Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemetaan citra satelit resolusi tinggi Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan 3,47 juta hektare tutupan sawit berada di dalam kawasan hutan. Keberadaan perkebunan yang diduga melanggar ketentuan tersebut semakin janggal setelah hasil analisis menunjukkan separuh di antaranya beroperasi di atas beragam izin perkebunan dan izin pemanfaatan hutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Tim Koordinasi Supervisi (Korsup) KPK Bidang Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit, Sulistiyanto, mengatakan 1,1 juta hektare kebun sawit di dalam kawasan hutan berada di atas izin usaha perkebunan (IUP). Hasil analisis awal terhadap data izin mendapati IUP tersebut atas nama 528 perusahaan. "Perlu diverifikasi lagi," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analisis awal tak hanya dilakukan dengan overlay perizinan perkebunan sawit, tapi juga izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan tanaman dan hutan alam. Hasilnya, 747 ribu hektare tutupan sawit lainnya juga berada di atas konsesi 297 perusahaan pemegang izin yang dulu dikenal sebagai hutan tanaman industri (HTI) dan hak pengusahaan hutan (HPH) tersebut.
Temuan ini merupakan bagian dari hasil analisis pemetaan tutupan sawit yang dilakoni tim Korsup KPK menggunakan citra satelit resolusi tinggi SPOT milik LAPAN. Citra 2014-2016 menunjukkan luas tutupan sawit di 25 provinsi mencapai 16,8 juta hektare. Angka ini 5,5 juta hektare lebih luas dibanding data area kelapa sawit 2016 pada Statistik Perkebunan Indonesia 2017-2019 yang hanya mencatat 11,2 juta hektare. (Koran Tempo edisi 21 Maret 2019, "5 Juta Hektare Lahan Sawit Siluman")
Sulistiyanto mengatakan, temuan tutupan sawit berbekal IUP di atas kawasan hutan mengindikasikan adanya penerbitan izin perkebunan yang tidak sesuai dengan prosedur. Kawasan hutan hanya dapat digunakan sebagai perkebunan setelah dilepaskan statusnya sebagai hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut dia, temuan Korsup KPK mengenai tutupan sawit nasional masih perlu diklarifikasi kepada KLHK dan Kementerian Pertanian. Komisi antirasuah mendorong pemerintah agar menggunakan data tumpang-tindih perizinan dalam program kebijakan satu peta untuk mengeceknya. Selain itu, adanya indikasi penyalahgunaan izin pemanfaatan hutan dalam temuan ini menunjukkan pentingnya KLHK menggelar audit terhadap HPH dan HTI.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Sigit Hardwinarto, mengatakan sejumlah langkah penanganan terhadap ketelanjuran adanya perkebunan sawit telah dilakukan sesuai dengan kesepahaman beberapa menteri. Belakangan juga terbit Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. "Sejak terbitnya Inpres Moratorium Sawit, telah dilakukan penundaan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit bagi permohonan baru," kata dia.
Menurut Sigit, saat ini pemerintah sedang menyiapkan langkah dan memilah data yang relatif cukup banyak untuk menyelesaikan masalah ini.
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian, Irmijati Rachmi Nurbahar, menyatakan izin di dalam kawasan hutan sudah semestinya dicabut lantaran tak valid. "Penerbitan izin harus di lahan clean and clear atau tidak ada tumpang-tindih," kata dia.
Menurut Irmijati, pemerintah telah menyusun prosedur izin perkebunan sebagai rujukan kepala daerah yang memiliki kewenangan memberikan izin. Namun dia mengakui belum semua kepala daerah tunduk kepada aturan tersebut. Kementerian Pertanian, kata dia, bahkan menemukan penerbit izin yang tidak melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga izin perkebunan menyalahi aturan. VINDRY FLORENTIN
Jejak izin Rawan Korupsi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo