Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Buruknya kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 tak menutup peluang bagi para legislator itu untuk kembali menduduki kursi parlemen periode 2019-2024. Sejumlah pengamat politik menilai para anggota Dewan inkumben memiliki peluang lebih besar untuk kembali terpilih dibanding pendatang baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena mereka sudah punya basis pendukung di daerah pemilihannya," kata profesor riset Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Syamsuddin, publik saat ini belum sepenuhnya sadar untuk memilih legislator berdasarkan kinerja. Pilihan masyarakat masih cenderung dipengaruhi oleh faktor politik uang dan kedekatan mereka dengan figur calon legislatif.
Pendapat yang sama diutarakan peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes. Ia menilai publik masih kesulitan mengukur produktivitas para anggota Dewan sehingga, "Ada calon legislator yang kinerjanya biasa-biasa saja tapi tetap terpilih. Kinerja bukan ukuran utama bagi pemilih untuk anggota DPR."
Menurut Arya, tingkat keterpilihan calon legislator lebih banyak bergantung pada seberapa sering calon itu turun ke daerah pemilihan dan berkomunikasi dengan masyarakat. Selain itu, lawan yang dihadapi di daerah pemilihan juga menjadi faktor penentu. Persaingan akan berat jika di daerah pemilihan ada lawan, seperti mantan kepala daerah, tokoh agama, dan anggota DPRD lokal.
Penelitian dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengungkap bahwa kinerja DPR periode 2014-2019 adalah yang terburuk sejak era reformasi. Pada 2015, DPR hanya mampu mengesahkan tiga rancangan undang-undang yang masuk program legislasi nasional prioritas. Jumlah itu jauh di bawah target awal, yaitu 39 rancangan undang-undang.
Pada 2016 sempat agak naik, 10 dari 50 rancangan undang-undang berhasil disahkan. Namun kinerja Dewan merosot kembali pada 2017. Hanya enam dari 52 rancangan undang-undang yang disahkan. Pun tahun lalu, dari target 50 rancangan undang-undang, hanya lima yang disahkan.
Tingkat kehadiran para anggota legislatif dalam sejumlah rapat di parlemen juga rendah. Bahkan rata-rata tingkat kehadiran mereka di rapat paripurna hanya sekitar 40,5 persen.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, menuturkan buruknya kinerja itu menyebabkan kepercayaan publik terhadap DPR rendah. Sayangnya, rendahnya tingkat kepercayaan itu tidak ditindaklanjuti dengan perbuatan riil untuk memberi sanksi kepada para legislator. Masyarakat masih cenderung memilih mereka dalam pemilu. "Masyarakat perlu diberi informasi dengan baik," ucap dia.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan beralasan bahwa absennya anggota legislatif dalam rapat-rapat penting itu karena mereka harus ke daerah pemilihan. Selain rapat di ruang DPR, para legislator juga perlu rapat di lapangan bersama masyarakat. "Para legislator mengatur dan mengelolanya dengan pas agar maksimal hasilnya," kata Hinca.
FIKRI ARIGI | MAYA AYU PUSPITASARI | AGUNG SEDAYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo