Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Protes penyair

Ketika penyair siad sahari ditahan pemerintah singapura, rekannya menggugat pemerintah dengan menulis sajak. kemudian diterbitkan dan dianggap oleh beberapa kalangan sebagai protes.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAIR mudah marah. Sering karena ia merasa, atau sadar, di fihak yang benar. Bacalah baris-baris penyair Usman Awang, ketika sasterawan terkemuka Malaysia (asal Singapura) ini menghormati seorang rekannya, penyair Said Zahari, yang ditahan di penjara pemerintah Singapura sejak 1963: Atas nama 'Keselamatan Umum:Penuhlah penjara ngeri melindungi Keselamatan mereka segelintir jumlahnya Sajak itu berjudul Salut Untuk Said Zahari sepuluh tahun di penjara politik Singapura). Said Zahari sendiri menulis sejumlah sajak, yang 3 tahun yang lalu diterbitkan di Kuala Lumpur dengan judul Puisi Dari Penjara. Betapa nasib orang ini, tak cukup kita ketahui. Tapi di balik situasinya selama 10 tahun di sel itu, ia menyatakan suatu optimisme. Rakyat, begitu kata sebuah sajaknya, "akan berkembang/ Mehghancurkan mahusia biadab/Dah rakyat nanti/ Tiada takut lagi Mungkin sejak penyair Byron menulis Prisoner of Chillon, seorang tahanan jadi semacam tokoh romantik. Dalam satu esei ringkasnya tentang tahanan penyair Inggeris Stephen Spender menulis: "Sang tahanan jadi lambang dari nasionalisme yang tertindas, yang diilhami keadilan sosial, berapi-api dengan harapan dan dengan perasaan tentang ketidak-benaran. Sang tahanan, karena sepenuhnya terlibat dalam cita-cita masyarakat, disucikan dari kesalahan pribadi. Ia bukan tokoh tragis, sebab ia hidup dalam sebuah tragedi, untuk mana Sejarah telah menjanjikan akhir yang bahagia". Dan bila sang tahanan berhasil lulus ujian, yang membuktikan bahwa ia setia dengan peranannya sebagai lambang si-tertindas-yang-tak-bersalah, maka ia sebenarnya bukan tahanan lagi. Melainkankan hakim yang tersembunyi yang menilai masyarakat di luar sel itu. Bila ia bebas nanti, ia diharapkan akan menciptakan suatu masyarakat di mana tak ada tahanan lagi. Sayang, Spender tak secerah itu berharap. Ia mencatat, betapa di abad ini teknik-teknik rahasia telah dikembangkan, untuk membuat para tahanan "menghukum diri dengan mulut mereka sendiri". Pengakuan itu bukan untuk membuktikan bahwa sang tahanan bersalah, tapi bahwa ia dapat dibikin mengaku. Bahwa ia ternyata tak punya semangat dan roh yang bebas. Bahwa ia menghukum diri sendiri, dan bukan mengutuk para penahannya. Padahal, kata Spender, "bila para penahan dikutuk setahap harapan akan selalu muncul". Dengan kata lain, penindasan perlu tetap bisa digugat. Ini penting. Sebab, seperti kata Lee Kuan Yew, ketika PM Singapura itu masih jadi oposisi, penindasan "adalah kebiasaan yang tumbuh". Konon seperti main cinta, selalu lebih gampang di saat kedua kali. Saat pertama kalinya dilakukan, mungkin akan ada sentuhan hati nurani, rasa bersalah. Tapi kemudian -- ah, kita sudah tahu!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus