Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Roro kidul alat penegak kekuasaan

Raja-raja jawa atau penguasa yang hendak mengukuhkan kewibawaannya dengan lihai memanfaatkan mitos nyai roro kidul. mitos sejarahnya ada berbagai versi. misal: kisah senapati dalam babad tanah jawi.

17 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK versi berkisah tentang Nyai Roro Kidul. Kebenaran nampaknya tidak jadi masalah. Semua versi yang ada toh dikunyah orang. Dan tak seorang pun ahli sejarah mencoba mengadopsi versi-versi itu sebagai fakta sejarah. Karena ia hanya "gincu" sebuah kekuasaan yang pernah berjaya. Sebuah versi menyebutkan, Nyai Roro Kidul bermula dari kisah Prabu Silihwangi, raja Pajajaran. Dalam perkawinannya dengan istri pertama, beliau mengantungi seorang anak bernama Putri Kandita. Kandita tumbuh sebagai gadis yang dikaruniai kecantikan luar biasa. Cerdas dan cakap. Kans besar menggantikan kedudukan ayah kelak ada di tangannya. Kandita menyalakan rasa iri dan dengki pada selir-selir Prabu Silihwangi. Maklum, tak seorang pun jabang bayi lahir dari rahim mereka. Maka, bersatulah para selir itu menegakkan niat jahat. Mereka sepakat untuk mengenyahkan Putri Kandita. Jalan pintas diambil. Jurus maut dipergunakan. Ajian guna-guna dilepaskan. Dan usaha busuk itu sukses. Akibatnya dahsyat, wajah Putri Kandita rusak. Bau busuk dan anyir meruap dari bercak dan nanah di sekujur tubuhnya. Bunda Putri Kandita pun mengalami nasib yang sama. Keduanya kemudian ditendang ke luar Istana Pajajaran. Terlunta-lunta, minggat tanpa tujuan. Berjalan dan berjalan terus. Beban penderitaan Putri Kandita kian bertambah ketika di perjalanan sang ibu meninggal dunia. Kandita terpaksa melanjutkan perjalanan seorang diri, hingga tiba di Laut Selatan. Hamparan lautan luas menghentikan langkahnya. Lengkaplah sudah keputus-asaan. Kandita hanya mampu termenung di bibir pantai. Angin yang bertiup lembut membuat putri tunggal raja Pajajaran itu terlena. Antara tidur dan terjaga, ia mendengar bisikan lembut entah dari siapa. "Kalau Neng geulis hendak menyingkirkan guna-guna yang membalut tubuh, haruslah Neng mencebur ke Laut Selatan." Putri Kandita tersentak oleh bisikan itu. Ia tercenung beberapa saat. Lantas tanpa pikir panjang lagi, byurr .... ia nyebur ke dalam laut. Ombak ganas menjilat tubuhnya. Tak tersangka guna-guna itu raib Kandita menjelma kembali menjadi gadis cantik ditebari aroma wangi. Namun, ia tak pernah kembali lagi ke muka bumi ini. Tanpa kesaksian, tanpa upacara kebesaran, ia dinobatkan sebagai ratu penguasa Laut Selatan. Kelak inilah orangnya yang ngetop dengan julukan Nyai Roro Kidul. Itulah versi Tanah Sunda. Berbagai versi yang lain berloncatan dengan kembangan masing-masing, dari mulut ke mulut. Mengisi pesisir selatan hingga timur Pulau Jawa sebagai semacam "sejarah". Hingga kini ia mempunyai daya cengkeram di benak banyak orang, tanpa seorang pun mencoba menggugatnya. Banyak ahli sejarah mengatakan, kisah Nyai Loro Kidul hanyalah sebuah legenda. Mitos dan folklor yang punya pengaruh kuat di jamannya. Sebagai mitos, Nyai Roro Kidul karismatik dan karenanya tumbuh subur. Walhasil, raja-raja Jawa atau penguasa yang hendak mengukuhkan kewibawaannya dengan lihai memanfaatkan mitos Nyai Rro Kidul. Maka, mengalirlah cerita tentang raja-raja Jawa yang berhubungan dengan Nyai Roro Kidul. Awal mula berdirinya Kerajaan Mataram pun kecipratan. Simak saja kisah Senapati yang tertuang dalam Babad Tanah Jawi di bawah ini: Selepas meninggalnya Ki Gede Pemanahan tahun 1584, petinggi Mataram digantikan seorang anaknya, Ngabehi Loring Pasar. Sultan Pajang yang membawahkan Mataram menganugerahi gelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama. Senapati juga mendapat prioritas untuk tidak usah datang ke Istana Pajang di tahun pertama. Agar Senapati menggunakan waktunya untuk membenahi wilayahnya dan mencicipi kenikmatan sebagai petinggi baru. Sebagai petinggi Mataram, Senapati terkenal ugal-ugalan. Rambutnya dibiarkan gondrong. Menjuntai acak-acakan. Ketika diperingatkan Sultan Pajang agar ia cukur, Senapati cuek saja. Ia juga tidak pernah mau unjuk muka ke Istana Pajang. Padahal, prioritasnya hanya di tahun pertama. Ia membangkang. Ambisinya adalah mendirikan Kerajaan Mataram, dan ia jadi rajanya. Senapati tak lagi mau tunduk di bawah bayang-bayang kekuasaan Sultan Pajang. Untuk merealisasikan impiannya, Senapati merasa perlu berkunjung ke Nyai Roro Kidul, mencari dukungan. Kampanye di kalangan petinggi-petinggi di wilayah sekitarnya dianggapnya tak cukup. Menumpang di atas punggung ikan Olor Tunggulwulung, Senapati berlayar di Laut Selatan, hendak menemui Nyai Roro Kidul. Mulutnya komat-kamit membaca mantra. Alam pun bergolak lantaran manjurnya mantra Senapati. Badai dahsyat bergulung-gulung menggelegar. Awan pun gelap gulita. Guruh dikuntit petir ganas menyambar tanpa haluan. Ikan-ikan di laut terlempar ke darat. Air laut mendidih. Di darat pepohonan berserta akarnya tercerabut. Ngeceng kesaktian itu berhasil menarik perhatian Nyai Roro Kidul. Sang ratu cantik keluar dari sarangnya. Begitu ketemu Senapati, Nyai Roro Kidul langsung terpesona dan memberi sembah sujud. Tak kepalang tanggung, dukungan pun langsung diberikan. "Semua makhluk halus di seantero Jawa akan mematuhi Senapati," begitu kira-kira kata Nyai Roro Kidul kepada Senapati. Senapati diajak mampir ke Istana Kidul, yang dikenal dengan nama Gua Langse. Entah karena keberuntungan atau lantaran Senapati memang playboy, kesempatan indehoi dengan Nyai Roro Kidul tak dilewatkan. Tak tanggung-tanggung, selama tiga hari tiga malam keduanya dihanguskan asmara. Maaf, cerita lengkapnya kena sensor. Hebatnya, di sela-sela bercinta, Nyai Roro Kidul sempat mengajarkan ilmu pemerintahan dan ilmu memanggil makhluk halus. Rupanya, Nyai Roro Kidul juga ahli di bidang sospol. Entah keluaran universitas mana. Singkat cerita, dengan dukungan Nyai Roro Kidul inilah akhirnya impian Senapati menghancurkan Pajang tercapai, hingga berdirilah Mataram dengan Senapati sebagai raja pertama. Boleh percaya boleh tidak. Cerita kemudian terus berkembang dari masa ke masa. Sejak Senapati, Sultan Agung, sampai pada raja-raja Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, Nyai Roro Kidul tak pernah lepas sebagai gincu -- hiasan, perangkat -- untuk mengukuhkan kekuasaan raja-raja Jawa. Disebut-sebut pula bahwa Nyai adalah istri raja secara turun-temurun. Konon, untuk berhubungan dengan Nyai Roro Kidul, ada sebuah lorong bawah tanah di Keraton Yogyakarta, yang tembus ke Laut Selatan, tempat Nyai Roro Kidul bertakhta. Berkaitan dengan mitos semacam itu, K.R.T. Hardjonagoro, ahli sejarah yang dekat dengan Keraton Solo, menilai bahwa kekuatan kisah Nyai Roro Kidul itu tak lepas dari paduan antara kekuatan alam, misteri alam yang transendental, dan citra politik. Citra politik karena berkembangnya kisah Nyai Roro Kidul. "Panembahan Senapati dan raja-raja keturunannya memperoleh citra sebagai raja sakti," kata Hardjonagoro. Dalam disertasi Dr. Selo Soemardjan yang berjudul Social Changes in Jogjakarta, yang diterbitkan Cornell University Press, pada Bab I di bawah subjudul Sultan Jogjakarta, disebut juga peranan Nyai Roro Kidul. Menurut Selo, salah satu hal yang menyebabkan kekuasaan Sultan atas rakyat tidak tergoyahkan adalah karena Sultan dipandang memiliki kesanggupan berhubungan langsung dengan nenek moyang, Nyai Roro Kidul, ratu perkasa dari Lautan Hindia. Siapa yang tak hormat, segan, dan takut kepada seorang raja yang mempunyai istri makhluk halus yang cantik dan sakti. Nyai Roro Kidul terbukti merupakan penegak kekuasaan yang ampuh. Dan itu nampaknya tak hendak dihapus oleh kalangan keraton. Legenda Nyai Roro Kidul mengalir terus. Seperangkat upacara yang mendukung legenda itu hingga kini tetap dilestarikan. Seperti upacara labuhan atau tari Bedaya Ketawang. Taruhlah, bangunan panggung Songgo Buwana di Kasunanan Solo. Tak setiap orang bisa naik. Bangunan yang pucuknya khas bagai tutup sesaji, di loteng paling atas disediakan kamar khusus bagi Nyai Roro Kidul. Konon, setiap malam Jumat atau malam Selasa Kliwon ia hadir di situ. Berbagai sesaji plus pakaian lengkap untuk Nyai Roro Kidul disediakan. Konon, Nyai Roro Kidul pernah murka di tahun 1954, gara-gara sesaji lupa disediakan. Songgo Buwana diamuk api, dan anehnya seperangkat pakaian Nyai Roro Kidul utuh tak terusik ganasnya api. Jika ada orang keraton yang mengakui terusterang bahwa Nyai Roro Kidul hanyalah legenda, dialah Gusti Bandoro Pangeran Haryo (G. B. P. H. ) Puruboyo, kakak Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Namun, "Kami tidak melarang atau menyuruh masyarakat percaya," kata Puruboyo. Apa boleh buat jika sampai kini kepercayaan masyarakat di pantai selatan terhadap Nyai Roro Kidul masih tebal. Kepercayaan itu tentu saja tak dapat dicegah pihak keraton. Itulah sebabnya. Sri Sultan mengambil sikap evolusi, bukannya revolusi. Artinya, sepanjang masyarakat masih percaya, silakan mempercayai Nyai Roro Kidul. Puruboyo berkeyakinan, bila pendidikan masyarakat kian maju, kepercayaan tentang Nyai Roro Kidul itu akan hilang dengan sendirinya secara alamiah. "Tidak perlu melarang percaya secara paksa,". tutur Puruboyo. Ahli kebudayaan Jawa, Karkono Partokusumo, mendukung pendapat Puruboyo. "Kepercayaan semacam itu ciri khas masyarakat agraris," ujar Karkono. Ia akan bergeser seiring dengan kecerdasan masyarakat, bahkan bisa hilang sama sekali. Namun, Karkono bisa memaklumi kalau keraton masih percaya terhadap Nyai Roro Kidul. "Keraton memang harus mempercayai. Jika tidak, ya, tak ada lagi keraton Jawa, dong," ucap Karkono lagi. Mengambil contoh dialog kasih antara Panembahan Senapati dan Nyai Roro Kidul, kasih itu seterusnya menjelma sepanjang abad menjadi pengayoman. Pakubuwono XII, raja Kasunanan Surakarta, memilih sikap netral terhadap legenda Nyai Roro Kidul. "Kita ambil positifnya saja," ujarnya. Pengayoman yang dimaksud adalah keturunan Senapati. Budiono Darsono, Ahmadie Thaha, Kastoyo Ramelan, I Made Suarjana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus