Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA politikus Partai Kebangkitan Bangsa pernah terkagum-kagum pada Rieke Dyah Pitaloka dan menjagokannya sebagai calon Wakil Gubernur Jakarta. Tapi anak-anak melihat dengan cara berbeda. Bagi mereka: sekali menjadi Oneng, seterusnya tetap Oneng, perempuan lugu dalam sinetron Bajaj Bajuri yang mesti selalu dibantu.
Menjelang pementasan drama Cipoa di Taman Ismail Marzuki, 22-23 Juni lalu, diadakan sebuah latihan terbuka. Hari pertama latihan berlangsung mulus. Mayoritas penonton, anak-anak warga sekitar, menyimak serius. Besoknya, problem muncul. Belum sempat Rieke buka mulut, para penonton cilik itu beramai-ramai “membantu” mengucapkan dialog bagian Rieke di luar kepala. Hal itu terjadi berulang kali sampai Rieke tak kuasa menahan geli. “Mungkin mereka benar-benar yakin saya Oneng yang nggak bisa menghafal dialog,” katanya.
Padahal niat awal Rieke bermain teater justru sebagai terapi untuk melepaskan diri dari citra Oneng yang sudah lima tahun membekap dirinya. Yang paling membuat magister ilmu filsafat itu sebal adalah jika kejadian seperti itu berlangsung di acara seperti diskusi ilmiah. “Lagi serius-seriusnya saya menyimak diskusi, eh, ada saja yang berkomentar, ‘Oneng jangan bengong, dong’,” katanya seraya tergelak. Asal jangan tertukar, ketika berperan sebagai istri tukang bajaj malah asyik membicarakan filsafat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo