Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tak hanya mendorong agar para eksportir benih lobster menggunakan satu jasa angkutan kargo, Edhy Prabowo juga ditengarai memiliki saham di perusahaan tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi menduga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengantongi saham PT Aero Citra Kargo (ACK) melalui nominee.
Perubahan struktur pemegang saham Aero itu terjadi hanya satu bulan setelah Edhy menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Tak hanya mendorong agar para eksportir benih lobster menggunakan satu jasa angkutan kargo, Edhy Prabowo juga ditengarai memiliki saham di perusahaan tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi menduga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengantongi saham PT Aero Citra Kargo (ACK) melalui nominee atau pinjam nama. Aero tak lain merupakan satu-satunya perusahaan yang ditunjuk untuk menyediakan kargo bagi benih lobster atau benur yang akan diekspor.
"Pemegang saham PT ACK terdiri atas AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) yang diduga merupakan nominee dari EP (Edhy Prabowo) serta YSA (Yudi Surya Atmaja)," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan pers seusai operasi penangkapan Edhy Prabowo.
Merujuk pada akta perusahaan yang diperoleh Tempo pada Juli lalu, nama Amri baru tercatat dalam perubahan struktur pengurus dan pemegang saham per 10 Juni 2020. Dia merupakan Direktur Utama PT Aero sekaligus pemilik 406.500 lembar saham di perusahaan tersebut. Sementara itu, Yudi Surya Atmaja tercatat memiliki saham sebanyak 167 ribu lembar. Namun, dalam akta perusahaan tersebut, tak muncul nama Ahmad Bahtiar.
Perubahan struktur pemegang saham Aero itu terjadi hanya satu bulan setelah Edhy menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Melalui peraturan tersebut, Edhy membuka kembali keran ekspor benih bening lobster ke luar negeri, yang sebelumnya dilarang pada era Menteri Susi Pudjiastuti.
KPK menduga Amri dan Ahmad Bahtiar menjadi perantara antara Edhy dan para eksportir. Sejak keran ekspor dibuka pada 5 Mei lalu, pengiriman benur lobster ke luar negeri hanya dilayani oleh PT Aero. Eksportir menyetor Rp 1.800 untuk tiap ekor benur yang dikirimkan ke luar negeri ke rekening perusahaan kargo tersebut.
Dari rekening tersebut, mengalir dana Rp 9,8 miliar ke masing-masing rekening Amri dan Ahmad Bahtiar. Menurut komisi antirasuah, dana tersebut ditujukan untuk keperluan pribadi Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi; Andreau Pribadi Misata; dan Safri, yang merupakan Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Ekspor Lobster. Sumber uang inilah yang kemudian Edhy dan istrinya belanjakan di Honolulu, Amerika Serikat.
Sumber Tempo yang mengetahui penyusunan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 itu menuturkan, penunjukan PT Aero sebagai forwarder tunggal tidak dilakukan melalui lelang. Nama perusahaan itu justru pertama kali terdengar dari mulut Andreau dalam sebuah forum pertemuan dengan sejumlah eksportir pada Juni lalu. "Saat itu disebutkan ekspor hanya melalui PT Aero," katanya.
Menurut dia, Aero tak berperan langsung sebagai pelaksana pengiriman benur. Operasional di lapangan dilakukan oleh PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), anak usaha Anugerah Tangkas Transportindo (ATT) Group. Tarif pengiriman benur oleh PLI hanya Rp 300 per ekor dari total Rp 1.800 yang disetorkan eksportir. Sisanya diduga masuk ke kantong PT ACK senilai Rp 250, Andreau Rp 250, dan Edhy Prabowo Rp 1.000. Siswadhi Pranoto Loe, CEO ATT, terlibat dalam penentuan harga tersebut.
Penelusuran Tempo menunjukkan PT Aero dan PT PLI masih saling berhubungan. Siswadhi dan adiknya, Dipo Tjahjo Pranoto, pernah tercatat sebagai komisaris dan direktur Aero hingga Juni 2018. Siswadhi juga tercatat sebagai komisaris dan pemegang saham PLI. Sementara itu, menurut KPK, Dipo menjadi pengendali PLI. Keduanya ditangkap KPK pada 25 November lalu terkait dengan dugaan korupsi ekspor benur lobster. KPK sudah menetapkan Siswadhi sebagai tersangka. Adapun Dipo masih berstatus saksi.
Tak sedikit eksportir mengeluhkan penunjukan Aero sebagai forwarder tunggal. Direktur Utama PT Teladan Cipta Samudra, Raditya Nursasongko, menyatakan tarif pengiriman yang dipatok Aero terlalu tinggi. Aero juga tidak memberikan jaminan bagi eksportir bila terjadi kendala dalam pengiriman. "Pengiriman kami pernah terlambat satu hari karena katanya jadwal padat. Tapi tidak ada garansi, tidak ada potongan harga sama sekali," ujarnya.
Dua eksportir yang enggan disebutkan identitasnya menyebutkan penggunaan Aero merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan ekspor. "Kalau tidak, SPWP (surat penetapan waktu pengeluaran) sulit keluar," ujar salah satu dari mereka.
ROSSENO AJI | YOHANES PASKALIS | VINDRY FLORENTIN
Dua Pranoto di Angkutan Kargo
Nama Siswadhi Pranoto Loe masuk daftar tujuh tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih bening lobster, yang komisi antirasuah umumkan pada Rabu malam lalu. Menurut KPK, Siswadhi merupakan pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK), satu-satunya perusahaan forwarder yang ditunjuk untuk mengangkut ekspor benur.
Berdasarkan akta perusahaan yang Tempo peroleh pada 14 Juli lalu, Siswadhi tercatat pernah menjabat sebagai Komisaris PT Aero. Namanya tertera pada perubahan akta tanggal 18 April 2018. Saat itu Aero dipimpin adiknya, Dipo Tjahjo Pranoto, yang menjabat sebagai direktur. Rabu dinihari lalu, Dipo turut ditangkap karena tercatat sebagai pengendali Perishable Logistics Indonesia. Dia diperiksa sebagai saksi.
Nama Siswadhi dan Dipo tak lagi tercatat dalam akta Aero mulai periode perubahan 4 Juni 2018 hingga perubahan terakhir pada 10 Juni 2020. Namun, merujuk pada perubahan terakhir, Dipo secara tidak langsung masih memiliki saham Aero melalui PT Detrans Interkargo Perkasa. Sesuai dengan SK 15 Mei 2019, Dipo tercatat sebagai Direktur Detrans dengan kepemilikan saham 10.890 lembar.
Sementara itu, Siswadhi tercatat sebagai Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) berdasarkan akta perubahan perusahaan pada 10 Juni lalu. PLI merupakan operator lapangan ekspor bayi lobster yang menjadi jatah Aero. "PT Aero hanya menampung uang," kata seorang sumber yang ikut menyusun Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentang Ekspor Lobster.
PLI masih tercatat sebagai anak usaha Anugerah Tangkas Transportindo. "Banyak orang KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dipegang oleh ATT karena dari dulu grup usaha ini main di hasil laut," ujar sumber tersebut.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo