Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lonjakan jumlah pasien membuat hampir semua rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya kehabisan ruang perawatan.
Pengelola harus menyediakan ruang perawatan darurat di aula, tenda besar, dan sebagainya.
Menurut epidemiolog, jika orang sakit kesulitan mendapat perawatan, rumah sakit itu telah kolaps.
JAKARTA -- Krisis rumah sakit rujukan Covid-19 semakin menjadi-jadi. Setelah kehabisan ruang perawatan sejak dua pekan terakhir, pengelola mulai menambah daya tampung. Namun tetap saja hal itu tak kuasa menampung gelombang demi gelombang kedatangan pasien. "Hari ini ditambah dari 330 menjadi 369 tempat tidur perawatan, langsung terisi penuh," kata Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis RSUD Cengkareng, Savitri Handayana, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal kebutuhan ruang perawatan Covid-19 jauh lebih besar. Hingga kemarin, sebanyak 26 pasien Covid-19 bergejala berat belum mendapat perawatan karena ruang perawatan intensif (ICU) penuh. Sedangkan RSUD Cengkareng telah menambah kapasitas ICU dari 76 menjadi 87 tempat tidur. "Langsung terisi 100 persen. Bahkan sekarang melebihi kapasitas," ujar Savitri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah sakit sedang berkejaran untuk menambah fasilitas perawatan seiring dengan lonjakan jumlah pasien Covid-19. Dinas Kesehatan DKI telah meminta kepala rumah sakit mendirikan tenda darurat berkapasitas besar di halaman parkir, sarana olah raga, dan lain-lain.
Suasana perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD (instalasi gawat darurat) di RSUD Bekasi, Jawa Barat, 25 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Savitri mengatakan RSUD Cengkareng sedang mengupayakan penambahan ruang perawatan darurat tersebut di ruang kosong. "Kami gunakan tenda untuk merawat pasien di selasar. Tenda bantuan dari Gubernur," ujarnya. "Tenda itu sudah terisi penuh sepuluh pasien."
Kalaupun bangsal perawatan bertambah, persoalan tak otomatis hilang. Selain harus menyediakan sarana pendukung perawatan, seperti ventilator, Savitri melanjutkan, rumah sakit harus menambah jumlah tenaga kesehatan. "Sedangkan mencari relawan tenaga kesehatan enggak mudah," kata dia.
Kebutuhan tenaga kesehatan baru, ucap Savitri, sangat mendesak. Sebab, banyak tenaga kesehatan di RSUD Cengkareng tertular Covid-19. Hingga kemarin, terdapat 164 atau 25 persen petugas medis RSUD Cengkareng yang terjangkit virus corona. "Kami berharap kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat bisa menurunkan jumlah kasus paparan," ujar dia.
RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, juga kelimpungan karena dibanjiri pasien Covid-19. Dalam cuplikan video yang viral, sejumlah pasien terbaring di kasur yang digelar di aspal dan diperiksa di mobil bak terbuka. Sebab, pasien yang datang jauh lebih besar dibanding daya tampung ruang perawatan.
Rumah sakit itu hanya menyediakan 30 ranjang perawatan di ruang IGD. "Tapi pasien yang datang kemarin mencapai 40 orang. Walhasil, pasien yang tidak mendapatkan tempat tidur diperiksa di kursi roda," ujar Kusnanto Saidi, Direkrur RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid.
Seorang pasien menggunakan alat oksigen di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD di RSUD dr Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi, Jawa Barat, 25 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
DKI Jakarta dan sekitarnya mengandalkan penambahan kapasitas ruang perawatan untuk menghadapi lonjakan jumlah kasus Covid-19 selama dua pekan terakhir. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pemerintah sudah menyiapkan tambahan bangsal isolasi karena fasilitas perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan sudah hampir penuh. Kemarin, tingkat keterisian ruang perawatan Covid-19 lebih dari 90 persen.
Pemerintah Provinsi sedang menyiapkan Rumah Susun Pasar Rumput untuk dijadikan tempat isolasi pasien tanpa gejala. Di sana tersedia 7.936 tempat tidur untuk merawat pasien. DKI juga telah menyiapkan Rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, untuk dijadikan bangsal isolasi pasien Covid-19. Kapasitas Rusun Nagrak bisa menampung sekitar 5.000 pasien.
"Prinsipnya, kami berupaya tidak sampai terkejar oleh jumlah pasien. Jadi, kami harus siapkan sebelum adanya peningkatan jumlah pasien," ujarnya. "Kecepatan penyiapan berbagai fasilitas dukungan, termasuk nakes, harus lebih cepat dan lebih baik dibanding lonjakan jumlah kasus Covid-19," ujarnya.
Sejumlah pasien di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD di RSUD dr Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi, Jawa Barat, 25 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Epidemiolog dari Lapor Covid-19, Iqbal Elyazart, melihat rumah sakit di Ibu Kota dan sekitarnya sudah kolaps. Indikasinya adalah banyak yang tidak bisa menampung pasien yang terus berdatangan. "Ketika orang sakit sulit mencari perawatan, artinya sudah kolaps," ujarnya.
Iqbal mengatakan lonjakan angka kasus setelah libur Lebaran ini dua kali lebih cepat ketimbang pada akhir tahun lalu. Kenaikan kasus pada akhir tahun lalu mulai terlihat pada November-Desember 2020, lalu memuncak pada Januari-Februari 2021. Sedangkan lonjakan saat ini terjadi sangat cepat dalam hitungan pekan. "Ibarat gunung, sekarang lerengnya lebih tajam dibanding pada Januari. Grafik Januari dibangun dari November. Sedangkan sekarang tiba-tiba naik," kata dia.
Ambruknya fasilitas dan tenaga kesehatan bisa menyebabkan lonjakan angka kematian. Lapor Covid-19, Iqbal melanjutkan, mendapati proporsi pasien Covid-19 yang meninggal tanpa perawatan lebih tinggi sejak beberapa pekan terakhir. "Ini harus diwaspadai. Jangan sampai orang meninggal sebelum mendapatkan perawatan."
Iqbal menyarankan agar pemerintah segera menambah ruang perawatan intensif dan isolasi untuk pasien gejala sedang hingga berat. Selain itu, pemerintah mesti berusaha memobilisasi bantuan tenaga kesehatan dari luar, seperti dari Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, yang lonjakan angka kasusnya belum terlalu tinggi. "Yang pertama harus memperkuat fasilitas dan tenaga kesehatannya dalam situasi seperti sekarang."
Kebijakan lain yang harus ditingkatkan adalah pengetesan orang. Pemerintah harus belajar dari India dalam menanggulangi tsunami Covid-19. Negeri Bollywood itu justru meningkatkan pelacakan dan pengetesan selama terjadi peningkatan jumlah kasus. "Bahkan mereka mengejar orang yang tidak datang ke rumah sakit untuk diperiksa."
Terakhir, pemerintah harus menerapkan kembali kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti awal pandemi tahun lalu. Menurut dia, limitasi besar terbukti bisa menekan penularan pagebluk Covid-19. "Sekarang PPKM berskala mikro sudah terbukti tidak efektif menekan laju penularan karena mobilitas penduduk masih tinggi," ujarnya.
IMAM HAMDI, ADI WARSONO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo