Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Putri Sulung, Si Keras Kepala

Bukan perkara mudah menata perusahaan keluarga yang konvensional. Konsolidasi dan rebranding menjadi penyelamat.

13 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Malam sudah turun dan gedung Menara Duta di Kuningan, Jakarta Selatan, mulai sepi ditinggalkan para pegawai yang bergegas berakhir pekan panjang, Kamis pekan lalu. Tapi Shinta Widjaja Kamdani justru bersiap-siap menghadiri tiga rapat lagi. "Perusahaan boleh libur, tapi Bu Shinta enggak," kata Desi Mulyati, asisten Shinta sekaligus Manajer Komunikasi Korporat Sintesa Group.

Jadwal kerja Shinta, 48 tahun, begitu padat sejak dia didapuk menjadi Chief Executive Officer Sintesa Group 16 tahun lalu. Jabatan yang dia raih pada usia 32 tahun itu bukan sekadar warisan. Ada cerita di balik itu.

Shinta melihat bisnis keluarganya tak berkembang kala itu karena tak ada strategi yang tepat dan hanya bertumpu pada figur. "Saya datang ke ayah saya dengan membawa rancangan bisnis baru," ujarnya kepada Tempo.

Usaha keluarga dirintis kakeknya, Oey Kim Tjiang, pada 1919 di Tigaraksa, Tangerang, dengan berbisnis perkebunan karet. Mulai 1959, nakhoda dipercayakan kepada Johnny Widjaja, ayah Shinta. Lalu dibentuklah PT Tigaraksa. Puluhan tahun berjaya, usaha keluarga ini meluas ke sektor consumer products. Salah satunya memproduksi makanan dan minuman bubuk. Tigaraksa pun menambah unit usaha baru.

Buat Shinta, itu tak cukup. Menurut dia, bisnis perlu dikonsolidasi dan dilakukan rebranding. "Bikin induk usaha agar unit usaha baru bisa terus bertambah." Shinta ingin ayahnya mengikuti strategi itu dan menganggap Shinta sebagai mitra. "Bukan putri sulung yang bekerja di perusahaannya," dia menambahkan.

Tak mudah meyakinkan ayahnya, Shinta mengancam. "Lebih baik saya keluar dan bikin usaha sendiri," ucapnya sambil tertawa mengenang "perseteruan" dengan ayahnya. Johnny pun luluh.

Sejak itu, pada 1999, Shinta tancap gas membentuk induk usaha kemudian memoles perusahaan dengan citra baru yang lebih kinclong. Tigaraksa pun bertransformasi menjadi Sintesa Group.

Ibu empat anak itu mengibaratkan bisnis sebagai pertempuran. Maka dia butuh orang-orang yang ahli sebagai senjata untuk meraih kemenangan, bukan asal famili bisa gampang menjadi direksi. Dia perlu lima tahun untuk menemukan orang-orang andal yang duduk bersamanya di jajaran komite eksekutif.

Strategi Shinta jitu. Sintesa Group memiliki 17 anak usaha yang dua di antaranya terdaftar di bursa efek sebagai perusahaan publik. Shinta juga masuk daftar 50 pengusaha wanita paling berpengaruh di Asia versi majalah Forbes pada 2013.

Sintesa Group merangsek ke sektor properti hingga energi baru dan terbarukan. Pendapatan melonjak tiap tahun menjadi US$ 1,2 miliar pada 2014, dari semula US$ 700 juta pada 2010 dan US$ 840 juta pada tahun berikutnya. Tahun depan Shinta akan melepas satu unit usahanya lagi ke lantai bursa.

Di bidang properti, digeberlah pembangunan budget hotel atau hotel murah di sekitar daerah industri yang jarang dilirik pengembang. Umpama Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, daerah penghasil batu bara.

Shinta mematok target, hingga 2020, semua lini bisnis Sintesa dikenal sebagai perusahaan ramah lingkungan, baik di dalam maupun luar negeri. Keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam mengembangkan bisnis. "Harus memperhatikan people dan planet agar seimbang," ujar lulusan Harvard Business School Executive Education di Boston, Amerika Serikat, pada 2002 itu.

Menurut mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Shinta tak mudah mencapai sukses seperti sekarang. Triple minority menjadi alasannya, yakni dia seorang wanita, nonmuslim, dan keturunan Cina. Butuh kerja ekstra untuk membuktikan kemampuannya.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Anton Supit pun menominasikan Shinta menjadi CEO pilihan Tempo. "Dia berhasil melepas citra dari Shinta Tigaraksa anak pengusaha menjadi Shinta Sintesa Group yang membangun usaha sendiri," kata Anton.


Shinta Widjaja Kamdani
Tempat dan tanggal Lahir: Jakarta, 9 Februari 1967
Pendidikan:
- Harvard Business School Executive Education Boston, Massachusetts, Amerika Serikat (2000-2002)
- Barnard College, Columbia University, New York, Amerika (1985-1989)
Penghargaan:
- Women of Power, Asian Business Leadership Forum Award, Abu Dhabi (2012)
- Asia's 50 Powerful Businesswomen, Forbes (2012 dan 2013)
- Asia-Pacific Entrepreneurship Award (2014)
Aktivitas:
- Pendiri dan Wakil Ketua Global Entrepreneurship Program-Indonesia (sejak 2011)
- Anggota Majelis Wali Amanat di Indonesia Climate Change Trust Fund
- Anggota Tim Pengarah The Global Green Growth Institute
- Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup, Perubahan Iklim, dan Pembangunan Berkelanjutan (sejak 2010)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus