Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diperiksa tujuh jam oleh penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung, stamina Dhana Widyatmika langsung anjlok. Bekas accounting representative Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar II, Gambir, Jakarta Pusat, ini segera minta jeda. Begitu penyidik memberi lampu hijau, seperti disaksikan Tempo Kamis pekan lalu di ruang pemeriksaan lantai satu Gedung Bundar, pria 38 tahun itu langsung menelungkupkan kepalanya di meja pemeriksaan.
Setengah jam kemudian, jaksa Kuntadi melanjutkan pemeriksaan—ada tiga jaksa lain yang memeriksa Dhana. Diapit tiga pengacaranya, pria yang kini bertugas di Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta itu diberondong sekitar 30 pertanyaan. Satu jam kemudian, pemeriksaan kelar. "Dia banyak berkelit soal kekayaannya," kata seorang jaksa yang memeriksa Dhana.
Jumat pekan lalu, setelah diperiksa kembali selama delapan jam dan dibawa ke kantor Bank Mandiri pusat di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, untuk mengecek rekeningnya, Dhana dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat. "Supaya tidak melarikan diri," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 1996 ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan pada 16 Februari lalu. Lima hari kemudian, Kantor Imigrasi mencegah Dhana ke luar negeri. Kejaksaan Agung menjerat Dhana dengan berlapis tuduhan. "Bisa gratifikasi, penyuapan, pemerasan, bahkan pencucian uang," kata Jaksa Agung Basrief Arief.
Kejaksaan menelisik kasus ini setelah menerima kiriman laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal rekening mencurigakan Dhana pertengahan Februari lalu. Dalam laporannya, PPATK menyebutkan, sepanjang 2005-2010, pegawai negeri golongan III-C ini menggelontorkan Rp 19,9 miliar ke 13 rekeningnya di sejumlah bank dan lima perusahaan sekuritas dalam negeri. "Ini menyimpang dari profilnya sebagai pegawai pajak," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf.
Kejaksaan pun bergerak kilat. Dipimpin Kepala Subdirektorat Penyidikan Pidana Ekonomi Wisnaldi Jamal, 18 jaksa yang dibagi dalam tiga tim diperintahkan "menguliti" kasus ini. Tiga tim itu bergerak menelisik harta Dhana di bank dan perusahaan efek. Aset Dhana lainnya, dua showroom mobil 88 Mobilindo di Kelapa Gading, perusahaan ekspedisi PT Mitra Modern Mobilindo, dan minimarket Betamart di dekat kediaman Dhana di Cipinang Melayu, Jakarta Timur, juga ditelusuri.
Hasil penelusuran itu, ujar sumber Tempo, kemudian dicocokkan dengan laporan harta kekayaan Dhana ke Komisi Pemberantasan Korupsi per 24 Juni 2011, sebesar Rp 1,231 miliar. "Ternyata banyak harta Dhana yang tak dicantumkan," ujar sumber yang ikut menyelidiki harta Dhana tersebut. Temuan jaksa, total harta Dhana lebih dari Rp 60 miliar. Tim memastikan sebagian besar harta Dhana bukan dari warisan ayahnya, pensiunan kolonel Angkatan Udara. Keuntungan usahanya, menurut perhitungan jaksa, juga tak sampai Rp 500 juta per bulan.
Dua hari setelah penetapan tersangka, jaksa menggeledah rumah Dhana. Di sana, jaksa menyita belasan sertifikat tanah atas nama Dhana dan ayahnya serta satu mobil Mini Cooper DaimlerChrysler.
Selasa pekan berikutnya, Dhana dijemput penyidik di kantornya, Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta. Dhana dijemput saat jaksa hendak menggeledah ruangan istrinya, Dian Anggraeni, penelaah keberatan pajak, di lantai 19 Direktorat Jenderal Pajak. Jaksa menduga Dhana dan istrinya berkongsi melakukan kejahatan pajak. Selama empat jam menggeledah, jaksa menyita laptop, CPU komputer, belasan flash disk, telepon seluler Dhana dan istrinya, serta sekardus dokumen perkara yang ditangani Dian.
Dari sini Dhana dibawa lagi ke kantor Bank Mandiri pusat untuk mengecek hartanya di safe deposit box di bank itu. Selain emas batangan satu kilogram dan beberapa perhiasan istrinya, di situ ditemukan beberapa sertifikat tanah dan uang, termasuk mata uang asing. Semua benda itu disita kejaksaan. (Lihat "Permainan Tiga Serangkai".)
Selain menyita harta Dhana, Kejaksaan memblokir lima rekening Dhana di Bank Mandiri, Bukopin, Bank Mega, BCA, dan BNI. Belakangan, Kejaksaan juga menyita 17 truk dari perusahaan ekspedisi Dhana.
Pengacara Dhana, Daniel Alfredo, membantah harta kliennya diperoleh dari hasil kejahatan pajak. Menurut dia, harta Dhana diperoleh dari bisnis dan sebagian warisan. Alfredo menegaskan kliennya hanya punya lima rekening. "Isi lima rekening itu hanya ratusan juta," katanya.
TEMUAN rekening tambun mencurigakan ayah satu anak ini berawal dari sebuah laporan bank pemerintah ke PPATK pertengahan 2011. Bank ini menemukan dua rekening atas nama Dhana, sosok dengan dua pekerjaan berbeda: pegawai pajak dan pengusaha dealer mobil.
Dari temuan itu, menurut sumber Tempo, PPATK menerjunkan tiga orang untuk menelisik Dhana. Dari Kelurahan Cipinang Melayu, didapat keterangan, baik di kartu tanda penduduk maupun kartu keluarga, Dhana mencantumkan pekerjaannya karyawan swasta. Kepala Satuan Pelayanan Kependudukan Kelurahan Cipinang Melayu Sri Rejeki membenarkan soal ini. "Sejak awal membuat KTP, dia mengaku karyawan swasta," katanya.
Setelah menyimpulkan dua rekening itu milik orang yang sama, PPATK meminta bank dan perusahaan sekuritas melaporkan kemungkinan adanya rekening atas nama Dhana. Pada Agustus 2011, diperoleh catatan ada 13 rekening dimiliki Dhana di sejumlah bank dan lima perusahaan sekuritas. Semua rekening itu atas nama Dhana sebagai pengusaha dealer.
PPATK juga mendapat kejanggalan lain, yakni laporan transaksi kartu kredit Dhana pada Standard Chartered Bank. Dengan plafon Rp 100-500 juta, tagihan Dhana per bulan bisa mencapai Rp 60-70 juta. Padahal gajinya saja tak sampai Rp 20 juta per bulan.
Soal pegawai pajak berekening gendut ini, PPATK sebenarnya memiliki laporannya sejak 2007. Total ada 38 pegawai. Satu di antaranya Ajib Hamdani, pelaksana pajak Kantor Pelayanan Pajak Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang di rekeningnya tercatat ada duit Rp 16 miliar.
Saat kasus Dhana masuk, PPATK juga tengah mengusut rekening gendut pegawai Bea-Cukai. Sampai akhir 2011, PPATK menemukan 26 transaksi mencurigakan milik belasan pegawai yang juga di bawah lingkungan Kementerian Keuangan ini. Paling jumbo milik Teguh Indrayana, yakni Rp 34 miliar. (Lihat "Akun Jumbo dari Mobil Mewah".)
Untuk kasus Dhana, PPATK memilih melempar temuannya ke Kejaksaan Agung setelah membekukan semua rekening Dhana. Rekening bisa menampung duit masuk, tapi tidak bisa dicairkan. Menurut sumber Tempo, tiga hari setelah pemblokiran itu, Dhana mendatangi PPATK. Ia ingin menemui Kepala PPATK agar pemblokiran rekeningnya dicabut. Kepada Tempo, Yusuf mengaku mendengar kedatangan Dhana itu. "Tapi saya tidak ketemu dia," katanya.
Duit Dhana tak hanya ngendon di dalam negeri. Pada Januari 2012, ditemukan duitnya dari sebuah bank swasta mengalir ke luar negeri. Sebesar Rp 7 miliar diinvestasikan untuk membeli saham di Hong Kong dan US$ 50 ribu buat membeli saham di Amerika. Lalu ada juga dana masuk US$ 250 juta dari singapura. "Duit ini masih kami telusuri," kata sumber Tempo di Kejaksaan.
Kasus Dhana ini tak urung membuat Menteri Keuangan Agus Martowardojo merasa kecolongan. Selasa pekan lalu, tatkala tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Meksiko, berkali-kali dia mengontak Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany meminta penjelasan. Kamis pekan lalu, begitu tiba di Tanah Air, Agus langsung memanggil Fuad. Kementeriannya, kata Agus, tak pernah mendapat laporan PPATK soal Dhana. "Tapi kami dukung penegakan hukumnya."
HASIL penggeledahan di kantor istri Dhana, Dian, bagi penyidik, menjadi "harta karun" buat mengembangkan kasus itu. Dari dokumen dan data elektronik yang disita, pola kejahatan yang dilakukan Dhana mulai terungkap.
Dalam temuan itu, seorang penyidik mengatakan, Dhana pernah berkongsi dengan Gayus H. Tambunan mengakali kasus pajak PT Surya Alam Tunggal, perusahaan perikanan di Sidoarjo, Jawa Timur, medio 2007. Dhana diduga berperan sebagai penghubung perusahaan ini ke Gayus, yang saat itu penelaah Direktorat Keberatan dan Banding. Dengan "sentuhan Gayus", perusahaan yang seharusnya membayar pajak Rp 571 juta justru mendapat pengembalian senilai pajak itu.
Menurut penyidik, selain mengenal Gayus, ketika menangani Surya, Dhana kenal dengan bos Gayus, Bambang Heru Ismiarso. Bambang, menurut sumber Tempo di Direktorat Jenderal Pajak, pernah menjadi bos Dhana ketika keduanya bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Tanah Abang. Bambang sudah dihukum dua tahun penjara atas kasus dikabulkannya keberatan Surya yang diajukan Gayus. Adapun Gayus sudah divonis 12 tahun oleh Mahkamah Agung, antara lain, karena perkara PT Surya itu.
Jejaring Dhana ke Gayus, kata penyidik, makin kuat setelah istrinya masuk pada 2008 ke direktorat yang sama dengan Gayus, dengan golongan III-C. Jabatan Dian lebih tinggi daripada Gayus, yang hanya golongan III-A. Kolega Dhana sesama accounting representative—yang tugasnya antara lain memberi konsultasi kepada wajib pajak—di kantor pelayanan Jakarta, Herly Isdiharsono, juga menjadi penghubung keberatan wajib pajak ke jaringan Gayus. "Istri Dhana juga berperan," katanya.
Kejaksaan, menurut jaksa utama tersebut, kini tengah mengusut enam perusahaan yang "dipalak" Dhana. Enam perusahaan ini, kata dia, masuk daftar 149 perusahaan yang keberatan pajaknya ditangani Gayus. Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arnold Angkouw mengatakan enam perusahaan nasional ini diuntungkan "aksi" Dhana. "Masih bisa berkembang jumlahnya," ujarnya.
Pengacara Dhana, Reza Edwijanto, mengatakan kliennya mengenal Gayus, tapi sebatas hubungan kerja. Dhana kepada penyidik membantah kasusnya terkait dengan Gayus. Bekas pemegang saham dealer mobil 88 Mobilindo, Ilham Meth, mengaku pernah melihat Gayus main ke showroom perusahaan itu untuk bertemu dengan Dhana. Gayus membantah kenal dengan Dhana. "Enggak kenal," kata Gayus setelah divonis majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta enam tahun penjara dalam kasus korupsi dan pencucian uang hasil kejahatan pajaknya, Kamis pekan lalu.
Modus Dhana ini, ujar jaksa itu, identik dengan yang dilakukan Bahasyim Assifie, bekas Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII, yang sudah divonis 12 tahun penjara. Menggunakan jaringannya di Direktorat Keberatan dan Banding Pajak, Bahasyim "membantu" para wajib pajak yang bermasalah. Saat itu di rekening Bahasyim ditemukan duit Rp 64 miliar. "Istilahnya, sapi yang punya susu, kerbau yang punya nama," ujarnya.
Untuk kasus Dhana, menurut laporan PPATK ke Kejaksaan, fee membantu para wajib pajak itu mengalir ke 13 rekening Dhana. Dari rekening itu, duit mengalir ke perusahaan efek nasional dan luar negeri. Sebagian ditanam di dealer mobil dan perusahaan ekspedisi yang sahamnya juga dimiliki Herly. Duit itu, menurut Kejaksaan, kemudian dibelikan mobil, rumah, dan tanah. "Ada bau pencucian uangnya," kata Jaksa Agung Basrief Arief.
Basrief berjanji akan mengusut siapa pun yang terlibat kasus Dhana. Tak hanya atasannya, kata dia, penyuapnya pun akan diusut. Pengamat hukum pencucian uang dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menyarankan Kejaksaan memakai pasal pencucian uang pasif. Orang-orang dekat yang diduga menikmati duit kejahatan Dhana bisa dibidik tanpa perlu ada kejahatan asalnya. Ia menunjuk istri Dhana dan sejawatnya, Herly. "Kalau tidak begini, akan lama menentukan tersangka lain," ujarnya.
Dian Anggraeni seharusnya diperiksa Kamis pekan lalu. Namun, melalui surat yang dikirim ke Kejaksaan, ia meminta hari pemeriksaan tidak sama dengan suaminya. Pekan ini, Dian kembali dijadwalkan diperiksa Kejaksaan.
Herly tidak ada ketika Tempo mendatangi rumahnya di Taman Berdikari, Pulogadung, Jakarta Timur, sepanjang Rabu dan Kamis pekan lalu. Kepada L.R. Baskoro dari Tempo, yang mewawancarainya Jumat malam pekan lalu—bersamaan dengan ditahannya Dhana, sehari sebelum ulang tahun ke-38 sang suami—Dian berkukuh tak melakukan korupsi. "Saya juga tak percaya Mas Dhana melakukan korupsi," katanya.
Anton Aprianto, Febriana Firdaus, Agung Sedayu
Permainan Tiga Serangkai
BERMODAL jejaring istrinya, Dian Anggraeni, penelaah keberatan pajak di kantor pusat, Dhana Widyatmika mengeruk uang dari wajib pajak bermasalah. Bersama sejawatnya yang sama-sama menjabat account representative kantor pelayanan pajak di Jakarta, Herly Isdiharsono, Dhana menanamkan duit yang diduga hasil kejahatannya itu ke saham dan sejumlah usaha.
Dhana Widyatmika Merthana, 38 tahun
Status: Tersangka
Jabatan terakhir:
Pegawai negeri golongan III-C Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta. Sebelumnya account representative di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar II, Gambir, Jakarta Pusat, dan KPP Penanaman Modal Asing VI, Kalibata, Jakarta Selatan.
Tugas:
Sebagai account representative mengawasi kepatuhan, berhubungan aktif dengan wajib pajak. Ia memegang sekitar 40 wajib pajak.
Dian Anggraeni, 36 tahun (istri Dhana Widyatmika)
Status: Saksi kunci
Jabatan terakhir:
Penelaah keberatan Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak
Tugas:
Menelaah permohonan keberatan, pengurangan, atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan nilai pajak yang tidak benar yang diajukan wajib pajak.
Herly Isdiharsono, 42 tahun
Status: Saksi
Jabatan terakhir:
Kepala Seksi Pemeriksaan Pajak Kantor Wilayah Aceh, pernah menjadi account representative KPP Palmerah dan Tanah Abang, Jakarta. Kini pengusaha
Tugas:
Sebagai account representative memiliki tugas sama dengan Dhana.
Pasal yang Dituduhkan
- Gratifikasi atau suap
- Penyalahgunaan wewenang dengan cara memeras wajib pajak.
- Pencucian uang.
Ancaman: Maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar
Dugaan Modus Kejahatan Pajak
Mengalir Deras Dana ke Rekening
Dhana dan Aset-aset Itu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo