Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis bekas Kepala Kantor Wilayah Badan Perta-nahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Robert J. Lumempouw hukuman tiga tahun penjara. Andriani Nurdin, ketua majelis hakim, Rabu pekan lalu menyatakan bahwa Robert telah ”terbukti secara sah dan meyakinkan” melakukan korupsi.
Menurut majelis, Robert adalah orang yang menyetujui perpanjangan hak guna bangunan (HGB) nomor 26 dan 27 yang diajukan PT Indobuildco tanpa berkoordinasi dengan Sekretariat Negara, sebagai pemilik hak pengelolaan lahan nomor 1 Gelora Senayan. Seharusnya, sebelum memperpanjang, Robert mencermati dan meneliti status tanah, sejarah, latar belakang pemberian hak pada zaman Gubernur Ali Sadikin itu.
Robert, yang saat ini menjadi pejabat di Badan Pertanahan Nasional, juga dinyatakan terbukti merugikan negara. ”Terlepas dari berapa nilai kerugian negara yang ditimbulkan, perpanjangan HGB yang disetujuinya berpotensi merugikan negara,” kata Heru Pramono, anggota majelis hakim. ”Ada potensi berarti sudah masuk unsur merugikan negara.” Namun majelis tak menetapkan denda dan uang pengganti pada Robert. Alasannya, Pontjo Sutowo, bos Indobuildco; dan pengacaranya, Ali Mazi, tak memberinya imbalan saat mengurus HGB.
Sementara itu, mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny Kusuma Judistiro dibebaskan dari dakwaan karena tindakan korupsi yang dituduhkan kepadanya tak terbukti di persidangan. Sebab, dia menyerahkan wewenang memperpanjang HGB Indobuldco itu kepada Robert. Sebelumnya, pada 12 Juni lalu, majelis hakim yang sama membebaskan Pontjo Sutowo dan Ali Mazi dari dakwaan jaksa yang menuduhnya terlibat korupsi dalam perkara HGB ini.
Belum Putus, Perjanjian RI-Singapura
Keinginan Singapura untuk menjadikan perairan Indonesia sebagai tempat berlatih perang bagi angkatan laut mereka sebanyak 15 kali per bulan akhirnya ditolak. ”Terlalu sering,” kata Juwono Sudarsono, Menteri Pertahanan, di gedung CSIS, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Bahkan Singapura hendak menerjunkan 25 kapal dan 20 pesawatnya.
”Rame banget, pantes-pantesnya itu empat kapal saja,” ujar Mayor Jenderal Dadi Susanto, Direktur Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan. Indonesia hanya membolehkan angkatan laut Singapura berlatih empat kali setahun.
Keinginan Singapura ini tercantum dalam butir yang diajukannya dalam perjanjian kerja sama pertahanan dengan Indonesia yang disepakati kedua negara di Tampak Siring, Bali, 27 April lalu. Namun kerja sama ini satu paket dengan dua perjanjian kerja sama lain, yaitu perjanjian ekstradisi dan aturan pelaksanaannya.
Disepakati bahwa salah satu perjanjian tidak dapat diajukan dan diratifikasi bila dua lainnya masih menggantung. ”Kami (Singapura dan Indonesia) sepakat (ketiga perjanjian) akan diajukan dan diratifikasi secara paralel karena secara implisit ada tawar-menawar (antara kedua negara),” kata Juwono.
Kini aturan pelaksanaan latihan militer Singapura di area bravo itu belum disepakati hingga saat ini. Singapura ingin mengatur sendiri prosedur penembakan dan peluncuran rudal di wilayah perairan Indonesia. Sedangkan Indonesia berpegang pada pasal 6. Di situ disebutkan bahwa soal teknis, operasional, dan administratif harus diatur bersama.
Komisi Pertahanan DPR tegas menolak rumusan kerja sama pertahanan ini diberlakukan. Namun pemerintah malah enteng saja menanggapinya. ”Jangankan berlaku, wong diserahkan ke DPR untuk diratifikasi juga belum. Karena itu DPR tidak dapat berbicara tentang pembatalan,” kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Ganja Akan Dilegalkan
Pemerintah menyatakan pemanfaatan mariyuana (ganja) hanya akan dilegalkan untuk industri farmasi. ”Selama untuk obat dan kesehatan, ya (boleh). Tapi, kalau dipakai untuk teler, pasti tidak boleh kan,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam keterangan persnya di Kantor Wakil Presiden, Jumat pekan lalu.
Kalla mengatakan, mariyuana sama dengan obat terlarang lainnya yang tak boleh disalahgunakan. Tapi penggunaan ganja sebagai bumbu masak, kata Kalla, masih diperbolehkan. Penggunaan ganja sebagai bumbu masak, kata dia, adalah bagian dari budaya di beberapa daerah seperti Aceh. ”Lagipula, penggunaannya hanya dalam porsi yang sangat kecil dan tidak berbahaya,” katanya.
Ganja masuk ke Aceh pada abad ke-19. Semula, di Aceh, ganja digunakan untuk mengusir hama tanaman kopi dan tembakau, kemudian berkembang menjadi bumbu masak.
Selama ini ganja masuk kategori narkotik kelas I, artinya tak bermanfaat untuk obat-obatan. Menurut penelitian Indonesian National Institute of Drug Abuse (Inida), ganja ternyata tak selalu negatif. ”Daunnya bisa disayur, batang ganja bisa dijadikan serat tali,” kata Tomi Haryatno, Direktur Pengembangan dan Riset Inida. Karena itu Inida mengusulkan agar didirikan pusat penelitian ganja yang dilindungi. ”Selama ini orang menutup mata atas manfaat ganja,” katanya.
Enam Tahun untuk Rokhmin
Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri dituntut enam tahun penjara plus denda Rp 200 juta dalam kasus penerimaan dana nonbujeter departemennya. ”Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi,” kata jaksa penuntut umum Tumpak Simanjuntak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Rokhmin dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi karena menerima gratifikasi. Menurut jaksa, Rokhmin telah berbicara dengan Sekretaris Jenderal Andin H. Taryoto agar mencairkan dana guna mendukung Departemen Kelautan dan Perikanan. Andin sendiri telah divonis bersalah dengan hukuman 18 bulan penjara.
Rokhmin, kata jaksa, juga menyampaikan ke pejabat eselon I dan kepala dinas agar mengumpulkan dana nonbujeter. Setelah itu, Rokhmin menunjuk Andin sebagai koordinator dan pengumpul dana itu. Ia juga dinilai mengetahui penerimaan dana hingga terkumpul Rp 11,395 miliar. ”Unsur menerima hadiah dapat terbukti,” kata jaksa Suwarji.
Tuntutan jaksa, menurut Rokhmin, berbau politis. ”Ini jelas kejahatan politik terbesar.” Menurut dia, pengumpulan duit itu tidak merugikan keuangan negara karena dikumpulkan secara sukarela. ”Kalaupun dari proyek departemen, itu duit sisa proyek,” ujarnya. Kuasa hukum Rokhmin, M. Assegaf, keberatan terhadap tuntutan jaksa. ”Gratifikasi itu pemberian hadiah atau uang untuk kepentingan pribadi. Ini uangnya disimpan dalam brankas dan rekening bukan atas nama Pak Rokhmin,” katanya.
Sidang Korupsi Alat Sidik Jari
Sidang kasus korupsi pengadaan alat sidik jari di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis pekan lalu. Tiga terdakwa disidang terpisah. Sidang pertama dengan terdakwa Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman dan HAM Zulkarnain Yunus serta Kepala Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Apendi.
Adapun sidang kedua dengan terdakwa Direktur PT Sentral Filindo Eman Rachman, mitra pengadaan alat identifikasi sidik jari otomatis atau automatic fingerprints identification system (AFIS). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi I Kadek Wiradana mengatakan bahwa para terdakwa dinilai melanggar Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. ”Pengadaan alat otomatisasi itu dilakukan melalui penunjukan langsung,” kata jaksa Kadek.
Kasus ini bermula dari usul Apendi selaku pemimpin proyek pengadaan alat AFIS kepada Zulkarnain, agar perusahaan pelaksana proyek ditunjuk langsung dengan alasan waktu yang mendesak. Proyek itu akhirnya berjalan dengan nilai kontrak Rp 18,4 miliar. Padahal alat sidik jari yang dipesan dari Dermalog, Jerman, itu sebenarnya hanya Rp 9,6 miliar. Ketua majelis hakim Moefri menunda sidang Zulkarnain dan Apendi hingga pekan depan untuk mendengarkan eksepsi (bantahan). Albert Sagala, penasihat hukum Zulkarnain, mengatakan bahwa kliennya tidak akan mengajukan eksepsi karena merasa tak memerlukannya. Sedangkan dalam sidang terdakwa Eman, tim pengacara langsung mengajukan eksepsi. Menurut Umbu S. Samapaty, pengacara Eman, kasus ini sarat dengan muatan politis.
Suciwati Datangi Kejaksaan Agung
Suciwati, istri aktivis hak asasi Munir, bersama Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum), Jumat pekan lalu, datang ke Kejaksaan Agung untuk menanyakan perkembangan upaya peninjauan kembali kasus pembunuhan suaminya itu.
Seusai bertemu Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga, sekretaris eksekutif Kasum, Usman Hamid, mengatakan bahwa kejaksaan berjanji untuk sesegera mungkin menyelesaikan proses penyusunan peninjauan kembali atau PK atas nama terdakwa Pollycarpus. ”Jaksa Agung Muda mengatakan sudah masuk tahap akhir,” ujar Usman.
Menurut Ritonga, kejaksaan memang sangat berhati-hati dalam penyusunan PK. Alasannya, kesempatan PK hanya satu kali, sehingga harus disusun secara matang. ”Berdasarkan bukti dan argumentasi baru yang terus dikumpulkan polisi dan jaksa, berkas PK harus bisa meyakinkan Mahkamah Agung,” kata Usman. Bukti terpenting, kata Usman, sudah di tangan. Sebab, polisi dan jaksa bisa menentukan waktu dan tempat pembunuhan Munir.
Suciwati berharap proses penyusunan PK tidak terlalu lama. ”Pihak korban seperti saya cuma bisa berharap, yang jelas Munir itu dibunuh, maka pelakunya harus diketahui,” ujarnya. Adapun Ritonga mengatakan, kejaksaan harus berhati-hati menyusun PK kasus ini. Ia menganggap bahwa inilah upaya hukum terakhir yang bisa ditempuh untuk mengungkap pembunuhan Munir.
Julius Usman Berpulang
AKTIVIS Malari Julius Usman, 60 tahun, meninggal dunia karena serangan jantung, Sabtu siang pekan lalu. Menurut Haryati, adik almarhum, Julius sempat jatuh di rumahnya di Jalan Lawu, Guntur, Jakarta Selatan, setelah makan siang. Keluarga membawanya ke Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) Jakarta, tapi nyawa Julius tak bisa diselamatkan.
Julius dikenal sebagai aktivis yang kritis. Pada 29 Mei 1995, bersama Sri Bintang Pamungkas, ia mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI). Bersama Sri Bintang ia pernah ditahan rezim Soeharto karena mengirim kartu Lebaran yang berisi ajakan menolak Pemilu 1997 dan menolak Soeharto sebagai presiden. Sayangnya, setelah reformasi PUDI justru tak punya peminat. Dalam Pemilu 1999, suara partai itu sangat minim.
Julius lalu masuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan pernah menjadi anggota DPR RI dari partai banteng moncong putih ini. Di PDIP, bersama koleganya, Meilono Soewondo, ia mengkritik kepemimpinan Presiden Megawati. Ia bahkan terangan-terangan mendukung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Julius lalu meninggalkan PDIP dan hengkang ke Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) pimpinan Eros Djarot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo