Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik, Senin pekan lalu, hari-hari Setya Novanto bertambah sibuk. Sehari setelah pengumuman KPK, ia mengumpulkan wartawan untuk menangkis tuduhan terlibat korupsi dan bersiap menggugat status itu lewat praperadilan.
Pada Selasa pekan lalu, ia terlihat menyambangi Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pembina Golkar, di rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Esoknya, ada rapat fraksi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang menghasilkan keputusan bahwa partai tetap mendukung Setya sebagai Ketua Umum Golkar. "Dengan asas praduga tak bersalah, Pak Setya tetap ketua umum," kata Sekretaris Jenderal Idrus Marham.
Setya kembali memimpin rapat pleno Golkar di markas partai di Slipi esoknya. Hasil rapat menyatakan partai penguasa Orde Baru ini menegaskan dukungan kepada pemerintah Presiden Joko Widodo. Golkar adalah satu-satunya partai yang telah mendeklarasikan diri mendukung Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.
Kesibukan Setya terus berlanjut. Pada Jumat pekan lalu, pagi-pagi sekali ia sudah ada di Slipi bertemu dengan anggota Dewan Pakar Golkar, yang dipimpin Agung Laksono. Setelah salat Jumat, ia mengumpulkan pengurus harian partai ke ruang rapat di lantai empat. "Pertemuan pengurus biasa saja," ujar Idrus mengelak.
Dalam rapat pleno, Idrus memaparkan analisis situasi internal dan eksternal di partai berlambang beringin ini setelah Setya menjadi tersangka. Ada tiga geliat politikus Golkar yang dideteksi Idrus: pergantian ketua umum, penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa, dan gerakan politik menggulingkan Setya. "Dilakukan secara diam-diam," kata Idrus dalam pemaparannya.
Idrus juga memaparkan, untuk menjaga ritme partai, urusan sehari-hari bakal ia tangani bersama Ketua Harian Nurdin Halid. Menurut seorang politikus Golkar, pemaparan itu membuat Setya terperanjat karena tak ada konsultasi sebelumnya. Tapi, ketika dimintai konfirmasi, Idrus mengatakan Setya sendiri yang menugasinya. "Perintah langsung Ketua Umum," katanya.
Toh, Setya melaporkan hasil-hasil rapat tersebut kepada Aburizal. Ia menegaskan kembali akan menggugat penetapan tersangka oleh KPK ke pengadilan. Aburizal mendukung langkah-langkah penggantinya di pucuk Golkar itu. "Seluruh jajaran harus tetap solid mendukung DPP," ujarnya.
Tak semua politikus Golkar diam-diam hendak menggulingkan Setya seperti disebut Idrus. Generasi Muda Partai Golkar, sayap organisasi Golkar, terang-terangan meminta Setya mundur dari kursi ketua umum. Ahmad Doli Kurnia, pentolan GMPG, mengatakan keputusan Setya bertahan di jabatannya bakal menjadi bumerang bagi partai. "Akan muncul persepsi Golkar adalah rumah nyaman untuk orang yang tersangkut korupsi," tutur Doli.
Kasak-kusuk kolega Setya melengserkannya sebenarnya sudah lama terjadi, terutama ketika dia bolak-balik diperiksa sebagai saksi perkara e-KTP, sejak awal tahun ini. Mereka yakin Setya segera menjadi tersangka. Dalam obrolan-obrolan, mereka berkelakar, "Setya akan menjadi tersangka dua pekan lagi."
Motornya adalah Yorrys Raweyai dan Kahar Muzakir. Keduanya motor pemenangan Setya dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada Mei 2016 di Bali. Namun keduanya terpental dari lingkaran dekat Setya. Kahar hanya diberi jabatan Ketua Koordinator Bidang Kepartaian, sedangkan Yorrys menjabat Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Hubungan Kahar dengan Setya memburuk setelah dia jarang dilibatkan dalam pergantian sejumlah ketua Golkar di daerah. Beberapa kali Kahar dan Yorrys menggelar pertemuan di lantai 12, tempat Kahar berkantor sebagai Ketua Fraksi Golkar. Akibatnya, Setya mendepaknya dan menunjuk Robert Joppy Kardinal sebagai Ketua Fraksi.
Yorrys juga tersingkir setelah acap mengkritik sejumlah kebijakan Setya. Saat nama Setya makin santer dikaitkan dengan perkara korupsi e-KTP, Yorrys bahkan secara terbuka memprediksi bosnya segera menjadi tersangka. Akibatnya, Setya pun memberinya surat peringatan dan tak lagi mengundangnya dalam pelbagai rapat penting. "Memang tak pernah ada undangan rapat," kata Yorrys.
Tersingkir dari kelompok Setya, Yorrys dan Kahar kian getol menyuarakan pergantian Ketua Umum Golkar. Mereka menyiapkan beberapa alternatif sejak Mei lalu seandainya KPK benar-benar menjadikan Setya tersangka. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mereka pilih sebagai pengganti Setya. Apalagi pemerintah dikabarkan mendukungnya.
Keduanya pun acap terlihat berada di rumah Airlangga di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Peserta lain adalah Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid serta Ketua Panitia Anggaran DPR Melchias Marcus Mekeng. Tema-tema pembicaraan adalah skenario penyelamatan partai.
Airlangga membenarkan ada pertemuan-pertemuan dengan koleganya. Ia tak menjawab ketika ditanyai soal dukungan Presiden Joko Widodo mengambil alih Golkar. "Nanti saja," ujarnya. Mekeng malah membantah ada pembahasan soal musyawarah nasional luar biasa. "Itu tahlilan Pak Hartarto (ayah Airlangga)," katanya.
Seorang politikus menuturkan, Airlangga adalah calon kuat pengganti Setya karena menjadi penghubung antara Golkar dan Jokowi. Selain menjabat menteri, Airlangga satu angkatan dengan Jokowi di Universitas Gadjah Mada pada 1985. Kelebihan lain Airlangga adalah bisa menjadi perekat tiga faksi di Golkar: kubu Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Airlangga tak menampik kabar bahwa banyak manuver di Golkar setelah Setya menjadi tersangka. Tapi, menurut dia, kader masih solid mendukung Setya. "Saat ini tidak ada pembahasan tentang pergantian ketua umum," ujarnya.
Rupanya, kubu Aburizal, yang dimotori Idrus Marham, justru yang bergerak diam-diam. Pada Selasa pekan lalu, misalnya, dia mengumpulkan sejumlah pengurus Golkar di sebuah restoran di Plaza Senayan. Topik yang dibicarakan adalah strategi penyelamatan partai.
Idrus mengakui adanya pertemuan itu, tapi ia membantah anggapan bahwa rapat pengurus Golkar tersebut untuk konsolidasi menuju suksesi. "Ini konsolidasi internal agar Golkar tetap solid," katanya.
Wayan Agus Purnomo, Avit Hidayat, Aditya Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo