Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rusia dan cina

Boris dan arkady strugatsky, merupakan penulis fiksi ilmiah terbaik uni soviet. sedang di cina ada zheng wenguang, pengarang buku "penerbangan ke sagitarius". (sel)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KITA mengenal Star Wars, Superman, Flash Gordon, Garth, dan banyak gubah an fiksi ilmiah lain. Semuanya keluaran dunia Barat. Lalu apa kabar "Timur"? Rusia? Atau, boleh juga, Cina? Tersebutlah dua kakak-beradik: Boris Strugatsky, 48 tahun, dan Arkady Strugatsky, 56 tahun. Yang pertama astrofisikawan, yang bertahun-tahun bekerja pada observatorium Astronomi Pulkovo dekat Kota Leningrad. Sedang abangnya seorang ahli bahasa. Nah, mereka itulah wakil kita untuk fiksi ilmiah (science fiction) yang model Rusia. Mereka, tanpa kita tahu, punya nama besar. Bahkan di Amerika. "Mereka boleh disebut penulis dengan bakat luar biasa," kata Noel Perrin di majalah Quest. Noel adalah guru sastra--termasuk karangan fiksi ilmiah--di Dartmouth College. Sejak Boris berusia 24 tahun, kedua saudara itu mulai menulis bersama. Tak kurang dari 20 buku lahir dari tangan mereka, baik novel maupun kumpulan cerpen. Sebagian besar cerita itu bermain di Rusia. Tapi, jangan kaget, ada sebuah cerita berlatar belakang Australia abad ke-21. Ada pula kisah yang mengambil tempat di Planet Vladislava--di bimasakti antah-berantah. Tak pelak lagi, Boris dan Arkady Strugatsky merupakan penulis fiksi ilmiah terbaik Uni Soviet sekarang ini. Bahkan "mereka dua di antara hanya setengah lusin penulis terbaik jenis itu di dunia," ujar Noel Perrin. Karena itu Noel tampak agak gusar melihat publik Amerika "agak terlambat" mengenal kakak-beradik tersebut. Tapi mau apa. Soviet memang tak begitu senang dan khawatir, bila para bintangnya dielu-elukan Barat. Di sana sendiri, sampai sekitar delapan tahun lalu, cerita-cerita Strugatsky bersaudara hanya mengisi lembaran majalah. Tapi pada 1973 buku mereka mulai diterbitkan di Amerika, dalam edisi hard cover. Adalah penerbit Macmillan yang akhirnya mencapai persetujuan dengan Kantor Hak Cipta Soviet bagi penerbitan karya kakak-beradik tersebut di AS Dan sejak itu pula mereka mulai merebut hati pembaca Amerika. Di sini, karya mereka tidak hanya menerima pujian dari para penulis resensi. Melainkan juga jadi dagangan laris di kedai-kedai buku. Para penggemar fiksi ilmiah--yang belakangan ini memperlihatkan gejala bertambah-seperti berebutan membeli, baik edisi hard cover maupun paperback. Hanya satu hal masih mengganjal. Meski buku Strugatsky bersaudara sudah dibaca luas, pembaca Amerika hampir-hampir buta akan data pribadi kedua penulis tersebut. Mengapa? "Di Soviet Uni, informasi semacam itu dianggap tidak relevan," kata Roger De Garis, editor konsultan yang menangani karya dua pentolan itu. "Lihatlah buku terbitan Soviet. Kulitnya hampir tak berisi keterangan apa pun mengenai penulis." Mana ada negara komunis yang suka menonjolkan pribadi orang, kecuali paling-paling para pimpinan yang harus dikenal. Habis lagi posisi mereka yang agak unik dalam "kesusastraan" Soviet justru menjadi tambahan alasan bagi terbatasnya informasi mengenai diri mereka. Sampai saat ini memang mudah dilihat adanya dua macam-penulis Soviet. Yang pertama para pembangkang, yang tidak bisa akur dengan rezim Kremlin, dan biasanya hengkang ke Barat setelah melewati serangkaian perjuangan. Yang kedua adalah para "pahlawan Partai", pengerek bendera "realisme sosialis." Strugatsky Bersaudara mungkin tak terhisab pada kedua kelompok itu. Mereka orang Rusia yang mencintai Rusia, dan tentu saja komunis. "Tapi mereka juga percaya akan keadilan, kemanusiaan, pemerintah yang dapat bersalah, dan hak semua orang untuk mengkritik semua partai," kata Noel Parrin. Di sinilah letak perbedaan. Mereka, menurut Noel, "tidak seperti sekelompok orang Amerika yang mencintai negeri ini dan menganggapnya tempat terbaik di muka bumi." Menurut De Garis, Strugatsky mewakili problem yang dihadapi semua penulis Soviet dewasa ini. Mereka "tak sudi karyanya menjadi bagian propaganda yang didiktekan, dan mereka melindungi diri dengan perisai ketrampilan." Sekarang yang Cina. Ada tokoh bernama Zheng Wenguang, pengarang buku Penerbangan ke Sagittarius. Zheng, 52 tahun, juga seorang ahli bintang. Bedanya, ia belum dikenal di Amerika maupun Eropa. Tak mengherankan: Boris dan Arkady sudah menulis sejak 24 tahun lalu, sementara Zheng termasuk gelombang bacaan fiksi ilmiah yang di Daratan Cina baru menyeruak setelah Revolusi Kebudayaan, alias tiga tahun lalu (begitu cepat, bukan?). Dan karena Zheng berada dalam 'inapas orde baru" yang dihembuskan pemerintah RRC sendiri, posisinya jelas berbeda dari si dua pengarang Soviet tadi. Buku-bukunya, di RRC, diterbitkan dan dijual bebas dengan oplah 100.000, bahkan lebih. Dan habis dalam seminggu. Ini seiring dengan suksesnya penjualan sebuah bungarampai fiksi ilmiah asing, yang dicetak 420 000 buah dan laris manis dalam waktu singkat. Antologi itu mencakup hasil karya Ray Bradbury, Isaac Asimov, Arthur C. Clarke, Stanislav Lem. Beberapa buku terjual lebih dari 3 juta, sesudah mengalami 3 sampai 4 kali cetak ulang. "Tiap buku merangsang minat pembaca," kata Lu Fuzhen, direktur editorial pada Penerbit Oceanic Pekking, kepada koran International Heral Tribune. Penerbit ini mulai menjual buku-buku fiksi ilmiahtahun 1979, dan sejak itu melonjak sebagai penerbit terbesar di negaranya untuk jenis itu. "Saya rasa minat pembaca tumbuh meluas. Tidak ada buku sastra yang merenggut perhatian dan imajinaSi pembaca sedemikian kuat seperti fiksi ilmiah, dalam 2-3 tahun ini." Banyak penggemar mendirikan klub, untuk bisa segera membeli buku baru begitu diterbitkan. Buku-buku yang berusia 6 bulan sudah amat sulit ditemukan. Kalaupun ada, dijual dengan harga 4-5 kali lebih mahal. Setengah lusin majalah fiksi ilmiah lokal pun sudah bermunculan dalam temp hanya 2 tahun. Sesudah mengimpor film Amerika Dunia Masa Depan di tahun 1976, dan menyaksikan film-film serial Amerika Orang dari Atlantis, Cina sekarang mulai pula membuat film fiksi ilmiahnya sendiri. Nah, di tengah kancah itulah Zheng berada-dan menonjol. ADA perbedaan antara karya-karya Zheng yang Cina itu dan karya Strugatsky yang Rusia, sudah tentu. Juga bila dibandingkan dengan fiksi ilmiah Amerika umumnya. Karya Amerika senantiasa cemerlang dan sangat kompleks. Seraya terpesona akan mukjizat teknologi, mereka berusaha menyimak dengan teliti kehidupan modern dan mencoba menebak tujuan manusia di masa depan. Bagaimana dengan yang Soviet? Berdasar pengamatan De Garis, "sekitar 1930-an dan 1940-an, sebagian besar karya fiksi ilmiah Soviet dipusatkan di sekitar penemuan traktor baru, dan perlombaan dengan 'imperialisme' dalam hal menemukan senjata pembunuh jenis mutakhir." Belakangan ini, lebih dari sekedar melukiskan robot yang cerdik dan pesawat angkasa kecepatan tinggi, "mereka berbicara mengenai kemajuan yang pasti dan tak terbatas yang akan dicapai manusia di hari depan." Bagl orang Cina, dua tahap itu sekarang berjalan sekaligus. Dalam buku Penerbangan ke Sagaittarius, sebuah pesawat ruang angkasa bernama Mark Timur Jauh melesat tak tertahan ke arah sebuah lubang hitam di jagat raya. Sedemikian cepat, hingga pesawat itu hampir saja menabrak sebuah bintang biru yang letaknya berdekatan. Ketiga awaknya (orang Cina) menyadari sebentar lagi mereka bisa lenyap tak berbekas. Bukankah lubang hitam itu tak lain bintang mati? Tapi, cepat dan sigap, mereka perbaiki mesin kontrol pesawat, mereka pertaruhkan nyawa habis-habisan. Dan berhasil. "Ini adalah fanatasi-fantasi modern," kata Zheng Wenguang menjelaskan karyanya kepada IHT." Dan seperti halnya fantasi-fantasi terdahulu, mereka memancarkan pelbagai gagasan lewat ilusi." Tapi itu bukanlah satu-satunya jenis yang dikehendaki. "Pada tahap tertentu saya menulis apa yang mungkin terjadi," yang masih berada dalam khayalan. "Pada tahap lain saya menulis tentang apa yang telah terjadi." Saya ingin orang-orang berpikir agar terlihat oleh mereka ke mana masyarakat ini membawa kita, dan ke arah mana pula ilmu pengetahuan membawa kita." "Karena itu, karya Zhen oleh beberapa kritikus dinilai sebagai "fiksi ilmiah sosial". Alasan untuk itu bisa diberikanoleh seorang kritikus di Shanghai. "Di antara kami memang ada ilmuwan yang amat cemerlang. Tapi pada hakikatnya negeri kami dihuni 800 juta petani," katanya. "Karena itu kalau kita bicara sedikit saja tentang perjalanan ruang angkasa, itu sudah cukup menggetarkan alam pikiran orang Cina. Ingat," lanjutnya, "anakanak kami tidak tumbuh dengan kalkulator di saku mereka. Ingat juga bahwa pendaratan Amerika yang pertama di bulan tidak disiarkan di negeri ini, karena diperhitungkan bisa mencemaskan penduduk." AKIBATNYA, banyak fiksi ilmiah Cina yang ditulis khusus untuk mempopua lerkan ilmu-ilmu modern, satu hal yang disokong oleh para sarjana di sini. "Banyak cendekiawan tua beranggapan bahwa jika hal-hal abstrak dapat dituangkan dalam bentuk sastra, hal rumit itu dapat lebih mudah dipahami orang kebanyakan," kata Li, seorang editor. "Maksud mereka tentu saja bukan merombak fiksi ilmiah menjadi buku-buku pegangan. Tapi sekedar meluaskan horison pembaca." Karena itulah, jika dinilai menurut ukuran Eropa dan Amerika, fiksi ilmiah Cina hanya mengesankan halhal dasar. Masih sederhana. Tema-temanya biasa sekali: pengembaraan antarplanet, monster yang muncul dari dasar-lautobat-obatan eksperimental, robot, perjalanan waktu, kontrol pikiran, dan ilmuwan yang gila. Semua baru pada tahap perkembangan paling awal, dan pengolahannya pun belum sophisticted. Berbeda dengan yang di Rusia. Sekali baca, memang tak begitu tampak gagasan luar biasa pada bukubuku Strugatsky. Mereka toh menampilkan juga "perjalanan menembus cahaya" dan robot-robot pekerja- Tadi di sana-sini, hadir sejumlah "penemuan". Dalam Tengah Hari: Abad XXII, satu di antara dua karya utama mereka, pembaca diajak bertamasya dari keajaiban ke keajaiban. Ada penemuan kapal angkasa kilat. Ada komputer bernama CODD, yang mampu mencptakan suatu bentuk kehidupan segampang mesin cetak masa kini membuat kartu nama. Ada pemandangan sebuah pabrik di Krasnoyarsk, tempat dapur seluas dua kaki persegi diproduksikan. Ada pula kisah usaha dramatis menciptakan makhluk pertama yang akan mengecap kebakaan. Menurut buku tersebut, pada abad XX III setiap orang akan hidup kekal . . Namun "sekali anda tenggelam dalam buku-buku mereka, anda akan sadar betapa mereka toh tetap berangkat dari dogma Soviet," kata Noel Perrin. Hanya saja ada perkembangan menarik dalam proses selanjutnya. Dua tema tampak selalu mewarnai bukubuku Strugatsky: pertumbuhan semangat kemanusiaan dan kemungkinan kemanusiaan dan kemungkinan heroisme di tengah dunia teknologi. Salah satu kesenangan mereka ialah menempatkan seorang insan di planet tak dikenal, dan di sana berhadapan dengan peradaban mahkluk asing yang ganas. Cerita kemudian diarahkan pada usaha tokoh utama menyelamatkan dunia ini. Contoh lain bisa dibaca dalam novel mereka Tawanan Kekuatan. Pahlawannya bernama Maxim, anak lelaki 20 tahun. Ia mendarat di sebuah planet bernama"Dunia",dan menemukan keadaan luar biasa. "Dunia" itu dihuni monster berupa senjata otomatis yang bisa bergerak sendiri, peninggalan perang terakhir. Adapun mahkluk 'Dunia' yang tersisa dari perang itu tunduk pada suatu bentuk kesadaran yang dikontrol oleh radiasi. MEREKA berpikir seragam, kecuali (dan di sinilah optimisme Strugatskyl sekelompok "minoritas" bernama Degens, akronim yang mengacu pada "degenerasi". Pada akhirnya, semua alam pikiran di Planet 'Dunia' tadi berhasil dibebaskan. Pembacalah akhir menebak ke mana cerita ini diarahkan. Meski daya tariknya kuat, "Tawanan Kekuatan bukan introduksi yang terbaik untuk mengenal karya Strugatsky Bersaudara," kata Noel. Lebih tepat memilih Tengah Hari: Abad XXII, sebuah buku luar biasa terdiri dari cerpen yang saling berhubungan. Memuat 20 cerita pendek, buku ini bercerita secara terputus-putus mengenai kehidupan dua tokoh: Evgeny Slavin dan Sergei Kondratev. Di samping itu terdapat dua puluh tokoh penting, dilukiskan dalam latar demikian hidup sehingga kadang-kadang pembaca lupa bahwa mereka sedang berhadapan dengan karya fiksi. Buku ini, menurut Noel, "seakan fiksi ilmiah yang ditulis Tolstoy," pujangga Rusia sebelum Revolusi. Tokoh-tokohnya begitu jelas, jalur moralnya begitu halus. Selama ini banyak fiksi ilmiah ditulis dalam gaya kekanak-kanakan, seperti karya bocah yang pintar. Idenya mungkin bagus, bahkan cemerlang. Tapi ungkapan dan pengucapannya soal lain. Tokoh manusia dalam fiksi ilmiah selama ini selalu tampil satu dimensi. Diibaratkan pertunjukkan tv, ia film kartun dengan suara yang cempreng. Strugatsky menyuguhkan sesuatu yang matang. Ada banyak penulis fiksi ilmiah, "tapi hanya dua yang bisa menandingi karya Strugatsky," kata Noel. Ia lalu menyebut nama Ursula Le-Guin (pengarang The Left Hand of Darkness dan The Dispossessed), serta Walter Miller yang mengarangA Canticle for Leibowitz. Meski dalam pandangan dan pengalaman Boris dan Arkady berbeda, mereka tetap bisa bekerja dalam satu tim dan berbicara dalam satu suara. Ciri khas yang menonjol pada karya mereka Tengah Hari: Abad XXII ialah tokoh-tokohnya yang serius dan terbuka. Tak ada pengucilan manusia/dan semua peran diberi nama. Sikap mereka terhadap kekerasan juga memberi warna lain. Pada kebanyakan fiksi ilmiah, adegan pembunuhan bagai diumbar. Perang antargalaksi, kapal-kapal angkasa yang terbakar, pistol dengan senapan laser yang ditembakkan ke sana ke mari. "Dalam karya Strugatsky," kata Noel, "pembunuhan seorang insan saja sudah merupakan horor luar biasa." Salah sebuah cerita dalam Tengah Hari mengisahkan dua sahabat yang mula-mula kita kenal sebagai teman sekolah. Satu bernama Pol Gnedykh, lainnya Aleksandr Kostylin. Mereka bertemu kembali setelah keduanya dilanda usia tua. Gnedykh pemburu yang menghabiskan sebagian besar usianya mengumpulkan specimen dari seantero jagat raya. Di antaranya: monster tak bermata dari Planet Vladislava, dan laba-laba raksasa dari Pandora. Sementara itu Kostylin berjabatan direktur museum sejarah alam yang besar di dunia, tempat makhluk sejenis penemuan Gnedykh tadi dipamerkan. Dalam cerita ini, PQI Gnedykh datang ke museum setelah sekian lama melanglang angkasa. Ogah-ogahan ia berkunjung ke Anjungan X, tempat makhluk berjari tiga yang ditembaknya 17 tahun lampau dipamerkan. TADINYA ia percaya, makhluk yang tertembak pada hari berkabut itu bukan binatang, melainkan sejenis anasir asing yang pakaian oksigennya meledak kena peluru. Kostylin mengetahui ini sejak mula. Tapi demi mendapat koleksi yang unik bagi museumnya, ia mengibuli Gnedykh. Betapa hancurnya hati Gnedykh ketika ia sadar sudah terkicuh. Ia mengutuk Kostylin--dalam hati. Tapi lebih dari segala-galanya, ia menyesali dirinya sendiri yang sudah bertindak sebagai pembunuh. Citra Strugatsky juga bertambah cerah oleh sikap "antiimperialis"nya yang tidak hantam kromo. Sebagian besar tokoh ceritanya, sudah tentu, orang Rus. Hanya beberapa orang Amerika dan Cina. Kedermawanan manusia disajikan secara layak. Dalam sebuah cerita ia mengisahkan penciptaan makhluk baka yang pertama. Meski peristiwa itu dikisahkan terjadi di Institut Perakitan Biologi Novosibirsk, Siberia, otaknya bukan orang Rusia, melainkan "seorang biologis Jepang terkemuka bernama Okada." Juga, dua dari tiga perkawinan dalam Tengah Hori melibatkan pasangan Rusia-Jepang. Arkady Strugatsky memang punya perhatian khusus terhadap Jepang. Cukup lama ia bekerja sebagai penerjemah karya Jepan, pada Institut Informasi Teknik di Moskow. Kini ia karyawan pada Badan Penerbit Negara. Tapi kesenangan melibatkan tokoh antarbangsa memang tampak pada buku-buku Strugatsky. Kita bisa berjumpa dengan seorang Kanada bernama Humphrey Morgan, yang sedang melancong ke Mars. Atau seorang pigmi Kongo bernama Mboga, "satu di antara ilmuwan besar pada zamannya Tak kurang pula banyaknya tokoh Jerman. Ciri ini memang bisa menjadi terompet yang bagus bagi teori Marxis tentang " persaudaraan manusia". Tapi Strugatsky berhasil mengelak. Ia menampilkan persaudaraan itu sebagai proses yang lahir dengan sendirinya, bukan melalui paksaan dalam bentuk apa pun. Betapapun, penggambarannya berada dalam angan-angan Marxis, yang percaya bahwa masa depan menjanjikan sebuah dunia yang ideal kelewatlewat. Dalam hal itu malah Zheng Wenguang terdengar lebih "kurang orthodoks". Ia, misalnya, bertanya: " "Apakah masa depan itu sebuah Utopia?" Dijawabnya: "Mungkin. Tapi saya sebenarnya tidak yakin akan masa depan." Tapi tidak semua karya Strugatsky Bersaudara berjenis fiksi ilmiah. Seperti halnya Ursula LeGuin, kadang mereka juga menulis di sekitar magi. Sebuah novel mereka merupakan satir yang menyindir birokrasi Soviet. Sudah tentu Kremlin tak senang. Tapi bagi Noel Perrin, ia bacaan paling menarik. "Sejak saya dewasa," kata Noel, "baru dua kali saya menangis membaca buku." Yang pertama ialah Tembok Yang Runtuh karya Henriette Roosenburg, kisah seorang pejuang Belanda yang melarikan diri dari penjara Nazi dan melalui berbagai perjuangan berhasil tiba kembali di kampung halaman. "Saya menangis melihat ketabahan, keberanian, dan kemampuan yang diungkapkan Roosenburg dalam membangkitkan kebanggaan manusia." Ia menangis kedua kalinya ketika membaca karya Strugatsky bersaudara, Pelangi Nun Di Sana. 'Pelangi' adalah sebuah planet dengan seribu penduduk yang mengabdi kepada ilmu pengetahuan, dan pariwisata sekedarnya. Dalam kata lain, 'Pelangi' adalah lembaga riset seluas dunia. Di situ diselidiki zerofisika yang sangat berperanan dalam transportasi materi. CERITA dimulai dari percintaan Robert, seorang zerofisikawan, dengan Tanya, guru pada Koloni Anak-anak. Hidup sungguh indah dan semarak di 'Pelangi'. Sampai tiba-tiba--sim salabim--para zerofisikawan secara tak sengaja menyebabkan malapetaka yang mengancam segala-galanya di planet itu. Semua penghuni 'Pelangi'-akan mati dalam waktu hanya beberapa jam, kecuali mereka yang berhasil melarikan diri dengan tariel, pesawat angkasa dengan kapasitas sepuluh penumpang. Sudah tentu Robert ingin menyelamatkan buah hatinya, Tanya. Semua orangtua ingin menyelamatkan anak mereka. Semua zerofisikawan ingin menyelamatkan data mereka. Semua turis ingin menyelamatkan diri sendiri. Akhirnya semua panik. "Lalu muncullah heroisme yang demikian lembutnya, yang bahkan sulit dibayangkan," kata Noel. "Saya tidak hanya menangis membaca buku itu. Melainkan terkenang Aristoteles, ketika ia berbicara mengenai katarsis yang menyergap kita tatkala berhadapan dengan tragedi." Bedanya, "pahlawan tragis itu kini salah seorang di antara kita. Bukan Oedipus atau Antigone yang kesepian." Tingkat yang seperti itu memang belum dimiliki Zheng Wenguang atau rekan-rekannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus