “Maksimum 5 persen pada akhir 2024.” SMI juga menargetkan portofolio pembiayaan berkelanjutan dengan outstanding Rp 9,925 triliun atau minimal 8 persen dari portofolio pembiayaan perusahaan pada akhir 2024. “Portofolio ini menyasar proyek hijau dan proyek sosial,” kata Ramona.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Menebar Inisiatif, Menjaring Insentif". Liputan Khusus Potensi Ekonomi Dekarbonisasi. Penanggung jawab: Fery Firmansyah; Kepala proyek: Retno Sulistyowati; Penyunting: Fery Firmansyah; Penulis: Retno Sulistyowati, Aisha Shaidra, Khairul Anam, Caesar Akbar, Francisca Christy Rosana; Penyumbang bahan: Ahmad Suudi (Banyuwangi), Hanaa Septiana (Surabaya); Penyunting bahasa: Edy Sembodo, Hardian Putra Pratama, Iyan Bastian; Desainer dan penata letak: Junianto Prasongko, Rudy Asrori