Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Mengapa Kami Menulis PSI dan Pembelotan Aktivis 1998 terhadap Reformasi

Dinasti Jokowi disokong oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah aktivis 1998. Kenapa mereka berbalik arah?

31 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGADUHAN politik terjadi di negeri ini menjelang pengujung tahun 2023. Musabab utama adalah majunya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Dukungan Presiden terhadap duet Prabowo-Gibran niscaya membuat Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 menjadi pincang seiring dengan pengerahan aparat negara, termasuk penegak hukum, untuk memenangkan bekas musuh dan anaknya itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Gibran seharusnya tetap duduk di kursi Wali Kota Solo karena belum berusia 40 tahun. Ia bisa berjingkrak-jingkrak ke pemilihan presiden 2024 setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, membentangkan karpet merah untuk ponakannya itu pada 16 Oktober 2023. Meski Anwar kemudian makzul karena melanggar kode etik, panci dan masakan telanjur hangus. Politik dinasti yang dijalankan Jokowi telah membawa keambrukan demokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka bersalaman dengan kader dan simpatisan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat hadir dalam acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI di Tenis Indoor Senayan, Jakarta, 22 Agustus 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Dua puluh lima tahun lalu, Reformasi 1998 membebaskan borgol otoritarianisme Orde Baru. Diawali dengan aksi mahasiswa, sebagian di antaranya kehilangan nyawa, kuncup demokrasi tumbuh meski tak pernah benar-benar mekar. Dan pada pengujung tahun ini kita menyaksikan kawin-mawin antara warisan Orde Baru dan anak haram konstitusi. Kekuatan politik ini sangat mungkin bakal membawa kegelapan yang lebih pekat pada kehidupan demokrasi.

Dalam kondisi gulita, kita menyaksikan para aktor politik membuka topengnya tanpa malu demi mempersunting kekuasaan. Pada Partai Solidaritas Indonesia tontonan ini begitu terang benderang. Partai politik yang belum berusia satu dasawarsa ini awalnya terlihat berbeda dengan membuka pintu bagi anak muda yang menginginkan perubahan. Para petingginya lantang menentang dinasti politik dan politik uang.

Senyampang detik melaju, watak PSI terlihat. Tak hanya mendukung Gibran, juga Prabowo, yang pada Pemilu 2019 menjadi samsak para kadernya; PSI malah menunjuk Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, sebagai ketua umum. PSI tak hanya mendukung, tapi juga menyuburkan politik dinasti dengan kemasan bergaya santuy (santai). Partai ini sesungguhnya tak punya ide perbaikan dan hanya menunggangi anak muda.

Penelusuran Tempo menunjukkan bahwa PSI sejak awal tak lepas dari politik uang. Dari 573 calon legislator yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum pada Pemilu 2019, sebagian di antaranya disokong oleh konglomerat yang menggelontorkan duit—setidaknya ratusan miliar rupiah—agar mereka bisa lolos ke Senayan. Proyek coba-coba ini gagal. Kini, dengan dukungan Istana dan alat negara, kartu mereka hidup kembali.

PSI—yang sesungguhnya memang tak pernah menjadi partai idealis—bukan satu-satunya yang pragmatis. Banyak partai, mungkin semua, telah lebih dulu memelihara politik dinasti dan budaya korupsi. Hipokrisi dan kacamata kuda—hanya menuruti cambukan Jokowi—pun menempel lengket pada PSI. Ia kini tak malu bahkan penuh kebanggaan membela yang salah dan tak beretika. Sekalipun kesalahan itu begitu fatal dan kian menyirnakan cita-cita Reformasi 1998.

Di sisi lain, sebagian aktivis 1998 yang berperan melengserkan Soeharto pada tahun itu juga berbalik arah dan mengkhianati reformasi yang dulu mereka gemakan meski menanggung derita dan nyawa jadi taruhan. Salah satunya Budiman Sudjatmiko, bekas Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik yang dipenjara pada masa Orde Baru. Seperti juga PSI, Budiman dulu maju tak gentar melawan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden.

Prabowo, bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, diberhentikan dari dinas militer karena menculik aktivis pada 1997-1998. Belasan aktivis tak kembali dan sampai kini tak jelas pula keberadaannya. Mereka kawan-kawan Budiman. Toh, Budiman bukan yang pertama balik badan. Sejumlah aktivis lebih dulu mendukung Prabowo. Lagi-lagi kesalahan bisa dengan mudah hilang demi mimpi masuk ke kekuasaan.

Pembaca, pada edisi akhir tahun ini kami menyuguhkan edisi khusus tentang sepak terjang Partai Solidaritas Indonesia dan aktivis yang putar haluan. Edisi kali ini berbeda dibanding edisi tahun-tahun sebelumnya yang menghadirkan tokoh-tokoh yang memiliki jasa luar biasa dan tak hanya berpikir untuk dirinya sendiri, tapi konsisten memperjuangkan kepentingan publik.

Ide ini muncul menjelang Desember 2023. Melalui perdebatan di rapat redaksi dan diskusi yang alot, kami bersepakat menelusuri peran mereka yang menyokong dinasti politik dan membelot dari Reformasi 1998. Dengan waktu yang terbatas, kami secara maraton mewawancarai narasumber yang mengetahui langsung persekongkolan untuk menabalkan dinasti Jokowi dan meraih kekuasaan tertinggi.

Dalam liputan PSI, misalnya, kami menggali peran Jeffrie Geovanie, Ketua Dewan Pembina PSI, dalam mencari dana kampanye untuk para calon legislator partai itu. Termasuk bagaimana Jeffrie menawarkan kursi Ketua Umum PSI kepada keluarga Jokowi. Sedangkan untuk liputan aktivis, kami menemui banyak aktivis 1998, juga aktor sentral reformasi, yang mengetahui pergerakan kolega mereka yang kini berada di barisan Prabowo-Gibran.

Dari mereka yang memilih tak menapaki jalur demokrasi, kita mungkin bisa memetik pelajaran berharga. Bahwa demokrasi tak akan pernah menjadi dermaga bagi mereka yang tak punya budaya malu dan tak beretika. Selamat membaca dan selamat memasuki tahun politik 2024 yang bakal penuh kegaduhan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Penyokong Dinasti Pembelot Reformasi". Tim Edisi Khusus Akhir Tahun 2023Penanggung jawab: Stefanus Pramono; Kepala proyek: Hussein Abri Dongoran, Aisha Shaidra; Penulis: Aisha Shaidra, Avit Hidayat, Egi Adyatama, Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, Yosea Arga; Penyumbang bahan: Jamal A. Nashir (Semarang), Hanaa Septiana (Surabaya), Septhia Ryanthie (Solo); Penyunting: Fery Firmansyah, Mustafa Silalahi, Nurdin Kalim, Stefanus Pramono; Periset foto: Gunawan Wicaksono, Jati Mahatmaji, Ratih Purnama; Fotografer: Hilman Fathurahman, Muhammad Taufan Rengganis; Desain: Rio Ari Seno; Penyunting bahasa: Edy Sembodo, Hardian Putra Pratama, Iyan Bastian

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus