TATKALA Seminar Pers ASEAN yang pertama dibuka pada tanggal 16
Pebruari 1976 di Hotel Sahid Jaya pemasaran pertama ialah Abdul
Samad bin Ismail, editor pengelola harian New Straits Times
Kuala Lumpur.
Sebagai moderator persidangan saya pun memperkenalkan Samad: Ia
tokoh wartawan-sasterawan. Dalam usia 19 tahun di tahun 1943 dia
sudah duduk dalam sidang pengarang Semangat Asia dan setahun
kemudian jadi wartawan Benta Malay di Syonan (atau Singapura di
masa pendudukan Jepang). Sehabis perang dia wartawan Utusan
Melayu (19461951).Khusus dalam kaitan dengan perjuangan
Indonesia,dia pernah jadi koresponden Siasat (yang saya dirikan
bulan Januari 1947) dan koresponden Antara di Singapura. Dia
pendiri Angkatan Sasterawan '50 (ASS) di Singapura yang
bertujuan memperluas dan mempertinggi kesusasteraan dan
kebudayaan Melayu. Dalam tahun 1958 dia memimpin Brita Harian
dan sekarang dia managing editor New Straits Tnes Group di
Kuala Lumpur ....
Saya tidak menyebutkan Samad pernah diterungkukan oleh Inggeris
sehabis perang selama 6 bulan karena dianggap menjadi
kolaborator Jepun. Kemudian di bawah kuat-kuasa Undang-Undang
Darurat, Inggeris menahan lagi Samad selama tahun 1951-1953.
Pada pertengahan tahun 1950-an saya berserobok dengan Samad
depan gedung kantor berita Antara. "Dari mana kau Mad?". "Aku
baru ketemu Bung Adam", sahutnya. Sejak puluhan tahun yang lalu
Samad berteman baik dengan Adam Malik, kini Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia.
SINISME
Dalam tahun 1968 ketika Press Foundation of Asia (PFA)
mengadakan sebuah seminar di Bangkok dengan antara lain sebagai
pembicara Menlu Adam Malik dan Menlu S. Rajaratnam, saya bertemu
lagi dengan Samad. Suatu malam P.K. Ojong, Mochtar Lubis, Samad
dan saya pergi menonton film The Green Berrets. Karena susah
taxi diperoleh kami jalan kaki dari hotel. "Capek aku, Mad",
ujar saya. "Ah, tidak seberapalah", katanya sambil berjalan
terus, tapi rada engos-engosan. Yang paling cepat jalannya ialah
Ojong, hingga dia pula yang duluan sampai di bioskop, terus ke
loket, terus beli karcis buat kami semua. "Ojong yangbayar,
sedap punya taukeh", nyeletuk saya. Samad tersenyum. Sehabis
menonton John Wayne petangtang-petengteng di medan perang
Vietnam, kami pulang jalan kaki lagi.
Di Bangkok itulah Samad minta saya menulis untuk Benta Harian.
Berita dan tulisan macam apa yang dikehendakinya? "Yang
ringan-ringan sajalah, enak dibaca, nyata tapi mudah dipahami
rakyat". Itulah pendekatan jurnalistiknya. Sebagai penulis
cerpen Samad suka bersikap realistik, terkadang ia jenaka,
bahkan ada yang menamakannya penulis cerpen modern sinis. Tetapi
dalam pergaulan saya tiada melihat sinisme pada diri Samad.
Pada hari kedua Seminar Pers ASEAN di Jakarta, bulan Pebruari
yang lalu saya undang Samad bersama Dol Ramli, pemimpin kantor
berita Bernama, dan Puan Azah Aziz, ketua Perhimpunan Wartawati
Malaysia, datang ke rumah saya untuk makan siang. Di tempat saya
kami tidak ada bicara politik. Samad, Dol dan Azah hanya
bercakap-cakap tentang masakan Melayu, buah-buahan, soal-soal
santai. Keesokan malamnya di Hotel Sahid seraya duduk minum
barulah atas permintaan saya Samad menceritakan tentang petabumi
politik Malaysia sekarang, bagaimana Hussein Onn, Mahathil,
Razaleigh, Musa Hitam, Baba Ghafar, Ghazali, soal Datuk Harun di
Selangor, soal Tun MustaLha di Sabah, dan sebagainya. Samad
berbicara dengan penuh hormat dan penghargaan terhadap
kepemimpinan PM Hussein Onn yang dinilainya sebagai "orang yang
mantap-kuat". Tetapi di samping itu Samad juga bicara perihal
keluarganya, anaknya yang masih belajar di London, berapa lama
lagi dia bisa bekerja pada New Straits Times: "Tiga tahun lagi
phisik aku sudah tidak kuat, harus retitelah, beri kesempatanlah
kepada yang muda-muda".
PENJARA
Tahu-tahu lebih cepat dari pada yang disangkanya Samad harus
retire dan .... ke dalam penjara pula! Dia ditahan tanggal 22
Juni yang lalu pukul 2 pagi di rumahnya di Petaling Jaya, karena
dituduh menjadi otak suatu komplotan Komunis sejak tahun 1972.
Dia dikatakan masih tetap anggota Partai Komunis Malaya . Dia
ditahan oleh Special Branch Malaysia atas permintaan pemerintah
Singapura. Bukankah ini suatu ironi juga? Coba renungkan, ketika
didirikan People's Action Party (PAP), kini partai pemerintah
Singapura, maka Samad turut jadi pendirinya bersama Lee Kuan
Yew, Rajaratnam, Goh Keng Swee dan lain-lain. Malahan waktu itu
Samad merupakan saingan berat bagi Lee Kuan Yew dalam menentukan
siapa yang akan jadi Sekjen partai dan memegang pimpinan PAP.
Yang menang ialah Lee Kuan Yew dan Samad kemudian pindah ke
Malaysia.
Dan kini Samad dituduh jadi orang utama komplotan pro-Merah.
Saya jadi heran. Atau saya ini blo'on tidak bisa membeda-bedakan
apakah seseorang itu berpikir secara Komuni atau tidak, atau
Samad itu memang pintar sekali menutupi belangnya yang
sebenarnya?
Dalam New Straits Times sehari sebelum Samad ditangkap ada
tulisan kolomnis New York Times James Reston dengan judul It's
time to be silly again (Sudah waktunya menjadi edan kembali).
Adapun silly season (musim edan) di Amerika lazimnya berlangsung
dari Hari 4 Juli hingga Hari Buruh di bulan September dan dalam
masa itu terjadi hal-hal yang tidak menurut rencana. Maka
apabila Presiden kehilangan kekuasaan dan ditantang oleh aktor
film (Ford dilawan oleh Reagan untuk nominasi Presiden) apabila
bekas Gubernur yang tidak berarti dari Georgia (Jim Carter)
merebut Partai Demokrat, apabila terjadi skandal sex di Capitol
Hill di Washington (heboh anggota Kongres Wayne Hays dan
sekretaris rambut pirangnya Liz Ray) dengan juru ketik tidak
bisa mengetik, teleponis tidak bisa menyahut telepon, malahan
apabila juara tinju Muhammad Ali mulai bertarung dengan jago
gulat dan mendapat bayaran jutaan dollar untuk pertandingan
demikian, maka Anda tahulah musim edan sudah mulai, tulis James
Reston.
Kata sahibul hikayat, apabila di kawasan ASIAN ini Samad sudah
ditahan atas tuduhan mendalangi komplotan Komunis yang hendak
menggulingkan pemerintah di Singapura dan Malaysia, syahdan
apakah dapat pula seorang kolmnis di sini berkata bahwa "musim
edan" sudah tiba melanda kawasan kita ini? Wallahu'alam
bissawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini