Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Radio yang Bisa Membawa Maut

Teknologi radio usang yang dibeli Saddam bisa menjadi senjata bagi dirinya sendiri.

13 April 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECUALI menyebut ”ini target besar”, perintah mendesak pada Senin siang pekan lalu itu tak memberi rincian apa-apa. Target besar. Bagi Letkol Fred Swan, perwira urusan senjata di pengebom B-1 milik Amerika Serikat yang menerima perintah, tak ada hal apa pun yang bersifat khusus. ”Saya tak tahu siapa di sana. Saya tak peduli,” katanya, ”Kami harus menjatuhkan bom tepat pada sasaran.”

Mereka hanya punya waktu 10 menit. Banyak hal yang mesti mereka lakukan agar perintah bisa dijalankan. Dan waktu yang tersedia itu begitu singkat.

Sasaran itu tak lain adalah Restoran Al-Saa di Al-Mansour, sebuah kawasan makmur di Bagdad. Swan baru tahu belakangan siapa yang mesti mereka lenyapkan: Saddam Hussein, dua anaknya, dan beberapa pejabat Partai Baath.

Dua belas menit setelah perintah lewat radio itu, pada kira-kira pukul 15.00, empat bom Swan merontokkan bangunan dan memboyakkan tanah di situ, meninggalkan kawah sedalam 20 meter. Diyakini, di situlah, di bawah permukaan, terdapat bunker-bunker yang digunakan oleh intelijen Irak. Tapi belum jelas apakah para sasaran itu terbunuh atau tidak. Inggris yakin Saddam meninggalkan restoran beberapa menit sebelum pengeboman, sementara Pentagon—Departemen Pertahanan Amerika—tak tegas.

Sebuah perintah, sebuah eksekusi. Tampaknya sederhana. Padahal di balik itu berlangsung rangkaian kegiatan yang tak sebentar dan berbahaya. Aksi intelijen memegang peranan penting untuk memastikan keberadaan sasaran. Sesudah yakin sekalipun, rentang waktu sampai keputusan diambil dan perintah dikeluarkan bisa berjam-jam. Pengeboman pada 19 Maret, misalnya, yang memulai agresi Amerika terhadap Irak, dilakukan empat jam sesudah Presiden George W. Bush memutuskannya.

Aksi intelijen itu melibatkan para agen CIA (Dinas Intelijen Pusat) dan berbagai unit pasukan khusus Amerika. Menurut seorang bekas prajurit satuan khusus yang punya kontak dengan perwira operasi di Irak, salah satu yang ikut berperan adalah Rubah Kelabu, unit klandestin penghimpun data intelijen yang dilatih khusus untuk memburu sasaran di wilayah musuh.

Dalam pengeboman di Al-Mansour, Rubah Kelabu atau unit-unit lain bertugas mengidentifikasi sasaran dan memastikan sasaran itu sudah ”habis”. Tapi sebelumnya Saddam sudah dilacak berhari-hari. Kabarnya, paramiliter CIA dan prajurit Delta Force, satuan elite Angkatan Darat Amerika, malah beberapa kali nyaris bisa membunuh Saddam.

Perburuan berlangsung penuh liku. Salah satu upaya yang terus-menerus dilakukan adalah mencegat lalu-lintas komunikasi antara Saddam dan para pembantunya. Unit Rubah Kelabu, yang terampil di bidang ini, bisa mengintersepsi percakapan lewat kabel serat optik bawah tanah, seperti terjadi pada 19 Maret. Mereka juga sanggup menyimak percakapan lewat telepon seluler, sebuah kemewahan di Bagdad. ”Jika ada seseorang menggunakan telepon seluler, sangat mungkin ia salah satu pemimpin tingkat atas,” kata Kenneth Pollack, bekas analis CIA dan ahli mengenai rezim di Bagdad.

Namun, teknologi yang sudah usang menjadi faktor penting dalam kasus pengeboman di Al-Saa. Para pemburu Saddam mendeteksi sebuah sistem komunikasi buatan Racal, sebuah perusahaan Inggris. Irak membelinya pada masa perang Irak-Iran untuk mengirimkan komunikasi bersandi (enkripsi) di kalangan sendiri.

Waktu itu Racal Jaguar V tergolong canggih, dilengkapi dua mekanisme pengamanan: enkripsi untuk mengacak isi pesan dan pengacau frekuensi yang membuat sulit usaha untuk mencuri dengar atau sekadar mengganggu.

Menurut New York Post, Inggris membobol kode sandi untuk radio jenis itu beberapa waktu lalu dan membagi infonya kepada Amerika. Kata Steven Aftergood, peneliti teknologi intelijen di Federasi Ilmuwan Amerika, ”Jika radio ini benar-benar sistem berusia 20 tahun, seseorang harus beranggapan bahwa sandinya sudah usang, sudah pasti bisa diterobos.”

Pendapat lain mengatakan, sangat mungkin pemerintah Inggris bersedia memberikan izin ekspor kepada Racal hanya jika radio buatannya bisa dipecahkan kode sandinya. ”Umumnya dipahami bahwa hanya enkripsi sampai tingkat tertentu yang diizinkan untuk diekspor. Jadi, jika radio-radio itu dibolehkan ke luar negeri, taruhan yang aman adalah bahwa radio itu bisa diterobos, meski itu bukan sesuatu yang mereka nyatakan terbuka,” kata Ruper Pengelly, editor teknis Jane’s.

Radio Jaguar pertama tiba di Irak pada 1985. Empat tahun kemudian pemerintah Inggris mengizinkan penjualan 13 radio lagi seharga US$ 360 ribu. Pada tahun yang sama, Saddam membeli 2.000 perlengkapan Jaguar seharga US$ 48 juta dan teknologi enkripsi seharga US$ 4 juta. Diduga, pembelian 20 tahun lalu itulah yang mengantarkan para pemburu Saddam ke sasarannya.

Purwanto Setiadi (AFP, The Guardian, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus