Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rezeki di Atas Telaga

12 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA bergerombol di depan penerima tamu Hotel The Sultan, Jakarta. Orangorang itu hanya bercelana pendek dan berpakaian seadanya. Bukan, mereka bukan wisawatan yang tengah melancong. Tetapi inilah orangorang yang tengah mengungsi karena rumahnya diserbu banjir bandang. "Banyak yang tidak menyiapkan diri untuk ke sini," kata Manajer Humas The Sultan, Sakira, mengisahkan kejadian di hotelnya, Sabtu dua pekan lalu.

Tentu Sakira tak keberatan dengan polah para pengungsi elite itu. Toh, kehadiran mereka meningkatkan tingkat okupansi hotel. Menurut Sakira, sebelum banjir hanya separuh dari 694 kamar yang terisi. "Sekarang bertambah 20 persen," kata dia. Lumayan, karena tarif termurah di hotel yang dulunya bernama Hilton itu Rp 750 ribu per malam.

The Sultan tidak sendirian mendapat berkah karena banjir. Di Hotel Sahid, tingkat hunian juga melonjak 30 persen. Menurut Manajer Humas Hotel Sahid, Mega Sari Rustianti, hotelnya memang kerap menjadi tujuan pengungsian saat banjir hebat melanda. "Hal serupa juga terjadi pada 2002," katanya.

Rezeki banjir juga mengalir ke loronglorong Pasar Kenari Mas, Jakarta Pusat. Di sentra barang elektronik ini, generator set (genset) menjadi komoditas paling hot. Maklum, listrik mati di manamana, dan kegelapan menyelimuti sebagian Ibu Kota. Air bersih pun susah didapat. Salah satu pemburu genset itu adalah Toni, 40 tahun, warga Jakarta Pusat. Aliran listrik di kompleks rumahnya sudah putus beberapa hari. "Saya sudah ke beberapa tempat, tetapi habis semua," kata dia.

Ketika permintaan melonjak, berlakulah hukum ekonomi. Harga genset tibatiba dikerek tinggi oleh pedagang. Toni mengeluh genset berdaya 1.000 watt dibanderol Rp 1 juta. Padahal, sebelum banjir, "cuma" Rp 600 ribu.

Pedagang mengakui hal itu. Tomy, pemilik Toko Mokita, mengatakan bahwa kenaikannya 10 hingga 20 persen. "Tetapi ini dari agen memang sudah naik," kata dia. Apa pun alasannya, Tomy memang tengah panen. Sebelum banjir, omset genset hanya sekitar 15 biji per hari. "Kini bisa mencapai 60 buah."

Akibat membludaknya permintaan, banyak toko terpaksa buka sampai malam. Iwan, karyawan Toko Sukses Sejahtera Jaya, mengatakan bahwa mereka baru bisa tutup pukul 10 malam-lima jam lebih lama dari hari biasa. Kata dia, genset merek "seadanya" pun kini juga diburu pembeli.

Langsung dari lokasi bencana, orangorang kecil juga kecipratan rezeki banjir. Dullah, warga Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan, misalnya, mengoperasikan gerobak sampah untuk mengangkut orang (kadang beserta sepeda motornya) yang emoh berbasahbasah. Dengan imbalan Rp 20 ribu sekali angkut, Dullah pernah mengantongi Rp 340 ribu per hari. "Lumayan," kata pria yang tidak memiliki pekerjaan tetap ini.

Muchamad Nafi

Taksiran Kerugian

Kegiatan eksporimporRp 1 triliun

PLNRp 17 miliar/hari

Kereta Api IndonesiaRp 7,2 miliar

AsuransiRp 3,6 triliun

Jasa MargaRp 1 miliar

PertaminaRp 100 miliar (4 hari)

Bank MandiriRp 10 miliar

Bank BNIRp 2,6 miliar

Maskapai MandalaRp 1 miliar/hari

Angkutan darat DKI JakartaRp 7,1 miliar/hari

Pengusaha sepatuRp 90 miliar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus