Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Laba bersih perbankan nasional per Mei lalu mencapai Rp 98,66 triliun.
Margin bunga bersih perbankan yang sempat disoroti Presiden Joko Widodo masih terus naik.
Sejumlah bank nasional kembali menuai laba pada semester I 2023.
JAKARTA – Perolehan laba perbankan nasional diprediksi masih melejit hingga akhir tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa proyeksi itu didukung oleh tren penyaluran kredit yang diyakini masih terus bertumbuh. Di sisi lain, bank telah memiliki cadangan yang cukup atas potensi kerugian kredit dengan memenuhinya secara bertahap, bahkan sejak awal masa pandemi Covid-19 pada 2020, ketika kebijakan restrukturisasi kredit pertama kali diterapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan demikian, pembentukan pencadangan tidak akan mengganggu tren peningkatan laba perbankan,” ujar Dian kepada Tempo, kemarin. Mitigasi risiko yang dianggap sudah berjalan baik membuat bank tak perlu menyisihkan cadangan secara berlebih, yang sering menggerus perolehan laba bersih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian mengatakan, di tengah pelemahan permintaan global, sektor perbankan dinilai tetap potensial dan berdaya tahan, dengan fungsi intermediasi (penghimpun dan penyalur dana masyarakat) yang terjaga, ditopang kekuatan likuiditas dan permodalan yang memadai. Pada Juni 2023, kredit perbankan tumbuh 7,76 persen secara tahunan menjadi Rp 6.656 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada segmen kredit investasi, yaitu sebesar 9,60 persen.
Sedangkan, berdasarkan jenis kepemilikan, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada bank-bank pelat merah, yang meningkat 8,30 persen secara tahunan. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar 5,79 persen atau mencapai Rp 8,042 triliun. Di sisi lain, rasio kredit macet atau non-performing loan (NPL) tercatat stabil di level 0,77 persen net dan 2,44 persen gross.
Pada lima bulan pertama tahun ini, industri perbankan secara keseluruhan mencatatkan laba bersih total senilai Rp 98,66 triliun, tumbuh 24,08 persen dibanding pada Mei 2022 yang sebesar Rp 79,51 triliun. Dian menjabarkan, capaian laba itu didukung oleh kenaikan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang mencapai Rp 215,93 triliun.
Kantor Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Kelompok bank kategori permodalan jumbo, atau bank kategori BUKU 4, mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 17,71 persen. Kontribusinya mencapai 67,29 persen dari total laba bersih industri atau mencapai Rp 66,39 triliun. “Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan masih tinggi," kata Dian. Kondisi tersebut membuat OJK akan mendorong perbankan untuk meningkatkan digitalisasi demi memperluas jangkauan kepada masyarakat. Digitalisasi bakal meningkatkan efisiensi operasional bank, sehingga suku bunga kredit bisa turun dan lebih kompetitif sesuai dengan mekanisme pasar.
Selain itu, sesuai dengan amanat Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK tengah mengkaji kebijakan untuk mendorong transparansi informasi suku bunga kredit perbankan. Menurut Dian, prinsip-prinsip yang akan diatur dalam kebijakan itu antara lain komponen dasar pembentuk suku bunga dan aspek transparansi ihwal suku bunga dasar kredit. “Kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengendalikan NIM perbankan saat ini.”
Baca juga: Menunggu Suku Bunga Kredit Turun
NIM adalah rasio yang digunakan bank untuk mengukur tingkat profitabilitas, yang merupakan perbandingan antara pendapatan bunga yang diterma bank dan bunga yang dibayarkan kepada nasabah. Dengan kata lain, jika NIM tinggi, penghasilan bank dari bunga kredit lebih tinggi ketimbang bunga yang diperoleh nasabah yang menyimpan uangnya di bank.
Perkara NIM perbankan nasional ini sempat disorot Presiden Joko Widodo. "(NIM perbankan Indonesia) tinggi banget. Ini mungkin yang tertinggi di dunia," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, Februari lalu. Pernyataan itu menyiratkan kekhawatiran Presiden terhadap tingkat suku bunga perbankan yang terlampau tinggi sehingga dapat memberatkan masyarakat.
Berdasarkan catatan OJK, per akhir 2022, NIM perbankan mencapai 4,71 persen dan meningkat menjadi 4,88 persen pada Juni lalu. Hal ini membuat Indonesia tetap berada di posisi kedua dalam daftar negara-negara dengan NIM perbankan tertinggi di Asia Tenggara.
Pelayanan Bank Syariah Indonesia di Jakarta, 22 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Panen Laba Berlanjut
Sementara itu, menilik laporan kinerja perbankan nasional hingga semester I 2023, sejumlah perseroan tampak mulai kembali menuai laba. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, misalnya, mencatatkan pertumbuhan laba bersih 24,9 persen menjadi Rp 25,23 triliun. Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Sigit Prastowo, berujar bahwa hal itu terutama ditopang oleh kinerja positif anak usaha perseroan.
Pendapatan bunga bersih Bank Mandiri tumbuh 13,1 persen menjadi Rp 47,31 triliun. “Pendapatan non-bunga juga turut menyokong laba, di mana pendapatannya melampaui peningkatan operasional sehingga efisiensi berjalan dengan baik,” ucap Sigit.
Jika melihat kontribusi kinerja anak usaha, pertumbuhan laba terbesar diperoleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yang tumbuh 53,46 persen menjadi Rp 2,78 triliun. Sigit mengimbuhkan, dari sisi penyaluran kredit, perseroan mencatatkan pertumbuhan 11,8 persen menjadi Rp 1.272 triliun pada semester I 2023. “Segmen komersial tumbuh paling tinggi, yaitu 19 persen, diikuti kredit konsumer dan UMKM sebesar 11,7 persen,” katanya.
Baca juga: Untung Berlipat di Kuartal Pertama
Kondisi serupa juga dialami oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI yang berhasil mengantongi laba bersih konsolidasi sebesar Rp 10,3 triliun pada semester I 2023. Perolehan tersebut tumbuh 17 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Direktur Utama BNI, Rokye Tumilaar, mengatakan kinerja fungsi intermediasi yang optimal menyokong perolehan laba, disertai pertumbuhan kualitas aset, dana murah, dan struktur permodalan yang kuat. “Itu semua menjadi fondasi utama untuk perseroan berekspansi bisnis sambil tetap memperkuat daya tahan terhadap risiko yang dihadapi di kemudian hari,” ujarnya.
Royke optimistis pertumbuhan kredit BNI akan terus terakselerasi hingga akhir tahun ini. Untuk memastikan hal tersebut, perseroan akan menjalankan strategi, seperti mengakuisisi debitor yang sehat dan mengoptimalkan penyaluran kredit sesuai dengan pipeline. “Transformasi perusahaan juga sudah mulai memberikan hasil dan berdampak positif pada kinerja portofolio, likuiditas, hingga profitabilitas.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo