Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Putri Handayani, dari Naik Pohon sampai Gunung Tertinggi

Putri Handayani sewaktu kecil senang memanjat pohon, dan ketika dewasa, yang dipanjatnya lebih dahsyat, yakni gunung-gunung tertinggi.

26 Oktober 2017 | 17.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Diansyah Putri F. Handayani, pendaki gunung, saat berkunjung ke kantor redaksi Tempo, Palmerah, Jakarta, 19 Oktober 2017. TEMPO/Gunawan Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kesenangan mendaki gunung-gunung tinggi, terkenal, dan menantang di dunia tak hanya identik dengan pria. Sudah banyak pendaki perempuan yang mampu menaklukkan puncak-puncak tertinggi di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri Handayani termasuk orang yang merasa tertantang untuk terus menyambangi gunung-gunung ikonik. Demi kesenangannya naik gunung, wanita berusia 35 tahun ini rela meninggalkan pekerjaan mapan di sebuah perusahaan minyak dan gas bumi internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Naik gunung itu kesannya memang cowok banget. Tapi sebagai anak teknik, saya juga tertantang. Dari SMP sudah ikut Pramuka dan naik Gunung Sibayak dan Sinabung," ujar lulusan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu.

Ketertarikan Putri, yang tumbuh di Sumatera Utara itu, semakin besar saat kuliah sehingga bergabung dengan kelompok pecinta alam di fakultasnya, Kapa FTUI. Awalnya ia ikut latihan panjat dinding di kampus sebelum melebarkan sayap ke tebing yang sesungguhnya.

"Dari kecil saya memang rada tomboi. Orang tua juga enggak melarang saya naik gunung, paling cuma mengingatkan agar berhati-hati," ujar Putri, yang sudah mendaki Kilimajaro di Afrika, Jayawijaya di Papua, dan Elbrus di Rusia.

Putri juga mengisahkan masa kecilnya di Perbaungan, Sumatera Utara, yang bisa ditempuh selama dua jam dari Medan. Kehidupan di kampung membuatnya senang melakukan aktivitas luar ruangan, seperti memanjat pohon, bermain di sungai, dan mengejar kunang-kunang.

"Waktu umur 13 tahun saya mendaki gunung di Sibayak dan melihat matahari terbit di puncak gunung indah banget," katanya mengenang.

Sejak itulah ia mulai senang mendaki gunung dan didukung oleh kegiatan di Pramuka. Kesenangan itu sempat terhenti waktu SMA karena tidak ada Pramuka.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus