Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua penonton televisi yang selalu mengikuti perkembangan perang di Irak terkesima pekan lalu. Saluran seperti CNN, BBC, atau juga Al-Jazeera menggambarkan seolah Bagdad sudah jatuh. Pasukan Amerika dan sekutunya kian gencar melontarkan bom, dan menyusulinya dengan pengerahan tank-tank menyeberangi Sungai Tigris, merangsek ke jantung kota. Tidak ada perlawanan yang berarti.
Ketika pasukan Amerika masuk ke tengah kota, semua stasiun televisi menunjukkan ratusan orang yang berkumpul di sekitar patung Saddam. Perlahan tapi pasti, kerumunan itu mendekati dan berusaha menjatuhkan patung, seolah mereka menggulingkan Saddam. Pasukan Amerika membantu. Sesaat, salah satu tentara Amerika menaruh bendera Amerika di muka Saddam.
Kesan apa pun boleh muncul dari peristiwa itu—bahwa Amerika mulai mencengkeramkan kekuasaan, bahwa rezim Saddam tinggal sejarah. Yang pasti, keamanan justru memburuk. Penjarahan terjadi di mana-mana. Bahkan juga di rumah sakit. Sementara itu, di kota-kota lain, rakyat kekurangan makanan, air, juga obat-obatan. Keadaan kacau.
Orang marah. Siapa yang mengurus Irak setelah rezim Saddam tak berfungsi? "Mana Garner (Jay Garner) dan orang-orangnya," ujar Ahmed Chalabi, pemimpin Kongres Nasional Irak, organisasi payung orang Irak di pengasingan.
Jawaban atas pertanyaan itu kini sedang diperdebatkan, termasuk apakah akan melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau tidak. Yang jelas, untuk sementara, sekitar 200 orang Amerika di bawah Jay Garner telah bekerja di Kuwait dan bersiap masuk Bagdad. Mereka tergabung dalam Kantor Urusan Rekonstruksi dan Bantuan Kemanusiaan (ORHA), yang awalnya dibentuk oleh Pentagon. Merekalah yang akan memerintah Irak untuk sementara.
Pada saat menyerang, pemerintah Amerika sudah memiliki cetak biru rencana penanganan Irak pasca-Saddam. Amerika akan mengurus sendiri Irak, sebagai pihak yang sendirian—hanya didukung Inggris dan Australia—menyerang Irak dengan segala risiko yang ditanggung sendiri pula. Maka, sejak Februari lalu telah ada kantor yang dipimpin Garner. Bahkan sejak tahun lalu pemerintah Bush telah menyiapkan beberapa kelompok kerja yang sengaja disiapkan kapan saja mereka menggulingkan Saddam yang melibatkan orang Amerika dan Irak yang di pengasingan.
Namun, keinginan Amerika itu kembali ditentang banyak pihak, termasuk tiga negara anggota tetap Dewan Keamanan—Prancis, Cina, dan Rusia. Apalagi kewenangan badan yang dipimpin Garner begitu besar, termasuk mengurusi berbagai kontrak rekonstruksi Irak. Mereka menuntut PBB dilibatkan sepenuhnya. "PBB harus bertanggung jawab dalam bidang politik, ekonomi, kemanusiaan, dan rekonstruksi pemerintahan Irak," ujar Presiden Prancis Jacques Chirac pekan lalu.
Perdana Menteri Inggris Tony Blair mencoba menjadi penengah. Dia membujuk Bush supaya menerima ide peran PBB dalam pemerintahan Irak pascaperang. Dia berhasil melunakkan Bush yang kemudian berjanji akan memberikan peran vital kepada PBB. Tapi, seberapa jauh kata vital itu ternyata masih menjadi sengketa. "Itu berarti pangan, berarti obat-obatan, berarti bantuan, berarti tempat orang bisa memberikan kontribusi, berarti bisa menyarankan orang di pemerintahan sementara, berarti menjadi salah satu lembaga yang membawa kemajuan bagi Irak," jawab Bush.
Yang pasti, di luar semua perdebatan, orang-orang Garner sudah siap bekerja. "Kami tak akan pergi hingga mereka (rakyat Irak) siap menjalankan pemerintahan mereka sendiri," ujar Bush seusai bertemu Blair di Irlandia Utara.
Pemerintah Bush telah menetapkan rencana tiga tahap Irak pasca-Saddam. Pertama adalah dibentuknya pemerintahan militer, kemudian disusul—mengambil istilah Paul Wolfowitz adalah sebuah jembatan—dengan dibentuknya pemerintahan sementara Irak. Langkah terakhir, pembentukan pemerintahan Irak yang sah yang terpilih oleh orang Irak sendiri.
Sekarang ini, saat pasukan Amerika mencoba merebut sisa-sisa kawasan Irak yang belum terkuasai, mereka juga tengah bersiap memulai tahap pertama. Garner segera membawa 200 orangnya ke Bagdad. Sebagai bos Kantor Urusan Rekonstruksi, dia akan melaporkan hasil kerjanya kepada Komandan Pasukan Amerika di Irak, Tommy Franks, dan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld.
Pertempuran di pemerintahan Amerika sendiri begitu keras saat pemilihan orang-orang yang akan duduk di Kantor Urusan Rekonstruksi. Pentagon mencoba menolak orang-orang Departemen Luar Negeri. Namun Menteri Luar Negeri Colin Powell bersikeras harus ada orang departemennya sehingga lembaga ini lebih komprehensif. Selain itu juga memberi kesan bahwa ini bukan pemerintahan militer. Sebelumnya, kelompok oposisi Irak telah tegas menyatakan menolak kolonisasi militer.
Kantor Garner-lah yang akan menjadi pelaksana pemerintahan sehari-hari di Irak. Mereka akan menempatkan orang-orang Amerika sebagai orang tertinggi di 23 kementerian. Mereka juga melibatkan orang-orang Irak. Sesudah lebih mapan, mereka bergeser menjadi penasihat saja. Menurut Garner, masa ini saja berlangsung tiga bulan, tapi bisa saja lebih lama. Bahkan ada pejabat Amerika lain yang menyebutkan setidaknya setahun.
Pada tahap kedua, dibentuklah pemerintahan sementara Irak. Perdebatan keras juga terjadi di sini. Petinggi di Pentagon menginginkan para pemimpin Irak di pengasingan yang mendominasi pemerintahan ini. Orang sudah khawatir mereka akan memilih Chalabi karena mereka tahu dan percaya. Namun, di gedung lain di Washington, Powell menolak ide ini, termasuk menolak Chalabi.
Di tataran lebih luas, Tony Blair juga menolak ide itu. Dia khawatir pemimpin dari pengasingan hanya akan menjadi boneka Amerika, bukan pemimpin yang mengerti kemauan rakyat Irak. Ide serangan ke Irak adalah pembebasan, bukan menjajah rakyat Irak.
Maka, pada tahap kedua itu Blair bersikeras menekan Bush agar menerima ide internasionalisasi urusan pascaperang dengan melibatkan PBB. Hal ini mereka bicarakan dalam pertemuan di Irlandia Utara pekan lalu. Akhirnya Bush berjanji memberikan peran vital kepada PBB dalam urusan bantuan kemanusiaan hingga keikutsertaan wakil PBB dalam lembaga yang memberi nasihat dalam pembentukan pemerintahan Irak.
Tak banyak orang yang percaya. Bush tetap mempertahankan kata akhirnya di tangannya sendiri. Ini pertaruhannya yang tidak akan dia serahkan ke PBB, apalagi Prancis atau Jerman. Kegagalan atau keberhasilan di Irak adalah pertaruhan yang bisa menghabisi karier politiknya.
Namun, Bush memiliki pertimbangan lain, dia harus melibatkan PBB. Tanpa resolusi Dewan Keamanan, negara-negara penentang perang tidak akan terlibat banyak dalam bantuan kemanusiaan. Selain itu, badan keuangan dunia juga tidak akan bisa membantu Irak.
Setelah semua terselesaikan dan para pemimpin Irak bertemu, mereka bisa melangkah ke tahap ketiga, pembentukan pemerintahan permanen. Pekan ini, para pemimpin oposisi Irak bertemu. Merekalah yang akan menentukan masa depan Irak. Dan merekalah lambang minimal legitimasi pemerintahan baru Irak, seperti dikatakan Mark Malloch Brown dari UNDP (Program Pembangunan PBB). Tantangan utamanya adalah menetapkan pemerintahan yang mendapat legitimasi dari rakyat Irak sendiri ataupun dunia.
Purwani Diyah Prabandari (The Economist, BBC, The Washington Post)
Pejabat Penguasa Sementara Irak
Jay M. Garner (pemimpin Kantor Urusan Rekonstruksi dan Bantuan Kemanusiaan di Irak dan bertanggung jawab kepada Komandan Pasukan Amerika di Irak, Tommy Franks). Barbara K. Bodine (mantan Duta Besar Amerika untuk Yaman), pejabat penguasa Irak Tengah termasuk Bagdad. Brigjen (Purn.) Bruce D. Moore (mantan Komandan Kelompok Pendukung Wilayah 90 AD di San Antonio, Texas), pejabat penguasa di Irak bagian utara. Floyd J. "Buck" Walters (pensiunan brigjen, komandan regional di Komando Kadet, Program Pelatihan Pentagon), pejabat penguasa Irak bagian selatan. George F. Ward (mantan Duta Besar Amerika untuk Namibia), koordinator urusan bantuan kemanusiaan. Lewis Lucke (mantan pejabat USAID), koordinator urusan rekonstruksi. Michael Mobbs (pengacara dan mantan penasihat hukum Pentagon), koordinator urusan pemerintahan sipil. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo