JALAN Habibie ke Istana makin lempeng, setidaknya di "jalur kuning". Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Golkar, awal Maret silam, namanya telah bertengger di pucuk Beringin. Sabtu pekan lalu, di depan kader Golkar se-Sulawesi Selatan di Ujungpandang, Ketua Umum Akbar Tandjung menegaskan, "Meski ada sejumlah kandidat lain, Partai Golkar akan tetap mencalonkan Habibie sebagai presiden mendatang." Empat hari kemudian, Bung Rudy pun semringah menyatakan kesediaannya dipilih lagi sebagai RI-1.
Cuma, jalur itu belum bebas hambatan. Para pendukung Akbar yang berprinsip "asal bukan Habibie" langsung bereaksi. Marzuki Darusman, salah satu ketua, kontan angkat suara: pernyataan Akbar bukan kebijakan partai. Soalnya, berdasarkan keputusan rakernas, dari lima nama yang tersaring?Habibie, Akbar, Wiranto, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Ginandjar Kartasasmita?"calon jadi" presiden baru akan diketuk di rapat pimpinan (rapim) mendatang. Saat rakernas di Jakarta itu, Habibie memang bercokol di nomor satu (29 suara), disusul Akbar (26 suara) dan Wiranto (21 suara).
Maka arena pertarungan pun berpindah ke soal jadwal penyelenggaraan rapim. Dalam rakernas lalu, menurut salah satu tokoh Golkar dari kubu Akbar, Ade Komaruddin Mochammad, kelompok Habibie gagal mengegolkan "jagonya" itu sebagai calon tunggal. Karena itulah mereka ngotot segera menggelar rapim sebelum pemilu. Logikanya jelas: ingin buru-buru mengukuhkan Bung Rudy yang sudah mengantongi suara terbanyak. Kelompok ini gencar bermanuver. Motornya tokoh kawakan seperti (Ketua Dewan Pertimbangan Agung) Baramuli, Andi Mattalata, Marwah Daud Ibrahim, Abdul Gafur, dan Ginandjar.
Sementara itu, kelompok Akbar yang didukung Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps Alumni HMI tak kalah bergerak. Di sini, berderet Ferry Mursyidan Baldan, Mahadi Sinambela, dan Ade Komaruddin berupaya mengulur jadwal rapim sampai coblosan usai. Tujuannya: mempertahankan nama sang Ketua di daftar calon. Kesuksesan Golkar di pemilu mendatang diharapkan akan mendongkrak peringkat Akbar ke nomor satu?sambil, tentu saja, menunggu kesediaan Akbar sendiri. "Bila desakan makin kuat, kami yakin Bung Akbar akan oke," kata Ade.
Akbar membenarkan soal dua kutub pandangan itu. Cuma, katanya lagi, sampai sekarang, hari-H belum diputuskan. Perdebatan panas sedang terjadi di Slipi, markas partai yang kini bernomor pemilu 33 itu. Dalam rapat pleno dewan pimpinan pusat (DPP) Selasa pekan lalu, kelompok Habibie gencar mendesakkan agendanya. Tapi rapat berakhir buntu, deadlock. Keputusan yang diambil cuma melimpahkan pembahasan jadwal rapim pada rapat harian DPP.
Meski selalu memuja Habibie, kesan Akbar tengah "berdiri di dua perahu" tak terhindarkan. Manuver Yogya bisa menjadi ukuran. Pada 31 Maret lalu, Akbar sekonyong-konyong berziarah ke makam mantan wakil presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Setelah itu, secara khusus ia menemui putra almarhum, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Menurut seorang sumber TEMPO pendukung Akbar, bobot politik di balik pertemuan itu amat strategis. Pokok pembicaraannya berkisar pada paket pimpinan nasional.
Apalagi, di rakernas lalu, pengurus Golkar Yogya memang sudah tegas-tegas mengusung kedua nama itu. Habibie? Enggak direken, alias tak masuk hitungan. Dukungan partai lain terhadap "Ngarso Dalem" juga amat kuat, misalnya dari Gus Dur, bos besar Partai Kebangkitan Bangsa. Jadi, pertemuan itu akan memperkuat basis dukungan Akbar tidak hanya "dari dalam", tapi juga dari partai lain yang menjagokan Raja Mataram itu.
Tak aneh, karena itu, Akbar begitu bersemangat untuk tetap bisa berkampanye?kalau perlu, mencopot lencana menterinya sementara. "Saya akan segera minta cuti," katanya. Kepada Arief Kuswardono dari TEMPO, Jimly Ashidiqie, staf ahli presiden, mengungkapkan bahwa Akbar telah mengajukan cuti selama satu bulan. Penggantinya, kalau tidak menteri ad interim, adalah Wakil Sekretaris Negara Toni Hartono. Tapi sumber TEMPO di Sekretariat Negara membisikkan nama lain: Kepala Bakin Z.A. Maulani, Wakil Sekretaris Kabinet Erman Rajagukguk, atau Jimly sendiri.
Itukah upaya Akbar merintis jalan ke Istana? Agak susah memastikannya. Sebagai orang pertama, ia tentu rikuh berhadapan dengan bos besarnya, Presiden Habibie?yang ingin maju lagi?dan Sri Sultan tadi, kecuali jika angin politik berembus kencang mengempaskan rival kuatnya ini. Atau, barangkali, lumayanlah untuk posisi RI-2?tentu jika Partai Golkar sukses meraup banyak suara saat pemilu.
Karaniya Dharmasaputra, Darmawan Sepriyossa (Jakarta), L.N. Idayanie (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini