Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Segera Bikin Koalisi atau Pilih Habibie

Habibie siap dicalonkan lagi. Posisinya di Partai Golkar belum tergoyahkan. Sejumlah "partai sekoci" siap menyokong. Bagaimana peluangnya?

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROFESOR Baharudin Jusuf Habibie dan Adi Sasono punya sisi bertolak belakang. Basis politiknya, kalau pun ada, juga berbeda. Habibie gandrung pada proyek berteknologi tinggi yang sedikit menyentuh rakyat kecil. Sedangkan Adi aktivis lembaga swadaya masyarakat dan punya hobi mengatrol ekonomi massa pinggiran. Yang satu pria Sulawesi, lainnya Jawa pesisir. Tapi, dalam berpolitik, lebih-lebih bicara soal suksesi, kedua figur penting ini agaknya kompak selalu, bahkan boleh dikata sangat solid. Mereka sudah erat bergandeng-renteng ketika sama-sama membidani berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, atau ICMI, pada 1990. Sebelum menjadi presiden, Habibie sempat mengetuai organisasi muslim intelek itu. Adi, yang dipercaya sebagai sekretaris umum, selalu berada di sampingnya. Kini, sang Presiden menunjuk karibnya itu untuk memegang posisi penting di Departemen Koperasi. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan, Adi Sasono membantu Habibie mendongkrak isu kaum duafa ketika Adi menjabat Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah. Masalahnya, tiada kuasa yang tanpa batas. Pemerintahan transisi hanya tinggal beberapa bulan. Seperti kita tahu, awal Juni depan pemilu bakal dilangsungkan. Selanjutnya, berlangsunglah proses penting untuk masa depan Republik: suara dihitung, kursi wakil rakyat ditentukan, Sidang Umum MPR digelar, kabinet dinyatakan demisioner, dan yang paling penting: memilih presiden dan wakilnya. Pada titik genting itu, semua orang, khususnya ke-48 partai politik, mulai bikin ancang-ancang untuk menang. Tak terkecuali Habibie dan Adi Sasono. Suara Habibie?yang semula sayup-sayup ragu?kini mulai jelas terdengar. Ia bersedia dipilih kembali menjadi presiden setelah masa transisi. "Bila rakyat mendukung, saya akan terima. Kalau tidak, ya, tidak apa-apa," ujarnya lugas. Ini disampaikannya ketika berpidato tanpa teks di depan sekitar 40 pemimpin dan redaktur media massa Asia Tenggara, di Bina Graha, Jakarta, Rabu pekan lalu. Baru kali inilah pakar rancang-bangun pesawat terbang itu tegas bersikap ihwal kepresidenan. Adi Sasono tegas pula mendukung pernyatan bosnya itu. Tapi, seberapa besar peluangnya kembali duduk di kursi presiden? "Sangat besar," kata Heri Akhmadi, bekas aktivis mahasiswa ITB tahun 1978 dan Direktur Institute of Public Affairs (IPA) yang rajin memproyeksikan perolehan suara partai. Tentu saja, sang kandidat harus punya "kaki" lewat sejumlah partai pendukungnya dan ratusan kursi di MPR. Akhmadi meramal: Habibie bakal meraup dukungan dari 52,1 persen anggota MPR, atau setidaknya 365 kursi. Untuk memenangkan kursi presiden, harus terkumpul mayoritas sederhana 51 persen, atau paling kurang 351 suara di MPR. Jika di masa lalu Golkar begitu mudah meraihnya, kini terasa sulit. Suara mayoritas hanya bisa diraih melalui koalisi. Padahal, Golkar masih dijadikan andalan Habibie. Sebagai kandidat presiden, bekas Koordinator Pelaksana Harian DPP Golkar (tapi jabatan itu kini ditiadakan) itu bercokol di peringkat teratas, sebagai hasil Rapat Kerja Nasional, Februari lalu. Kendati menunggu putusan final antarpetinggi partai Beringin, toh Ketua Umum Akbar Tandjung belum lama ini menegaskan: Habibie calon tunggal. Tak percuma jika Habibie tetap mengutamakan Beringin. Menurut perkiraan IPA, Golkar bakal meraup 144 kursi (20,6 persen) di DPR/MPR. Angka sebesar itu bisa diperoleh melalui akses Beringin di pedesaan di luar Jawa. "Partai lain aksesnya kurang," kata Akhmadi. Memang, untuk pemilih tradisional, yang terutama tinggal di Jawa, Golkar bisa kedodoran dan kalah. Tapi jumlah mereka diperkirakan tak melebihi 30 persen?yang diperebutkan oleh PKB, PAN, PDI Perjuangan, PPP, PBB, dan partai lainnya. Jago ABRI memang belum berkokok. "Terlalu prematur membicarakan soal calon presiden dan wakilnya," ujar Letjen Hari Sabarno, Ketua Fraksi ABRI di DPR. Tapi, kursi "gratis" sebanyak 38 buah (5,4 persen) bisa saja condong ke Habibie. Bukankah Golkar baru saja mencuatkan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang juga Panglima ABRI, Jenderal Wiranto, sebagai calon presiden nomor dua setelah Habibie? Skenario duet Habibie-Wiranto, sejauh ini, tak jadi soal. Dengan model begini, tak mustahil jika kursi tentara dari utusan daerah?seorang di setiap provinsi, atau 27 kursi, akan tersuguh buat Habibie. Suara lain bisa digembol dari utusan daerah yang jelas-jelas pro-Habibie. Ini memang baru asumsi kasar. Jika saja utusan dari lima provinsi di Jawa?berarti lima suara?bulat menyokong, kursi bisa ditambah lima biji. Dari luar Jawa, katakanlah ada 22 provinsi yang welcome, maka ada tambahan 44 kursi. Suara dari utusan golongan juga bisa digaruk. Meski harus lewat Komisi Pemilihan Umum atau KPU, toh pada akhirnya sang duta harus diteken Habibie. "Paling tidak, setengahnya mendukung Habibie, apalagi jika politik uang ikut bermain," kata Akhmadi. Jatah untuk utusan golongan sebanyak 65 kursi. Kursi PPP agaknya tak bakal lari jauh. Sejauh ini, Partai Ka'bah memang belum menentukan sikapnya. Tapi, sudah jamak terdengar hubungan baik Ketua Umum Hamzah Haz yang dekat dengan Habibie. Kini, Hamzah menopang Habibie sebagai Menteri Penggerak Dana Investasi. Tokoh penting Ka'bah lainnya, A.M. Saefuddin, figur penting ICMI, yang kini Menteri Negara Pangan, amat erat berjabat tangan dengan Habibie. Ada yang menebak, perolehan 45 kursi Ka'bah (6,4 persen) pada akhirnya diseret untuk kandidat asal Parepare, Sulawesi Utara, itu. Partai lainnya juga siap menyetor kursi buat Habibie. Muncul banyak partai sekoci yang siap menampung 70 persen lebih pemilih yang mungkin emoh mencoblos Golkar. Partai Daulat Rakyat, atau PDR, boleh dihitung sebagai sekoci utama. Kelompok Daulat Rakyat ini baru saja bikin pesta deklarasi yang dihadiri sekitar 80 ribu massa di Stadion Utama Senayan, Jakarta, Sabtu pekan lalu. Di belakang barisan ini, konon, berdiri tegak Adi Sasono. Bukanlah mustahil jika PPP, Partai Republik, Partai Kebangkitan Umat, dan Partai Nahdlatul Ummah juga jadi sekoci. Dedengkot partai-partai sekoci itu pendukung berat Habibie. Ada yang mengalkukasi, partai sekoci akan meraih 13 persen suara. Total jenderal, jika dijumlahkan semuanya, ya, itu tadi, Habibie bakal di-support 365 kursi, atau sekitar 52,1 persen suara di Sidang Umum MPR kelak. (Lihat: Tabel). Khofifah Endar Parawansa dari Partai Kebangkitan Bangsa juga mengakui besarnya kans itu. "Habibie sudah punya persekot 191 suara (27 persen), bahkan lebih, di MPR," katanya. Dari ABRI, ada 38 kursi, plus 22 suara dari utusan daerah pelbagai provinsi. Belum termasuk dukungan partai sekoci, yang diperkirakan menyumbang delapan persen. Katakanlah empat dari lima jatah provinsi lari ke Habibie, jumlahnya 88 kursi. Juga, utusan golongan sebanyak 65 orang pun pro-Bung Rudy. Total, dapatnya 35 persen. Peluang ini juga diakui Faisal Basri, Sekjen Partai Amanat Nasional. "Kalau tata tertibnya menentukan pemilihan dengan suara terbanyak, peluangnya cukup besar," kata Faisal. Padahal, dari kacamata sejumlah sumber yang dikontak TEMPO, umumnya mereka menyatakan buruknya kinerja pemerintahan Habibie (Lihat: Rapor Habibie). Maka, satu-satunya cara untuk "membendung" laju Habibie, koalisi antarpartai besar?semacam PKB, PDI Perjuangan, dan PAN?tak bisa ditawar-tawar. IPA mengalkulasi, koalisi tiga besar itu bakal merebut 37 persen di MPR. Jadi, tetap saja butuh tambahan dari kekuatan lain. "Kalau koalisinya sebelum pemilu, bisa menarik massa lebih besar dari swing voters," kata Akhmadi. Tentu saja jurus kelompok Habibie tak kalah tangguh. Apalagi jika suara di MPR masih ditentukan oleh fraksi, sebagaimana tersirat dalam Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Di sini, posisi Habibie masih kuat. Tapi, jika Bung Rudy terus maju, bukannya tanpa persoalan. Banyak yang siap menghadang. "Situasinya grid-lock, saling menghalangi, seperti lalu lintas yang terkunci di perempatan jalan," kata Nurcholish Madjid, Ketua Yayasan Paramadina dan tokoh ICMI, kepada Andari K. Anom dari TEMPO. Habibie sebaiknya dicoret? "Itu tidak adil," kata Adi Sasono, yang siap memuluskan langkah si bos, dengan kelompok Daulat Rakyat-nya. Wahyu Muryadi, Hardy R. Hermawan, Setiyardi, Wenseslaus Manggut.

RAPOR HABIBIE DI MATA MEREKA

Adi Sasono, Menteri Koperasi/Pengusaha Kecil dan Menengah
Demokratisasi: Jauh lebih baik dibandingkan dengan Orde Baru. Penanggulangan krisis ekonomi: Sudah baik. Penegakan hukum: Perlu lebih tegas. Pengusutan Soeharto dan KKN: Sangat lamban. Keamanan: Perlu ditingkatkan. Kepercayaan luar negeri: Sudah baik.

Tosari Wijaya, Ketua Partai Persatuan Pembangunan
Demokratisasi: Cukup baik. Krisis ekonomi: Hanya berhasil menahan krisis tidak memburuk. Penegakan hukum: Masih basa-basi. Pengusutan Soeharto dan KKN: Tidak serius. Keamanan: Gagal total. Kepercayaan luar negeri: Turun drastis.

Faisal Basri, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional
Demokratisasi: Nilainya 7,5 (cukup bagus). Krisis ekonomi: Nilainya merah. Penegakan hukum: Sangat lemah. Pengusutan Soeharto dan KKN: Nilainya minus. Keamanan: Sangat parah. Kepercayaan luar negeri: Cukup baik.

Jacob Tobing, Wakil Balitbang PDI Perjuangan
Demokratisasi: Tidak ada sumbangan Habibie untuk demokratisasi. Krisis ekonomi: Gagal. Penegakan hukum: Mengalami kemunduran. Soeharto dan KKN: Tidak jelas. Keamanan: Upaya yang dilakukan salah. Kepercayaan luar negeri: Merosot tajam.

Khofifah Indar Parawansai, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa
Demokratisasi: Masih dalam batas minimal Krisis ekonomi: Tidak ada langkah konkret. Penegakan hukum: Kemandirian lembaga yudikatif tidak terealisasi. Soeharto dan KKN: Sangat tidak bagus. Keamanan: Tidak terjamin. Kepercayaan luar negeri: Hancur.

Nur Mahmudi, Presiden Partai Keadilan
Demokratisasi: Lumayan baik. Penanggulangan krisis ekonomi: Belum berhasil. Penegakan hukum: Masih sangat minim. Pengusutan Soeharto dan KKN: Masih sangat minim. Keamanan: Amburadul. Kepercayaan luar negeri: Hancur.

Bambang Warih Koesoema, Anggota Dewan Penasihat Partai Keadilan dan Persatuan
Demokratisasi: Buruk. Penanggulangan krisis ekonomi: Bodoh sekali. Penegakan hukum: Buruk. Pengusutan Soeharto dan KKN: Tidak serius. Keamanan: Kacau. Kepercayaan luar negeri: Bagus.

Farid Prawiranegara, Ketua Partai Bulan Bintang
Demokratisasi: Baik. Penanggulangan krisis ekonomi: Cukup baik. Penegakan hukum: Kurang tegas. Pengusutan Soeharto dan KKN: Kurang serius. Keamanan: Buruk sekali. Kepercayaan luar negeri: Belum pasti.

Slamet Effendy Yusuf, Ketua Partai Golkar
Demokratisasi: Luar biasa bagus Penanggulangan krisis ekonomi: Baik. Penegakan hukum: Maju pesat. Pengusutan

Soeharto dan KKN: Belum sungguh-sungguh. Keamanan: Memprihatinkan. Kepercayaan luar negeri: Meningkat.

Mayjen TNI Syamsul Ma'arif, Kapuspen ABRI
Demokratisasi: Cukup Bagus. Penanggulangan krisis ekonomi: Bagusl. Penegakan hukum: Meningkat. Pengusutan Soeharto dan KKN: Tidak ada komentar. Keamanan: Baru kulitnya saja. Kepercayaan luar negeri: Lamban, tapi wajar saja. Butuh waktu kok


PROYEKSI KEMENANGAN HABIBIE
PENYUMBANG SUARAJumlah KursiPersentase
- Perkiraan Kursi Golkar di DPR/MPR*
- Kursi ABRI di DPR/MPR
- Utusan daerah pro-Habibie
  a. Asumsi dari provinsi di Jawa
      1 orang setiap provinsi (5 provinsi)
  b. Asumsi dari luar Jawa
      2 orang setiap provinsi (22 provinsi)
- Utusan Daerah dari ABRI
  (1 orang setiap provinsi)
- Utusan Golongan pro-Habibie
  (asumsi setengah dari total utusan golongan)
- Perkiraan kursi PPP di DPR/MPR**
- Perkiraan kursi parpol pro-Habibie lainnya***
  di DPR/MPR (PDR, PKU, PNU, dll)
144
38


5

44

27

32
45

30
20,6
5,4


0,7

6,2

3,9

4,6
6,4

4,3
T O T A L36552,1
Diolah dari data Institute of Public Affair, dan wawancara berbagai sumber
Keterangan:
* Perkiraan rata-rata dari perkiraan tertinggi perolehan Golkar yang 180 kursi
  dan perkiraan terendah 109 kursi
** Perkiraan rata-rata. Tertinggi 50 kursi terendah 40 kursi
***Setengah dari perkiraan rata-rata perolehan kursi gabungan partai-partai
    yang mendapat suara minoritas. Perkiraan tertinggi 35 suara dan terendah 30 suara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum