Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rumah Detensi Imigrasi Denpasar menahan belasan turis mancanegara yang melanggar hukum.
Ada tahanan yang memiliki kepribadian ganda.
Pemerintah memberikan fasilitas seperti pangkas rambut dan ruang ibu hamil.
PRIA berkepala plontos itu memiliki janggut putih hingga menyentuh perut. Dadanya berbulu. Di telunjuk kanannya melingkar cincin perak dengan hiasan burung elang. Ia mengenakan celana pendek merah muda bermotif garis hitam. Uniknya, bagian tengah celana itu dipotong hingga menyerupai rok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia bernama AM, seorang penghuni “senior” Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Bali. Sudah tujuh tahun ia tinggal di sana. Usianya mencapai 57 tahun. AM adalah turis asing dari salah satu negara di Afrika Utara. Petugas imigrasi menangkap pria yang terlihat garang tapi gemar mengenakan rok itu karena melebihi masa tinggal di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana pemerintah memulangkan AM ke negara asal tak kunjung terealisasi. AM lebih memilih “berlindung” di Rumah Detensi. Ia merasa keselamatannya terancam jika tinggal di negeri sendiri. Itu sebabnya AM enggan mengungkapkan identitas dan negara kelahirannya. “Saya takut pulang, negara saya sangat konservatif,” ujarnya ketika ditemui Tempo pada Selasa, 11 April lalu.
Tubuh AM penuh aksesori. Pria kurus dengan tinggi sekitar 160 sentimeter itu menggunakan anting perak bulat pada lubang hidung di sisi kanan. Di kedua daun telinganya tergantung anting perak bulat besar. Beberapa tato juga menghias punggungnya. Pada di sisi kiri tergambar dua buah piramida dan satu gambar patung Sphinx. Tangan kanan dan kaki kiri pria murah senyum ini berisi gelang juga dari perhiasan perak.
AM enggan pulang karena menganggap orang-orang di negara asalnya memahami tubuh dengan norma berbeda. Ia mengaku lebih kerasan tinggal di Indonesia, khususnya Bali. “Saya senang di Indonesia, orangnya baik dan ramah.”
Baca: Bekerja dari Tempat Wisata
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Babay Baenullah menilai AM sosok yang unik. AM terlihat santai dan selalu memperlihatkan kesan bersahabat. Tapi, jika sedang didatangi tamu, petugas memintanya menggunakan celana yang tak dimodifikasi. AM kerap mengisi waktu luang di blok kamar dengan membaca buku. “Salah satunya buku tentang Nabi Muhammad,” tuturnya.
Ketika hendak dipulangkan, kata Babay, AM selalu menolak. Padahal pihak kedutaan negaranya sudah menyiapkan dokumen dan tiket pesawat. “Tapi dia tetap ingin tinggal. Bahkan mau jadi warga negara Indonesia,” ujarnya.
AM tinggal di sebuah kamar berukuran 10 x 4 meter bersama dua orang, masing-masing mendapatkan satu tempat tidur. Ruangan kamar mereka juga dilengkapi wastafel dan kamar mandi di bagian belakang. Pakaian dan perkakas setiap orang diletakkan di sebuah lemari di sudut kamar. Seorang petugas imigrasi menjelaskan sebenarnya ruang itu bisa dihuni enam orang.
Rumah Detensi Imigrasi Denpasar terletak di Jalan Raya Uluwatu, Jimbaran, Kuta Selatan. Setiap hari, petugas memberi mereka izin keluar dari dalam blok kamar antara pukul 07.00 Wita dan 13.00 Wita. Sementara itu, waktu untuk WNA perempuan dialokasikan dari pukul 13.00 Wita hingga 19.00 Wita.
Rumah Detensi Imigrasi Denpasar adalah satu dari 13 unit pelaksana teknis di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain berada di Bali, rumah detensi berdiri di Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Batam, Pekanbaru, Pontianak, Balikpapan, Makassar, Manado, Kupang, dan Jayapura. Rumah detensi berfungsi menampung warga negara asing yang bermasalah secara administratif.
Warga negara asing penghuni rumah detensi lazim disebut deteni. Undang-Undang Keimigrasian menyatakan detensi terhadap deteni dapat dilakukan paling lama sepuluh tahun. Menteri atau pejabat imigrasi dapat mengeluarkan deteni jika melampaui tenggat dengan menerapkan wajib lapor secara periodik.
Sepanjang 2023, pemerintah telah mendeportasi 86 warga negara asing yang terbukti melanggar peraturan. Mereka umumnya dipulangkan karena melewati masa izin tinggal, berbuat kriminal, atau bekerja secara ilegal. Sebanyak 21 deteni merupakan turis asal Rusia. Kasus IC, 24 tahun, adalah satu di antaranya. Ia dipulangkan ke Rusia pada Selasa, 4 April lalu, lantaran membuat video yang memperlihatkan kemaluannya di Gunung Agung.
Petugas berjaga di dekat empat warga negara Nigeria dan satu warga negara Rusia yang dihadirkan saat konferensi pers terkait deportasi warga negara asing (WNA) yang melebihi masa izin tinggal dan penyalahgunaan izin tinggal di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Denpasar, Bali, 12 Maret 2023/Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Selain AM, WR, 35 tahun, merupakan deteni di Rumah Detensi Denpasar. Pria asal kawasan Asia Timur ini ditangkap petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi Ngurah Rai karena melewati masa tinggal. Ia juga terlihat betah di sana. “Pernah kami datangkan penerjemah dari kedutaannya, malah tidak mau diajak berbicara,” kata Babay.
Pihak kedutaan dari negara asalnya sebenarnya sudah mengurus dokumen administratif dan tiket pemulangan WR pada 2022. Namun ia malah meninggalkan petugas dari kedutaan yang mengurus dokumennya. Setelah kejadian itu, WR enggan berbicara dengan petugas dan menutup diri dari orang lain.
Untuk kasus WR, Babay Baenullah menjelaskan, pejabat Rumah Detensi Imigrasi Denpasar sedianya bisa memulangkannya secara paksa. Tapi mereka terbentur masalah biaya. Petugas imigrasi masih berusaha membujuk dan menghubungi keluarga WR agar bisa mengatur kepulangannya. “WR kalau kami ajak ngobrol minim respons. Entah kenapa,” ujarnya.
Masalah deteni di Denpasar sangat beragam. Rumah Detensi juga tengah menampung warga asing perempuan asal kawasan Eropa berinisial De, 52 tahun. De ditangkap petugas imigrasi karena melewati masa tinggal. Tapi ketika dibawa ke Rumah Detensi pada 6 Juli 2022, ia terlihat linglung. Ia diduga memiliki kepribadian ganda. “Kadang-kadang menganggap dirinya sebagai putri kerajaan,” ucap Babay.
Pihak Rumah Detensi Imigrasi Denpasar sudah berkomunikasi dengan konsulat dari negara asal De. Mereka mengirim dokter setiap minggu untuk memberikan obat. Saat ini kondisinya sudah membaik. Tapi terkadang ia berhalusinasi. Suatu waktu, De mengaku saudaranya mengiriminya uang. Dari mana dia mengetahui informasi pengiriman itu? “Katanya dapat kabar lewat telepati,” tutur Babay.
Ada lagi kisah pelik deteni bernama Siti—bukan nama sebenarnya, 21 tahun, dan saudaranya yang bernama Ismail—juga bukan nama sebenarnya, yang berusia 19 tahun. Ayah keduanya warga negara Pakistan yang tengah bekerja di Arab Saudi. Ibu mereka seorang tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Petugas membawa kedua kakak-adik yang berpaspor Pakistan itu ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pada Kamis, 9 Maret lalu, dari Sumbawa. Saat itu Siti dalam kondisi hamil tujuh bulan. Sebenarnya mereka memiliki kartu izin tinggal terbatas atas sponsor ibunya. Mereka ke Sumbawa pada 2018. Tapi masa tinggal mereka habis pada 2020.
Babay Baenullah bercerita, ibu Siti dan Ismail tak mau memperpanjang izin tinggal kedua anaknya. Orang tuanya tak mau mengurus Siti dan Ismail. “Informasinya, orang tua mereka bercerai,” ucapnya.
Sebelum menjadi tahanan kantor Imigrasi Denpasar, Siti sempat dititipkan ke rumah pamannya. Saat itu Siti hamil. Babay Baenullah menuturkan, Siti lalu menggugurkan kehamilan pertamanya. “Jadi sekarang hamil yang kedua," ujarnya.
Rumah Detensi Imigrasi Denpasar memberikan perlakuan khusus bagi Siti. Ia menempati blok disabilitas yang diubah menjadi ruang penampungan ibu hamil. Tapi petugas Imigrasi Denpasar kewalahan mengurus Siti. Saat baru datang, berat kandungannya hanya 1 kilogram. “Kami belikan susu formula, sekarang sudah naik setengah kilogram,” ucapnya.
Siti mengatakan tak ingin merawat anaknya setelah lahir dan ingin segera pulang ke negara asal. Pihak Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pun sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan beberapa yayasan untuk menampung bayi Siti. Babay Baenullah mengatakan Siti diperkirakan melahirkan lewat operasi Caesar.
Hingga Rabu, 11 April lalu, Rumah Detensi Imigrasi Denpasar menampung 13 warga negara asing. Mereka adalah para pendatang yang melebihi masa tinggal, terjerat kasus kriminal, hingga mencari suaka. Mereka berasal dari Iran, Mesir, Cina, Pantai Gading, Jerman, Pakistan, Italia, Belanda, Rusia, Palestina, dan Brasil. Proses deportasi disebutkan memakan waktu sekitar tiga minggu ketika dokumen dan ongkos tiket telah ada.
Babay Baenullah menjelaskan, pihaknya juga memberikan layanan ekstra bagi warga negara asing. Misalnya potong rambut, kesempatan menelepon keluarga dua kali seminggu untuk mengurus kepulangan, hingga membantu belanja di luar Rumah Detensi Imigrasi Denpasar dengan uang sendiri. “Berbelanja oleh petugas, kami batasi maksimal Rp 100 ribu,” ujarnya.
Salah satu penghuni yang sudah pulang ke negara asal berinisial AS, 48 tahun. Warga negara Italia itu datang untuk berlibur ke Indonesia pada Februari 2020. Polisi menangkap AS karena membawa 1 gram sabu di kawasan Seminyak, Bali, pada 19 Februari 2021. Pengadilan memvonis AS dengan hukuman penjara dua tahun dan empat bulan.
Imigrasi memulangkan AS ke Roma pada Selasa, 11 April lalu. Sebelum berangkat, AS sempat berbincang dengan Tempo. Saat itu AS mengenakan gaun berwarna hitam tanpa lengan. Semua kukunya dihiasi kuteks berwarna merah. Ia terlihat sedang merias wajah. “Ini untuk persiapan keluar dari sini,” katanya dengan bahasa Inggris.
Di lengannya terdapat beberapa tato. Salah satu yang mencolok adalah gambar Ganesha di lengan kiri. AS mengaku memasang gambar itu karena suka berkunjung ke Bali. Ia juga telah beberapa kali berlibur di Pulau Dewata. “Agar ingat dengan Bali, makanya pasang gambar ini,” tuturnya sambil menunjuk tatonya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini terbit di edisi cetak dengan judul "Pelindungan dari Jeruji Detensi"