Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

SAI Hijau Serap Habis Sampah Bandara Soekarno-Hatta Jadi Cuan

Usung zero waste to landfill, Komunitas SAI Hijau diminta mengelola sampah domestik Bandara Soekarno-Hatta selama tiga tahun ke depan.

27 November 2023 | 14.38 WIB

Aktivitas komunitas SAI Hijau di Kota Tangerang yang berhasil tembus hingga pasar ekspor. Dengan konsep zero waste to landfill, komunitas ini dipercaya mengelola dan mengolah sampah Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 30 ton per hari selama 3 tahun.  (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Perbesar
Aktivitas komunitas SAI Hijau di Kota Tangerang yang berhasil tembus hingga pasar ekspor. Dengan konsep zero waste to landfill, komunitas ini dipercaya mengelola dan mengolah sampah Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 30 ton per hari selama 3 tahun. (TEMPO/Muhammad Iqbal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Tangerang - Sebuah bangunan beratap galvalum berdiri di bagian utara landas pacu Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten. Ke lokasi inilah sebanyak 30 ton sampah domestik bandara internasional itu setiap harinya dibawa dan diolah dengan konsep zero waste to landfill.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Luasnya lahan yang ditempati bangunan itu sekitar 1.000 meter persegi. Luasan itu tak terlalu jembar jika dibandingkan dengan ukuran ideal Tempat Pengelolaan Sementara (TPS) yang lebih dari 20 ribu meter persegi, menurut standar dari KLHK. Tapi, kemandiriannya, telah mampu mengubah hidup puluhan orang. Termasuk berkontribusi menambah panjang usia Tempat Pembuangan Akhir sampah Kota Tangerang di Rawa Kucing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampah menjadi salah satu perkara pelik yang tak kelar dibahas bertahun-tahun. Dalam sehari, sedikitnya ada 175 ribu ton sampah baru di seluruh Indonesia. Banyaknya timbunan sampah ini menyisakan tumpukan masalah, salah satunya tingkat daur ulang yang masih rendah. 

Riset Sustainable Waste Indonesia pada 2019 misalnya, menemukan hanya 3 persen yang didaur ulang dari total sampah di Indonesia. Sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)--seperti TPA Rawa Kucing di Tangerang.

Dikutip dari laman Aplikasi Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang 24 November 2023, timbunan sampah yang diproduksi kota itu telah mencapai 543.920.413 kilogram. Sejak awal Juni lalu, Kepala Bidang Kebersihan Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Iwan, telah menyatakan status darurat sampah menghantui.

Keresahan terbit lantaran kondisi TPA Rawa Kucing di Kecamatan Neglasari nyaris penuh terisi dengan adanya lebih dari setengah juta ton sampah itu. “Dengan luas 38 hektare (TPA Rawa Kucing) itu ya hampir 80 persen sudah terisi, hampir overload,” tutur Iwan pada Juni lalu.

Kondisi itulah yang menjadi dasar dari pergerakan komunitas Sabda Alam Indonesia atau SAI Hijau yang didirikan Pahrul Roji. Komunitas ini yang menggerakkan aktivitas dalam bangunan beratap galvalum di utara landas pacu Bandara Soekarno-Hatta. Dengan pelbagai kompleksitas tantangan pengelolaan sampah, sampah justru bisa menggerakkan perekonomian warga. Ini yang tengah dikerjakan Arul bersama SAI Hijau.

Pahrul Roji, pendiri Komunitas Sabda Alam Indonesia Hijau saat menjadi pembicara dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2021 di Kota Tangerang. (Dok. Pribadi)

"Kami dipercaya oleh perusahaan yang bekerja sama dengan AP II untuk pengelolaan sampah. Kami akan mengelola sampah selama 3 tahun ke depan," katanya kepada TEMPO.CO pertengahan November 2023

SAI Hijau tak begitu saja langsung mendapat kepercayaan untuk mengelola sampah di bandara terluas di Indonesia tersebut. Jauh sebelumnya, sejak kelahirannya pada 2014, pelbagai ikhtiar model pengelolaan sampah sudah dicoba. Bertahun-tahun pula usaha mereka kandas.

Baca halaman selanjutnya: jatuh bangun cari formula kelola sampah

Arul menceritakan bagaimana ia berulang kali jatuh dan merugi. Dana yang digelontorkan mencapai ratusan juta rupiah. Di awal, misalnya, SAI Hijau mendaur ulang sampah menjadi konblok, balok atau juga perkakas lain. Sayangnya, tak cukup membuahkan hasil. Bahkan, sampai-sampai enam aset kendaraan roda empat miliknya terpaksa dijual demi melanjutkan mimpi mengelola sampah.

Hasil penjualan tersebut, lagi-lagi digunakan untuk membangun usaha seputar pengelolaan sampah. Arul mencari-cari konsep yang tepat untuk mimpinya. Ia begitu optimistis material sampah bisa diolah dan mendatangkan nilai ekonomi yang tinggi. Modal yakin itulah yang kemudian mengantarkan SAI Hijau menjajal penerapan Zero Waste to Landfill pada 2019.

"Lumayan besar modal yang saya keluarkan untuk mesin, regulator dan juga tenaga yang konsisten mengikuti pergerakan ini," katanya.

Zero Waste to Landfill merupakan model pengelolaan sampah yang intinya memastikan sampah di suatu kawasan tak sampai berujung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Konsep ini menawarkan gagasan pemanfaatan maupun pengolahan sampah hingga tak bersisa. Sehingga mampu jadi salah satu alternatif solusi bagi gunungan sampah di TPA. 

"Kita tahu sekarang sampah yang dihasilkan di Tangerang ini mencapai ribuan ton per harinya. Bahkan, TPA di Tangerang sudah overload dalam menampung sampah,” kata Arul.

Pada konsep Zero Waste to Landfill, pria berusia 45 tahun ini menerangkan, sampah dimanfaatkan semaksimal mungkin menjadi material bahan baku untuk proses lainnya, sehingga tercapai ekosistem ekonomi melingkar. "Keberhasilan konsep ini dapat berkontribusi besar untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan," tuturnya.

 

Jalin Kerja Sama dengan PT Angkasa Pura II

Keberanian menerapkan konsep tersebut lantas membuat SAI Hijau dilirik berbagai perusahaan, termasuk Saung Urai Sampah Indonesia. Perusahaan ini bekerja sama salah satunya dengan PT Angkasa Pura II. Jadilah SAI Hijau didaulat untuk mengatasi sampah di Bandara Soekarno-Hatta.

AP II menyediakan areal tersendiri untuk kerja pengelolaan sampah SAI Hijau. Areal seluas 1.000 meter persegi di utara landas pacu itulah yang kini jadi tujuan truk pengangkut sampah yang hilir-mudik sejak pagi hingga petang..

Di lokasi itulah, Arul menuangkan keahlian mengelola sampah. Bersama lebih dari 60 anggota komunitas, dibantu beberapa mesin, ia menyulap sampah bandara menjadi material untuk bahan mentah, diolah menjadi produk bernilai ekonomi, hingga bahka berhasil diekspor ke berbagai negara.

Baca halaman berikutnya: cerita warga yang hidupnya bergantung kepada sampah

"Alhamdulillah sekarang pengelolaan di bandara sudah efektif, tidak ada residu dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis," katanya sambil merinci antara lain penjualan 2 ton botol plastik per hari. "Belum lagi untuk sampah lainnya yang bisa dijual di wilayah Bekasi untuk dijadikan RDF (Refuse Derived Fuel) atau bahan bakar sampah," kata Arul menambahkan.

Ia menjelaskan, sampah plastik akan dikirim ke perusahaan pengolah untuk kemudian dicacah dan diekspor. Sementara sampah basah akan disiapkan untuk pengelolaan sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos dan pembuatan magot. "Komposnya nanti bisa digunakan secara cuma-cuma buat petani di sekitar Bandara,” ujarnya.

 

Warga yang Menggantungkan Hidup dari Sampah

Saban hari ada sekitar 30 ton sampah baru yang menjadi produk sampingan dari kegiatan di Bandara Soekarno-Hatta. Seluruhnya bermuara di lapak SAI Hijau dengan bangunan semi-permanen itu.

Tampak pembagian beberapa sekat ruang di lokasi. Ada bagian tempat kantong-kantong sampah baru datang. Ada bagian pemilahan sampah. Ada pula ruang lain untuk mengemas hasil pemilahan.

Di salah satu titik, tumpukan sampah sudah dipilah berdasarkan jenisnya; gunungan botol plastik, kertas, dan sampah basah.

Sebanyak dua hingga lima orang bertugas memilah sampah botol. Tangan-tangan mereka cekatan melepas label dari botol plastik. Kia, perempuan usia lebih dari 70 tahun, adalah salah satunya. Ia adalah warga sekitar Bandara Soekarno-Hatta yang ikut mengelola sampah di lapak SAI Hijau.

Sudah sekitar 20 tahun ia ikut terlibat mengelola sampah. Bulan-bulan belakangan Kia melakukannya bersama SAI Hijau. Kecekatan memilah hingga merapikan gunungan botol plastik tak menggambarkan usianya. Justru menunjukkan, aktivitas itu telah bertahun ia lakoni.

“Di sini juga baru 2 bulan, tadinya mah udah ganti bos semua," kata Kia di tengah melanjutkan pekerjaan.

Aktivitas komunitas SAI Hijau di Kota Tangerang yang berhasil tembus hingga pasar ekspor. Dengan konsep zero waste to landfill, komunitas ini dipercaya mengelola dan mengolah sampah Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 30 ton per hari selama 3 tahun. (TEMPO/Muhammad Iqbal)

Ia pun sadar betul, aktivitas di tengah gunungan sampah menempatkannya pada risiko kesehatan. Tapi Kia sedikit lega ketika tahu pekerjaannya saat ini memberinya jaminan kesehatan.

Baginya, kerja memilah sampah bukan sekadar perkara keberlanjutan lingkungan. Sampah menjadi sumber kehidupan untuk menafkahi keluarga. Dari mengelola sampah, Kia mampu menghidupi empat anaknya.

Ia rela duduk berjam-jam untuk menuntaskan bagiannya. Sesekali Kia tampak mengambil botol berisi air untuk melepas dahaga.

Dia yang mengaku malah sakit kalau diam saja itu mengatakan, "Lumayan terbantu dengan adanya ini. Saya ngempanin anak-cucu begini.”

Baca halaman berikutnya: ekonomi anggota komunitas terdongkrak 

Menurut Kia, pekerjaannya kini bersama SAI Hijau jauh lebih ringan dengan upah yang dinilainya juga lebih baik. Kia mengaku diupah sekitar Rp 120.000 per hari. Sebelumnya, dia dibayar kadang harian, kadang borongan.

“(Sebelumnya) Giling (cacah), baru ini yang begini, manual. Begitu, kantong-kantong item kita plorotin semua," katanya menerangkan pekerjaannya. 

Senada, Armah–seorang pekerja lain–mengaku senang dipekerjakan oleh SAI Hijau. Apalagi upah yang diperoleh juga dinilainya cukup untuk menghidupi keluarga. "Lumayan ada uang makan yang dibayar per minggu, uang lembur dan gaji bulanan. Sebelumnya kan hanya sistem borongan," tutur Armah.

Ia berharap pengelolaan sampah ini bisa terus berdampak baik baginya maupun puluhan pekerja lain. "Harapannya masih tetap bisa dipekerjakan, karena sekarang kan sudah enggak mungkin bertani,” kata Armah.

 

Sortir, Packing dan Kirim Material Sampah

Botol-botol plastik yang sudah dipilah, dirapikan ulang, ditimbang sesuai paket ukuran tertentu, dan dikemas itu kemudian dikumpulkan di spot khusus. Ini bukan tahapan akhir. Paket-paket botol plastik tersebut masih akan diantarkan dan diolah di perusahaan daur ulang.

Dari tempat pengelolaan di bagian utara Bandara Soekarno-Hatta tersebut, puluhan ton sampah mesti melalui beberapa tahapan, hingga kemudian dapat dijual kembali. Meskipun menempati lapak seadanya, Arul bersama puluhan pegawai menangani material sampah sampai menjadi produk bernilai jual secara sungguh-sungguh.

Tahap pertama merupakan penyortiran. Pada tahap ini, beberapa pegawai dari berbagai usia yang menyortir sampah sebelum masuk ke mesin pemilah. Dengan perlengkapan keamanan kesehatan di tubuh, tangan-tangan terampil mereka menyortir sampah.

Pada tahap selanjutnya, beberapa pekerja lain mengupas label-label pada berbagai macam sampah botol plastik. Sejumlah mesin juga digunakan untuk membantu pencopotan label secara otomatis.

Setelah terpisah, sampah botol plastik kemudian dibuat satu paket dan dikemas dengan bobot yang telah ditentukan. Sementara sampah bekas label plastik dan beberapa jenis lainnya seperti kertas, tisu, tutup botol dan kardus akan melalui tahap pengepresan untuk RDF.

Setelah dikemas, sampah botol yang sudah ditimbang akan masuk ke mobil truk besar untuk bisa dikirim ke pabrik untuk proses pencacahan. Sampah lain yang dipres juga akan dikirim ke perusahaan semen untuk dijadikan RDF.

Perusahaan Ekspor PET hingga 500 Ton per Bulan

Setelah dikemas rapi, material sampah yang sudah dipilah dari Bandara Soekarno-Hatta itu dikirim ke PT Aneka Plastindo Industri (API). Perusahaan di wilayah Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, ini mengolah bahan yang didapat dari SAI Hijau.

Di tempat yang baru berdiri dua tahun belakangan tersebut, sampah dicacah hingga menjadi jenis polimer Polyethylene Terephthalate (PET) dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Baca halaman berikutnya: ekspor sampah ke lima negara dan meningkat

Pabrik yang mempekerjakan 215 pegawai dari warga sekitar ini telah melakukan ekspor PET ke 5 negara. Negara tersebut yakni Los Angeles, Australia, Irlandia, Malaysia dan Finlandia.

Untuk bisa mengirimkan PET, perusahaan harus menjaga kualitas barang dan juga mengemasnya dengan rapi. Nantinya PET akan dikirimkan melalui jalur laut dari Tanjung Priuk.

Dari botol kemasan yang dikirimkan SAI Hijau, perusahaan ini kemudian melalui belasan proses lainnya untuk bisa menghasilkan PET berkualitas. Mesin canggih dengan sumber daya manusia yang konsisten menjadikan perusahaan ini bisa mendulang hingga belasan miliar rupiah per bulan.

Putu Rika Irawati Chief Operating Officer PT API mengaku perusahaan ini baru berdiri pada 2021 lalu. Tapi ia meyakinkan, perusahaan telah mampu mengekspor hingga 500 ton per bulan. "Untuk satu hari kami bisa 60 ton, per bulan 20 kontainer dan 500 ton," kata dia.

Menurut Putu, perusahaan juga memberdayakan warga sekitar dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga warga pun berpeluang mendapatkan penghasilan ekonomi.

PET yang dihasilkan pabrik ini juga 20 persennya dikirim ke industri lokal untuk diproduksi kembali. Sedangkan 80 persennya diekspor ke luar negeri sebagai bahan olahan yang nantinya kembali diimpor ke Indonesia.

Tidak heran jika perusahaan yang melakukan ekspor bahan PET ini bisa mendulang hingga miliaran rupiah perbulannya.

"Untuk sebulan bisa sampai 5 miliar. Dan saat ini permintaan kami meningkat untuk ekspor," kata dia.

Arul merasa senang atas pencapaiannya sementara ini. Ia bahkan diminta untuk mengelola sampah di beberapa tempat yakni Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Palembang. Tapi bukan dari pemerintah daerahnya.

"Entah kenapa belum ada permintaan dari pemerintah daerah di Tangerang Kota, Tangerang Selatan dan Tangerang Kabupaten," katanya sambil menambahkan, "Mereka tidak mau menerapkan konsep yang saya gunakan untuk mengelola sampah mereka yang kian membeludak dan overload."

Bertolok dari kesadaran untuk memilah, sampah berpotensi mendatangkan manfaat. Mulai dari daur ulang, penggunaan kembali, hingga menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi–melalui pengelolaan yang tepat.

Apa yang dilakukan SAI Hijau di sudut Bandara Soekarno-Hatta ini sekadar potret kecil dari rimba tantangan pengelolaan sampah di Indonesia. Tapi setidaknya, Arul, Kia, Armah juga pekerja lain telah ambil bagian ikut mengurai gunungan sampah. 

“Semoga masyarakat bisa lebih paham tentang dampak sampah bagi Bumi dan bisa ikut serta mengelola sampah dari hulu, serta menyadari jika sampah memiliki nilai ekonomis yang cukup baik,” kata Arul. 

Artikel ini merupakan bagian dari program beasiswa liputan yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Unilever Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus